
Ussindonesia.co.id , JAKARTA — PT Danantara Investment Management (Persero) siap menancapkan jejaknya di kancah pasar keuangan nasional, membawa serta komitmen kuat untuk memperkokoh likuiditas pasar saham Indonesia. Langkah strategis ini diawali dengan rencana penyaluran investasi masif senilai US$10 miliar, setara dengan sekitar Rp165,8 triliun, yang akan dimulai pada Oktober 2025.
Chief Investment Officer (CIO) Danantara Indonesia, Pandu Sjahrir, menjelaskan alokasi dana segar ini. Sekitar 80% dari total investasi tersebut akan memrioritaskan proyek-proyek strategis di sektor domestik, sementara 20% sisanya disiapkan untuk ekspansi investasi ke luar negeri. Pandu mengungkapkan kepada Reuters pekan lalu, “Bulan ini adalah pertama kalinya kami menyalurkan modal. Dalam tiga bulan pertama saja, kami sudah harus menginvestasikan hampir US$10 miliar.” Ini mengindikasikan laju investasi yang sangat agresif.
Deretan proyek awal yang akan digarap oleh Danantara Investment Management (DIM) mencakup berbagai sektor vital. Di antaranya adalah inisiatif pembangunan desa haji di Arab Saudi, proyek energi hulu yang berkolaborasi dengan Pertamina, serta pengembangan fasilitas waste to energy (pengolahan sampah menjadi energi). Seluruh proyek ini diharapkan mulai menunjukkan operasional penuh pada akhir 2025.
Khusus untuk proyek Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL), Danantara memproyeksikan kebutuhan dana antara Rp66 triliun hingga Rp99 triliun. Anggaran ini akan dialokasikan untuk pembangunan fasilitas di 33 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Perkiraan investasi tersebut didasari oleh kebutuhan untuk satu titik PSEL berkapasitas 1.000 ton per hari beserta infrastruktur pendukungnya, yang diperkirakan memakan biaya sekitar Rp2 hingga Rp3 triliun.
Selain berfokus pada pembiayaan sektor riil, Danantara juga memiliki agenda penting untuk menggenjot likuiditas pasar saham Indonesia. Saat ini, rata-rata nilai perdagangan harian di bursa kita masih berkisar US$1 miliar, jauh di bawah India yang mampu mencapai US$10 hingga US$11 miliar. Menyoroti urgensi ini, Pandu Sjahrir menekankan, “Kami membutuhkan pasar modal yang kuat agar private market bisa masuk, karena pasar saham merupakan sarana untuk mengalirkan kembali modal tersebut.”
Berdasarkan analisis Bisnis, jika antara 5%–10% dari total dana investasi Danantara dialokasikan untuk penguatan pasar saham, maka jumlahnya bisa mencapai rentang Rp8,29 triliun hingga Rp16,58 triliun. Angka ini sejalan dengan pernyataan Pandu Sjahrir pada April 2025 yang telah menggarisbawahi kesiapan Danantara untuk berperan sebagai liquidity provider pasar saham Indonesia.
Respons positif datang dari Bursa Efek Indonesia (BEI) terkait niat Danantara untuk menjadi penyedia likuiditas. Namun demikian, regulasi BEI saat ini masih membatasi peran liquidity provider hanya untuk Anggota Bursa. “BEI menyambut baik Danantara untuk mendorong dan mendukung Anggota Bursa yang merupakan anak dari BUMN agar turut serta menjadi liquidity provider, tidak hanya untuk perusahaan lighthouse, tetapi juga untuk saham-saham yang masuk ke dalam Daftar Efek Liquidity Provider Saham,” jelas Nyoman, pada Senin (23/6/2025). Ini mengindikasikan adanya ruang kolaborasi meski dengan batasan regulasi yang ada.
Menariknya, Danantara pernah menunjukkan perannya sebagai liquidity provider secara nyata, yaitu ketika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menghadapi tekanan tajam yang berujung pada trading halt. Rohan Hafas, Managing Director Stakeholders Management Danantara Indonesia, mengungkapkan bahwa lembaga investasi ini sangat meyakini bahwa pelaku usaha dan investasi memegang peran krusial dalam upaya transformasi ekonomi bangsa.
“Danantara bahkan sempat masuk ke pasar modal saat bursa mengalami tekanan cukup dalam. Seperti kita tahu, likuiditas di bursa masih relatif dangkal, sehingga sangat mudah naik dan turun,” papar Rohan Hafas dalam gelaran Bisnis Indonesia Award 2025. Pernyataan ini merujuk pada momen saat BEI sempat memberhentikan sementara perdagangan atau trading halt IHSG setelah anjlok 5% pada 18 Maret 2025, dan kembali merosot lebih dari 8% pada April di tahun yang sama. Kejadian ini memperkuat argumen tentang pentingnya kehadiran penyedia likuiditas di pasar.
Disclaimer: Artikel ini disajikan semata-mata sebagai informasi dan tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham. Segala keputusan investasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas potensi kerugian atau keuntungan yang mungkin timbul dari keputusan investasi yang diambil.
Ringkasan
PT Danantara Investment Management berencana menginvestasikan US$10 miliar (sekitar Rp165,8 triliun) di pasar keuangan Indonesia mulai Oktober 2025, dengan fokus utama pada proyek strategis domestik (80%) dan sisanya untuk ekspansi ke luar negeri. Proyek awal meliputi pembangunan desa haji di Arab Saudi, proyek energi hulu dengan Pertamina, dan pengembangan fasilitas pengolahan sampah menjadi energi (waste to energy) di 33 kabupaten/kota, yang membutuhkan dana sekitar Rp66 triliun hingga Rp99 triliun.
Selain sektor riil, Danantara juga berupaya meningkatkan likuiditas pasar saham Indonesia, yang saat ini masih jauh di bawah India. Bursa Efek Indonesia (BEI) menyambut baik inisiatif ini, meskipun regulasi saat ini membatasi peran penyedia likuiditas hanya untuk Anggota Bursa. Danantara sebelumnya pernah berperan sebagai penyedia likuiditas saat IHSG mengalami tekanan tajam, membuktikan pentingnya peran tersebut dalam menjaga stabilitas pasar.