Efek AS Pangkas Suku Bunga 2025: Peluang atau Ancaman bagi Indonesia?

Ussindonesia.co.id, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) memproyeksikan Bank Sentral Amerika Serikat, atau Federal Reserve (The Fed), akan melakukan penurunan suku bunga acuannya minimal satu kali pada tahun 2025. Prediksi ini menyusul keputusan The Fed yang pada bulan September ini telah memangkas suku bunga kebijakannya sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,25%, sebuah langkah yang diambil seiring dengan meningkatnya tingkat pengangguran dan melambatnya inflasi di Negara Paman Sam.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam rapatnya dengan Komisi XI DPR pada Senin (22/9/2025), menjelaskan bahwa The Fed telah memulai siklus penurunan suku bunga. “Fed Fund Rate sudah memulai penurunan suku bunganya terakhir September, dan kami perkirakan di tahun ini setidaknya mungkin sekali lagi. Sebagian besar mengatakan dua kali, tapi kami baseline-nya satu kali,” papar Perry.

Sejalan dengan ekspektasi penurunan suku bunga tersebut, imbal hasil surat utang negara AS atau yield US Treasury (UST) turut memperlihatkan tren penurunan. Lebih lanjut, indeks mata uang dolar AS juga diperkirakan akan terus melemah secara bertahap dalam jangka waktu mendatang, mencerminkan pergeseran sentimen pasar global.

Meski demikian, Perry menekankan bahwa aliran modal asing ke negara-negara berkembang (emerging market) seperti Indonesia masih diwarnai volatilitas. Oleh karena itu, Bank Indonesia terus mewaspadai dampak rambatan global ini melalui perumusan kebijakan moneter yang cermat, tidak hanya untuk mempertahankan stabilitas ekonomi tetapi juga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

Kewaspadaan ini bukan tanpa alasan. Berdasarkan data BI pekan lalu, dari tanggal 15 hingga 18 September 2025, pasar keuangan Indonesia mencatat arus keluar modal asing signifikan, mencapai Rp8,12 triliun. Investor asing tercatat paling banyak menjual Surat Berharga Negara (SBN) pemerintah senilai Rp5,49 triliun dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp2,79 triliun, meskipun masih ada pembelian neto Rp160 miliar di pasar saham.

Sementara itu, Bank Indonesia sendiri telah mengambil langkah proaktif dengan memangkas suku bunga acuannya, atau BI Rate, sebesar 1,5% atau 150 basis poin, menjadi 4,75% pada September 2025. Tingkat suku bunga BI Rate ini merupakan yang terendah sejak Oktober 2022, menunjukkan komitmen bank sentral dalam merespons dinamika ekonomi.

Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 16-17 September 2025, bank sentral juga menurunkan suku bunga deposito atau deposit facility sebesar 50 basis poin menjadi 3,75%. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong perbankan agar lebih optimal dalam memanfaatkan likuiditas berlebihnya, menyalurkannya sebagai kredit kepada sektor riil, sehingga turut memacu aktivitas ekonomi.

Menatap ke depan, Gubernur Perry Warjiyo menegaskan bahwa pihaknya akan terus mencermati ruang untuk potensi penurunan BI Rate lebih lanjut menjelang akhir 2025. Pertimbangan utama akan mencakup prospek inflasi yang diperkirakan tetap rendah pada tahun 2025 dan 2026, serta pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Tentu saja, stabilitas nilai tukar rupiah akan tetap menjadi faktor krusial dalam setiap keputusan kebijakan suku bunga yang diambil Bank Indonesia.

Ringkasan

Bank Indonesia (BI) memproyeksikan The Fed akan menurunkan suku bunga acuan minimal satu kali pada tahun 2025, mengikuti pemangkasan sebelumnya di bulan September. Penurunan suku bunga The Fed ini diantisipasi akan mempengaruhi yield US Treasury dan berpotensi melemahkan indeks dolar AS, namun aliran modal asing ke negara berkembang seperti Indonesia masih akan volatil.

BI sendiri telah menurunkan BI Rate menjadi 4,75% dan suku bunga deposito untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik. Gubernur BI menyatakan akan terus memantau ruang untuk penurunan suku bunga lebih lanjut, mempertimbangkan inflasi rendah, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nilai tukar rupiah.