Ussindonesia.co.id, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa kembali menyoroti kebijakan fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) yang dinilai berkontribusi pada perlambatan pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, penyimpanan dana pemerintah yang signifikan di bank sentral, yang pernah mencapai angka fantastis Rp800 triliun, menjadi salah satu penyebab utama.
Purbaya menyatakan bahwa minimnya likuiditas yang beredar dalam beberapa waktu terakhir mengakibatkan pertumbuhan ekonomi terhambat. Ia bahkan menyebut otoritas fiskal dan moneter “berdosa” atas perlambatan ini, khususnya selama periode pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 yang tercatat sebesar 5,12% yoy (year-on-year) oleh BPS, merupakan penurunan dari 4,87% yoy pada kuartal I/2025, menjadi bukti nyata dampak kebijakan tersebut.
Dalam pidato kunci pada acara Great Lecture Transformasi Ekonomi Nasional: Pertumbuhan yang Inklusif Menuju 8% di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (11/9/2025), Purbaya menjelaskan, “Karena suplai uang di sistemnya berbeda rezimnya. Dosanya bukan pemerintah saja, bank sentral juga ikut terlibat.” Ia mengkritik penerbitan instrumen utang seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) oleh BI, yang menurutnya menyebabkan perbankan lebih memilih menyimpan dana di instrumen tersebut daripada menyalurkannya sebagai kredit ke sektor riil.
Selain itu, Purbaya juga menyoroti lambatnya belanja pemerintah sebagai faktor penyebab minimnya uang beredar. Dana yang berasal dari utang dan pajak, ia katakan, hanya “parkir” di BI. “Pemerintah kan ngeluarin utang, tarik pajak, uangnya turun di mana? Taruh di BI. Mereka pikir, oh aman, uangnya aman di sana. Bagus. Tapi yang mereka lupa, ini kan ada sistem. Tarik ke sini, di sana kering,” tegas mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ini.
Purbaya menjabarkan fluktuasi jumlah dana pemerintah yang disimpan di BI dan perbankan. Ia menyebutkan pernah mencapai hampir Rp800 triliun di bank sentral, sementara per Juni 2025, sekitar Rp488 triliun di BI dan Rp394 triliun di bank umum. Angka ini turun menjadi sekitar Rp425 triliun di BI pada saat pernyataan tersebut disampaikan. Sebagai perbandingan, pada Desember 2024, dana pemerintah mencapai Rp495 triliun di BI dan Rp319 triliun di bank umum. Ia menyoroti besarnya bunga yang harus dibayarkan pemerintah untuk dana menganggur tersebut, yang menurutnya merupakan pemborosan signifikan.
Sebagai solusi, Purbaya memutuskan untuk menyalurkan Rp200 triliun dari dana pemerintah yang disimpan di BI kepada enam bank Himbara: Mandiri, BNI, BRI, BTN, BSI, dan BSN. Dana tersebut diharapkan dapat segera disalurkan sebagai kredit ke sektor riil, efektif mulai Jumat (12/9/2025), guna mendorong pertumbuhan ekonomi.
Ringkasan
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyalahkan kebijakan fiskal dan moneter, khususnya penyimpanan dana pemerintah di Bank Indonesia hingga Rp800 triliun, sebagai penyebab perlambatan ekonomi. Ia mengkritik penerbitan SRBI oleh BI dan lambatnya belanja pemerintah yang mengakibatkan dana hanya “parkir” di BI, sehingga mengurangi likuiditas yang beredar dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Sebagai solusi, Purbaya memutuskan untuk mengalihkan Rp200 triliun dana pemerintah dari BI ke enam bank Himbara untuk segera disalurkan sebagai kredit ke sektor riil. Langkah ini diharapkan efektif mendorong pertumbuhan ekonomi, mengingat tingginya bunga yang harus dibayarkan pemerintah atas dana menganggur yang sebelumnya disimpan di BI.