
Ussindonesia.co.id, JAKARTA – Emiten penjualan mobil bekas dari Grup Triputra, PT Autopedia Sukses Lestari Tbk. (ASLC), menunjukkan potensi pertumbuhan signifikan. Harga saham ASLC diproyeksikan melonjak hingga 61%, didorong oleh ekspektasi kinerja cemerlang dari segmen mobil bekas Caroline.id, bahkan di tengah tekanan perlambatan daya beli masyarakat.
Konglomerasi yang dipimpin oleh konglomerat TP Rachmat ini membukukan pendapatan Rp447,1 miliar pada semester I/2025, meningkat 17,1% secara year-on-year (YoY). Dari total tersebut, Caroline.id tampil sebagai kontributor utama dengan menyumbang Rp313,4 miliar, atau sekitar 70% dari keseluruhan pendapatan perseroan.
Melihat capaian tersebut, Analis Samuel Sekuritas Indonesia, Jason Sebastian, dalam riset terbarunya yang dirilis Kamis (9/10/2025), memproyeksikan tingkat pertumbuhan majemuk tahunan (CAGR) pendapatan ASLC untuk periode 2024–2027 mencapai 18,2%.
Secara lebih rinci, Jason Sebastian memperkirakan pendapatan penjualan mobil bekas Caroline.id pada tahun 2026 akan melesat 23,6% YoY menjadi Rp830 miliar. Lonjakan ini didukung oleh peningkatan volume penjualan sebesar 20% menjadi 5.400 unit, serta kenaikan harga jual rata-rata (ASP) sebesar 3%.
Faktor-faktor pendorong kenaikan ASP ini, menurut Jason, meliputi ekspansi pangsa pasar, rencana penambahan dua outlet showroom baru setiap tahun, perbaikan daya beli masyarakat yang mulai terlihat, dan berbagai inisiatif belanja pemerintah. Seluruh elemen ini bersinergi untuk memperkuat posisi Caroline.id di pasar mobil bekas.
Dengan adanya dukungan tersebut, margin kotor perseroan diperkirakan akan meningkat menjadi 5,4% pada tahun 2026. Ini sejalan dengan bertumbuhnya pangsa pasar dan daya tawar yang lebih kuat, memungkinkan perluasan selisih harga jual kembali yang lebih menguntungkan.
Namun, Jason juga tidak mengesampingkan tantangan jangka panjang. Ia memproyeksikan ASP akan mengalami penurunan sekitar 5% per tahun. Hal ini disebabkan oleh peluncuran mobil-mobil baru dengan harga yang lebih kompetitif, yang berpotensi mempercepat depresiasi nilai kendaraan bekas yang sudah ada.
Kendati demikian, Jason melihat bahwa ancaman dari mobil baru berharga terjangkau ini tidak serta merta menggerus pasar mobil bekas secara keseluruhan. Data terkini justru menunjukkan bahwa kondisi daya beli yang lesu justru menjadi angin segar bagi segmen ini.
Ia menjelaskan, berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pembiayaan mobil bekas per April 2025 tumbuh 9,8% YoY. Angka ini kontras dengan pembiayaan mobil baru yang justru turun 1,1% YoY. Selain itu, data penjualan mobil baru secara wholesales juga terpangkas 2,9% YoY, semakin mengukuhkan dampak perlambatan daya beli.
Dalam analisis perbandingan biaya kepemilikan, Jason menyandingkan mobil bekas bertipe LCGC/2-row. Hasilnya, mobil bekas tersebut masih sekitar 36% lebih hemat dibandingkan dengan mobil listrik baru yang terjangkau, seperti Atto 1, untuk periode penggunaan lima tahun.
Lebih lanjut, Jason berasumsi bahwa permintaan kuat untuk kendaraan multiguna (multi-purpose vehicle/MPV) bekas tidak akan sepenuhnya tergantikan oleh kendaraan listrik (EV) murah. Hal ini karena EV 3-row paling terjangkau di pasaran saat ini masih dibanderol sekitar Rp300 juta, sebuah angka yang relatif tinggi bagi sebagian besar konsumen.
“Ke depan, mobil bekas diperkirakan akan terus mengungguli mobil baru. Potensi ini didukung oleh cicilan bulanan yang lebih rendah, meskipun suku bunga sedang tinggi, serta kemudahan akses melalui platform omnichannel seperti situs Caroline.id,” ujarnya optimistis.
Terkait kinerja keuangan ASLC, Samuel Sekuritas memproyeksikan pendapatan PT Autopedia Sukses Lestari Tbk. tahun ini akan meningkat menjadi Rp945,1 miliar, dibanding Rp876,6 miliar pada tahun 2024. Namun, laba bersih perseroan ditaksir sedikit menurun dari Rp45,1 miliar menjadi Rp41,3 miliar.
Penurunan proyeksi laba bersih ini sejalan dengan rapor tengah tahun ASLC, di mana perseroan masih menghadapi tantangan beban operasional yang tinggi. Meskipun pendapatan semester I/2025 tumbuh, laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk justru terkoreksi 23,8% YoY menjadi Rp18,56 miliar, dari Rp24,36 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Jason juga mencatat beberapa risiko kunci yang perlu diwaspadai ASLC ke depan. Ini meliputi potensi penjualan mobil yang lebih lemah dari perkiraan, aktivitas lelang yang melambat, dan ekspansi pangsa pasar yang mungkin lebih rendah dari ekspektasi awal.
Dengan mempertimbangkan prospek dan risiko yang ada, Samuel Sekuritas merekomendasikan buy untuk saham ASLC dengan target harga Rp135. Angka ini mencerminkan potensi kenaikan impresif sebesar 61% dari harga penutupan Rp84.
“Prospek positif ini didukung kuat oleh potensi ekspansi pangsa pasar Caroline.id melalui penambahan showroom setiap tahun, serta dukungan dari ekosistem lelang ASLC yang efektif membantu meminimalkan risiko keuangan akibat kendaraan yang tidak terjual,” pungkas Jason, menjelaskan landasan kuat rekomendasi saham tersebut.
Di lantai bursa, saham ASLC terdaftar di papan pengembangan dan termasuk dalam sektor consumer cyclicals. Hingga sesi I perdagangan hari ini, Kamis (9/10/2025), harga saham Autopedia Sukses Lestari Tbk. bergerak naik 4,78% ke Rp88, menandakan lonjakan harga sebesar 14,29% sejak awal tahun.
—————————–
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Ringkasan
PT Autopedia Sukses Lestari Tbk. (ASLC) diproyeksikan mengalami pertumbuhan signifikan, dengan saham ASLC berpotensi melonjak hingga 61%. Analis Samuel Sekuritas memproyeksikan pertumbuhan pendapatan ASLC didorong oleh kontribusi utama dari Caroline.id, segmen mobil bekas perusahaan, meskipun terdapat potensi perlambatan daya beli masyarakat.
Samuel Sekuritas merekomendasikan “buy” untuk saham ASLC dengan target harga Rp135, didukung oleh potensi ekspansi pangsa pasar Caroline.id dan ekosistem lelang ASLC yang efektif. Meskipun demikian, risiko seperti penjualan mobil yang lebih lemah dari perkiraan dan perlambatan aktivitas lelang perlu diwaspadai.