Ussindonesia.co.id JAKARTA. Langkah progresif Bank Indonesia (BI) dalam melonggarkan kebijakan moneternya kini membuka peluang signifikan bagi sektor perbankan. Dampak positif ini diperkirakan akan sangat terasa, terutama bagi bank-bank dengan skala operasional yang lebih kecil, yang memiliki eksposur kuat terhadap produk kredit multiguna.
Kebijakan akomodatif BI ini bukan tanpa alasan. Tercatat, sepanjang tahun 2025, Bank Indonesia telah melakukan pemangkasan suku bunga acuan sebanyak lima kali. Puncaknya, pada periode September 2025, BI kembali memangkas BI Rate sebesar 25 basis poin (bps), membawanya turun ke level 4,75%. Serangkaian penurunan suku bunga acuan ini secara langsung berimplikasi pada dinamika pasar keuangan.
Analis dari NH Korindo Sekuritas, Leonardo Lijuwardi, menyoroti bahwa efek positif dari kebijakan moneter ini tidak hanya akan dinikmati oleh bank-bank besar. Justru, bank-bank dengan skala lebih kecil pun akan merasakan manfaat signifikan. Menurut Leonardo, pelonggaran suku bunga acuan berpotensi besar untuk memacu pertumbuhan kredit secara keseluruhan, sekaligus memberikan angin segar bagi bank kecil yang selama ini cenderung menanggung biaya dana yang lebih tinggi.
Leonardo menambahkan, pemangkasan suku bunga acuan ini menjadi momentum emas yang strategis, khususnya bagi bank-bank dalam kategori Kelompok Bank Modal Inti (KBMI) I dan II. Dengan cermat meramu ulang portofolio kredit mereka, bank-bank kecil ini berkesempatan besar untuk mendongkrak profitabilitas di tengah iklim suku bunga yang lebih rendah. Ini adalah waktu yang tepat untuk optimalisasi.
Lebih lanjut, Leonardo menekankan bahwa dalam kondisi suku bunga yang kian rendah, jenis portofolio kredit yang paling menarik untuk digenjot adalah kredit multiguna. Logikanya sederhana: penurunan suku bunga acuan secara langsung akan meringankan beban cicilan kredit multiguna, menjadikannya lebih terjangkau dan menarik bagi masyarakat.
“Ketika suku bunga turun, beban cicilan akan terasa lebih ringan. Kondisi ini secara alami akan mendorong minat masyarakat untuk mengajukan kredit guna memenuhi berbagai kebutuhan, baik konsumtif maupun produktif,” jelas Leonardo, Kamis (25/9/2025).
Dengan demikian, bank-bank dengan skala kecil yang memiliki eksposur kuat pada segmen kredit multiguna, seperti skema payroll financing, berada pada posisi yang sangat menguntungkan di era suku bunga rendah ini. Keunggulan kredit multiguna terletak pada karakteristik pinjamannya yang sangat fleksibel, dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan konsumtif maupun produktif, proses persetujuan yang relatif cepat, dan yang terpenting, kualitas asetnya cenderung lebih terjaga.
Salah satu contoh nyata bank yang siap memetik keuntungan dari kondisi ini adalah Bank Woori Saudara (BWS). Sebagai bank yang masuk kategori KBMI II dan memiliki eksposur signifikan pada segmen kredit multiguna, BWS unggul dengan portofolio kredit untuk pegawai yang dikenal luas sebagai KUPEG. Bank asal Korea Selatan ini, dengan produk KUPEG-nya, diprediksi akan sangat diuntungkan di tengah iklim suku bunga yang rendah.
Untuk diketahui, BWS menawarkan dua produk kredit KUPEG yang dirancang khusus untuk pegawai, yaitu KUPEG Swasta dan KUPEG ASN/TNI. Produk KUPEG Swasta menyediakan plafon pinjaman mulai dari Rp1 juta hingga Rp150 juta. Sementara itu, untuk KUPEG ASN/TNI, nilai plafon pinjamannya lebih besar, berkisar antara Rp1 juta hingga Rp500 juta, disesuaikan dengan kebutuhan dan kapasitas pegawai negeri, prajurit, maupun polisi.
Keberhasilan segmen KUPEG ini terlihat dari data penyaluran pinjaman BWS. Hingga periode Juni 2025, BWS telah berhasil menyalurkan pinjaman sebesar Rp4,0 triliun melalui segmen ini, menunjukkan pertumbuhan solid sebesar 3% secara tahunan (year-on-year/yoy). Kontribusi KUPEG terhadap total penyaluran kredit BWS pun tidak main-main, mencapai angka 9%, menegaskan perannya yang vital dalam portofolio bank.
Leonardo menjelaskan lebih detail mengenai karakteristik unggul dari kredit untuk pegawai. Umumnya, pembayaran cicilan dan bunga dipotong langsung dari gaji debitur, yang meminimalkan risiko keterlambatan. Selain itu, persyaratannya relatif mudah, termasuk kelengkapan dokumen seperti Surat Keputusan (SK) Kerja, menjadikan proses pengajuan lebih efisien dan cepat.
Berbagai karakteristik tersebut menjadikan portofolio kredit multiguna untuk pegawai sangat menarik bagi perbankan. Stabilitas arus kas debitur yang berasal dari gaji rutin, memudahkan bank untuk melakukan penilaian kelayakan kredit secara lebih akurat. Pada akhirnya, hal ini berkontribusi signifikan dalam menjaga rasio kredit macet (NPL) tetap berada pada level yang terkendali, sebuah indikator kunci kesehatan finansial bank.
“Dengan demikian, ruang untuk pertumbuhan dan ekspansi bagi bank-bank yang fokus pada segmen ini tetap sangat terbuka lebar. Ditambah lagi, rasio NPL yang terjaga akan menjadi fondasi kuat yang membantu bank mempertahankan profitabilitas yang solid dan berkelanjutan,” pungkas Leonardo, memberikan pandangan optimis terhadap prospek sektor ini.