Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa baru-baru ini menyoroti adanya perbedaan signifikan dalam data dana milik pemerintah daerah (pemda) yang tersimpan di perbankan. Selisih angka antara laporan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Bank Indonesia (BI) ini memicu pertanyaan mengenai akurasi dan transparansi pengelolaan keuangan daerah.
Menurut catatan Bank Indonesia per 30 September, total dana pemda yang parkir di bank mencapai Rp 233,97 triliun. Rinciannya meliputi Rp 178,14 triliun dalam bentuk giro, Rp 48,40 triliun dalam simpanan berjangka, dan Rp 7,43 triliun di tabungan. Angka ini kontras dengan data Kementerian Dalam Negeri per 17 Oktober, yang hanya mencatat dana kas daerah sebesar Rp 215 triliun, berdasarkan laporan dari 546 pemerintah daerah.
Perbedaan mencolok sekitar Rp 18 triliun ini memunculkan keraguan. Purbaya Yudhi Sadewa menduga, selisih data tersebut bisa jadi disebabkan oleh ketidakakuratan atau kesalahan pencatatan di tingkat daerah. Beliau menekankan validitas data BI yang bersumber langsung dari sistem perbankan nasional yang lebih terintegrasi.
“Justru saya jadi bertanya-tanya Rp 18 triliun itu ke mana, karena kalau bank sentral pasti ngikut itu dari bank-bank di seluruh Indonesia. Kalau di Pemda kurang Rp 18 triliun, mungkin Pemda kurang teliti ngitung atau nulisnya pak, karena kalau BI sudah di sistem semuanya,” tegas Purbaya dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang digelar di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (20/10). Pernyataan ini menegaskan perlunya penelusuran lebih lanjut terhadap dana pemerintah daerah.
Melihat kondisi ini, Purbaya mendorong Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk segera menginvestigasi dan menelusuri akar perbedaan data dana pemda tersebut. Langkah investigasi ini krusial untuk memastikan tidak ada celah dalam pengelolaan keuangan daerah dan untuk menjaga transparansi.
Namun, Purbaya juga menggarisbawahi sisi positifnya. Jika dana tersebut benar-benar telah dimanfaatkan secara efektif untuk membiayai kegiatan ekonomi di daerah, maka hal itu merupakan indikator yang sangat baik bagi pergerakan ekonomi lokal. Ia secara spesifik mewanti-wanti agar dana kas daerah ini tidak ditransfer kembali ke pusat atau disimpan di “Bank Jakarta”, mengingat pentingnya stimulus ekonomi daerah.
“Tapi nggak apa-apa, selama di daerah digunakan itu sudah bagus untuk menggerakkan ekonomi daerah, jadi kuncinya di situ. Jangan ditransfer ke pusat lagi uangnya, jangan ditaruh di Bank Jakarta,” tambahnya. Namun, bila dana itu tidak dimanfaatkan, maka investigasi menyeluruh menjadi sangat penting guna menjamin akurasi dan akuntabilitas data keuangan daerah serta mencegah potensi penyalahgunaan.