
Ussindonesia.co.id , JAKARTA — Bank Indonesia (BI) menjelaskan skema baru kesepakatan berbagi beban (burden sharing) pembiayaan fiskal dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk program prioritas Presiden Prabowo Subianto. BI ikut menanggung beban bunga pembiayaan program Koperasi Desa Merah Putih hingga 3 Juta Rumah.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan skema burden sharing itu berbeda dengan yang dilakukan saat pandemi Covid-19, di mana situasi kedaruratan memperbolehkan BI membeli Surat Berharga Negara (SBN) pemerintah dari pasar primer guna pembiayaan fiskal. Burden sharing untuk program prioritas Presiden seperti Koperasi Desa Merah Putih dan 3 Juta Rumah itu telah disepakati otoritas moneter dan fiskal pada 4 September 2025 lalu.
Pembelian SBN, kata Perry, merupakan bagian dari strategi moneter BI yang ekspansif. Selain itu, BI menyepakati dengan Kemenkeu untuk berbagi beban bunga pembiayaan.
“Masalah beban bunganya kami juga sudah menyepakati supaya untuk program-program ekonomi kerakyatan kami menyadari, kan enggak wajar masa program ekonomi kerakyatan beban bunganya suku bunga pasar. Kami juga memahami itu, sehingga untuk program-program ekonomi kerakyatan dalam Asta Cita, yuk kita separuh-separuh,” jelas Perry di hadapan Komisi XI DPR, Senin (22/9/2025).
Cara berbagi beban bunga yang disepakati BI dan Kemenkeu, jelas Perry, adalah dengan membagi dua sama rata beban bunga penerbitan SBN tenor 10 tahun untuk pembiayaan Kopdes Merah Putih maupun program perumahan rakyat. Beban bunga yang dibagi dua itu setelah dikurangi penerimaan atas penempatan dana pemerintah untuk kedua program tersebut di lembaga keuangan.
: Pemerintah Bakal Gelar Lelang SUN Besok (23/9), Incar Dana Rp27 Triliun
Misalnya, untuk program perumahan, pemerintah mendapatkan imbal hasil 0,5% atas penempatan dananya. Bunga penerbitan SBN tenor 10 tahun, yakni 6,3% itu lalu dikurangi imbal hasil 0,5% sehingga menjadi 5,8% untuk dibagi dua penanggungan bebannya secara sama rata antara BI dan pemerintah.
“5,8% dibagi 2 [jadi] 2,9%. BI bayar 2,9% ke pemerintah, sehingga neto beban pemerintah 6,3% dikurangi 0,5% terus dari BI [bantu] 2,9%, nett-nya sama dengan BI 2,9%,” terang Perry.
Kemudian, untuk Kopdes Merah Putih, pemerintah mendapatkan 2% dari penempatan dananya di perbankan. Biaya penerbitan SBN tenor 10 tahun sebesar 6,3%, kemudian dikurangi 2%, menjadi 4,3% untuk dibagi sama rata pula antara pemerintah dan BI. Hasilnya, masing-masing bank sentral dan pemerintah menanggung bebas 2,15%.
“Kami perlu ekspansif. Enggak cukup turunkan [volume] SRBI, kami perlu beli SBN di pasar sekunder. Nah, pemerintah sebagian dana SBN untuk ekonomi kerakyatan, ya sudah kami ikut bantu,” terang Gubernur BI dua periode itu.
Adapun, langkah ekspansif BI sejak awal tahun ini dilakukan dengan berbagai cara, meliputi pembelian SBN di pasar sekunder hingga Rp217 triliun, penempatan insentif likuiditas makroprudensial hingga Rp383,6 triliun, serta penurunan volume Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) Rp200 triliun.