Ussindonesia.co.id JAKARTA. Sebuah angin segar berembus bagi PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) seiring rencana suntikan modal masif dari Danantara. Skema Penambahan Modal Tanpa Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD), atau yang lebih dikenal sebagai private placement, diperkirakan akan membawa sentimen positif yang signifikan bagi maskapai penerbangan nasional ini. Kabar baik ini terungkap melalui keterbukaan informasi yang dirilis pada 6 Oktober 2025, menandai langkah krusial dalam upaya restrukturisasi Garuda Indonesia.
Penyertaan modal ini, yang difasilitasi oleh PT Danantara Asset Management, bertujuan utama untuk mempercepat dan memperkuat proses restrukturisasi GIAA. Dana segar akan digelontorkan dalam dua bentuk utama. Pertama, PT Danantara Asset Management akan menyuntikkan modal secara tunai kepada GIAA senilai US$ 1,44 miliar melalui pengambilan bagian atas saham yang diterbitkan dalam private placement. Kedua, utang dalam Perjanjian Pinjaman Pemegang Saham yang melibatkan GIAA sebagai debitur, Danantara Asset Management sebagai kreditur, dan Citilink sebagai obligor tertanggal 24 Juni 2023 senilai US$ 405 juta juga akan dikonversi menjadi saham melalui skema yang sama. Dengan demikian, total dana yang disebutkan dalam keterbukaan informasi mencapai US$ 1,48 miliar. Apabila mengacu pada asumsi kurs Rp 16.597 per dolar Amerika Serikat, angka tersebut setara dengan Rp 24,55 triliun.
Menanggapi geliat positif ini, Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza C. Suryanata, memberikan pandangannya. Liza memperkirakan bahwa dengan private placement sekitar US$ 1,85 miliar, ekuitas GIAA berpotensi membaik secara drastis, bahkan menjadi positif sekitar US$ 350 juta. Lebih lanjut, perhitungan Kiwoom Sekuritas Indonesia menunjukkan bahwa suntikan modal signifikan ini akan mendongkrak current ratio GIAA ke kisaran 1,5 kali, sekaligus memangkas beban liabilitas maskapai melalui konversi pinjaman senilai sekitar US$ 405 juta. Analisis ini, yang dirilis pada Rabu (8/10), memberikan gambaran jelas mengenai potensi perbaikan fundamental keuangan Garuda Indonesia.
Kendati demikian, Liza Suryanata menekankan bahwa perbaikan tersebut sangat bergantung pada restu dari Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang dijadwalkan pada 12 November 2025. Persetujuan ini krusial agar manajemen Garuda Indonesia dapat mengeksekusi strategi disiplin biaya secara ketat, meningkatkan utilitas armada secara efisien, dan memperkuat tata kelola perusahaan. Selain aspek finansial, Liza juga menyoroti pentingnya peran Danantara yang harus melampaui sekadar penyertaan modal.
Dalam pandangan Liza, Danantara diharapkan tidak hanya menjadi penyedia dana, melainkan juga mitra strategis yang secara aktif “mengunci KPI (Key Performance Indicators) keras dan transparan”. Lebih dari itu, peran Danantara harus mampu mengikat insentif manajemen dengan pencapaian target-target tersebut, dalam tenggat waktu antara enam hingga 12 bulan. Sinergi antara suntikan modal dan pengawasan kinerja yang ketat ini diharapkan dapat membawa Garuda Indonesia (GIAA) menuju fase kebangkitan yang lebih solid dan berkelanjutan di masa mendatang, memperkuat posisinya di industri penerbangan Tanah Air.