Bank Dunia Ramal Ekonomi RI Lesu, Kemenkeu: Mereka Gak Tahu Fiskal Kita

Lembaga keuangan internasional Bank Dunia (World Bank) baru-baru ini merilis proyeksi yang menyoroti pertumbuhan ekonomi Indonesia, memprediksi angka di bawah 5 persen untuk tahun 2025 dan 2026, tepatnya hanya 4,8 persen. Proyeksi ini sontak ditanggapi oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu), yang memiliki pandangan berbeda.

Febrio Kacaribu, Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, menegaskan bahwa Bank Dunia belum sepenuhnya memahami dinamika kebijakan fiskal Indonesia yang dirancang untuk mengakselerasi pertumbuhan. Ia menyoroti berbagai stimulus dan penempatan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun di lima bank milik negara atau Himbara, yang diyakini menjadi pendorong signifikan bagi perekonomian nasional.

Berbicara di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Selatan pada Kamis (9/10/2025), Febrio menjelaskan, “World Bank kan nggak tahu tentang fiskal kita. Jadi, sebagai outsider, mereka melihat dari luar, dan itu bagus, kita bisa dapat feedback. Seperti saya jelaskan, ada stimulus, satu, dua, tiga mesin-mesin pertumbuhan. Memang World Bank tahu soal Rp200 triliun itu? Kan enggak.” Pernyataan ini menegaskan pandangan Kemenkeu bahwa proyeksi ekonomi tersebut mungkin tidak memperhitungkan secara penuh inisiatif domestik yang tengah berjalan.

Meskipun demikian, pemerintah Indonesia tetap bersikap terbuka terhadap berbagai masukan dari lembaga internasional terkait data pertumbuhan ekonomi. Febrio mengakui bahwa dalam beberapa tahun terakhir, proyeksi ekonomi yang disampaikan Bank Dunia terhadap Indonesia sering kali meleset dari realisasi. “Tapi tidak masalah, kita anggap itu sebagai feedback yang baik. Justru kita senang karena banyak pihak memantau ekonomi Indonesia—artinya mereka tertarik,” ujarnya, menunjukkan apresiasi terhadap perhatian global terhadap ekonomi Indonesia.

Febrio juga meluruskan persepsi mengenai peran Bank Dunia. Ia menegaskan bahwa lembaga tersebut bukanlah auditor atau pengawas kebijakan fiskal nasional, melainkan entitas yang memiliki kepentingan untuk berinvestasi di Indonesia, baik melalui pembiayaan proyek maupun kemitraan strategis. Pemerintah, kata Febrio, berhak menolak tawaran pinjaman jika bunga atau syaratnya dinilai terlalu mahal, menunjukkan kedaulatan Indonesia dalam menentukan kerja sama ekonomi.

Dalam konteks yang lebih luas, Kemenkeu menyatakan pemerintah tetap optimistis pertumbuhan ekonomi akan mencapai target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yaitu 5,2 persen pada tahun 2025 dan 5,4 persen pada tahun 2026. Optimisme ini tidak hanya didasarkan pada strategi fiskal domestik, tetapi juga pada pengamatan bahwa banyak lembaga internasional lain, seperti OECD, IMF, dan ADB, terus memantau perkembangan ekonomi nasional.

Minat tersebut didorong oleh peluang investasi di Indonesia dan potensi kerja sama. Febrio mencontohkan, OECD yang merupakan perpanjangan tangan negara-negara maju, memantau untuk mengidentifikasi peluang investasi, sementara IMF dan ADB secara rutin menyalurkan pembiayaan miliaran dolar untuk berbagai proyek pembangunan di Tanah Air. Hal ini semakin memperkuat keyakinan pemerintah akan prospek cerah ekonomi Indonesia di tengah dinamika global.