Gangguan Operasional Tekan Kinerja BUMA Internasional Grup (DOID), Ini Saran Analis

Gangguan operasional yang signifikan telah menghantam kinerja keuangan PT BUMA Internasional Grup Tbk (DOID) pada semester I-2025. Meskipun demikian, emiten kontraktor pertambangan ini masih memiliki peluang untuk memulihkan kinerjanya, kendati tekanan harga di industri batubara tetap menjadi ancaman utama yang perlu diwaspadai.

Penurunan performa DOID terlihat jelas dari terkoreksinya pendapatan sebesar 15% secara year-on-year (yoy) menjadi US$ 730 juta pada semester pertama 2025. Koreksi pendapatan ini utamanya dipicu oleh berkurangnya volume overburden removal sebesar 23% yoy menjadi 209 juta bcm. Selain itu, produksi batubara DOID juga ikut menyusut 10% yoy, hanya mencapai 38 juta ton. Performa yang lesu ini disebabkan oleh faktor-faktor eksternal seperti cuaca ekstrem dan penghentian operasional akibat insiden keselamatan yang melibatkan pihak ketiga pada kuartal I-2025.

Dampak dari kondisi tersebut berujung pada penurunan drastis EBITDA DOID, yang tercatat sebesar US$ 64 juta dengan margin 11% pada semester I-2025, jauh lebih rendah dibandingkan 22% pada periode yang sama tahun sebelumnya. Bahkan, perusahaan mencatat rugi bersih hingga US$ 80 juta, terutama akibat rendahnya EBITDA dan adanya pencadangan piutang untuk operasional di Australia. Di sisi lain, belanja modal atau capital expenditure (capex) DOID justru mengalami kenaikan signifikan sebesar 40% yoy menjadi US$ 111 juta selama Januari-Juni 2025. Dari total tersebut, US$ 53 juta dialokasikan untuk pengembangan kawasan tambang, sementara US$ 58 juta untuk pemeliharaan fasilitas.

Meski menghadapi tantangan di awal tahun, Iwan Fuad Salim, Direktur BUMA International Group, menyatakan bahwa kinerja DOID pada kuartal II-2025 telah menunjukkan progres pemulihan yang nyata. “Dengan memperkuat fundamental operasional dan meminimalkan dampak akibat curah hujan, kami berhasil meningkatkan reliabilitas serta memulihkan profitabilitas bulanan menjelang akhir kuartal,” ungkapnya dalam siaran pers yang diterima pada Selasa (30/9). Pernyataan ini memberikan sinyal positif mengenai kemampuan perusahaan beradaptasi.

Secara terpisah, Muhammad Wafi, seorang Analis dari Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), sependapat bahwa prospek kinerja DOID di semester II-2025 semestinya akan lebih baik. Hal ini mengingat gangguan operasional yang sempat terjadi pada kuartal pertama telah berhasil diatasi. Menurutnya, DOID juga menunjukkan kemampuan untuk menjaga volume produksi dan efisiensi biaya di tengah volatilitas harga batubara global. “Peluang meraih laba tetap ada, namun target yang lebih realistis adalah meminimalkan rugi dan mencapai EBITDA positif,” jelas Wafi pada Rabu (1/10).

Sebagai kontraktor pertambangan, Wafi merekomendasikan DOID untuk fokus pada peningkatan efisiensi operasional dan utilisasi alat berat. Selain itu, strategi renegosiasi kontrak dengan klien dianggap penting untuk melindungi margin di tengah rendahnya harga batubara. Diversifikasi bisnis juga menjadi kunci, termasuk eksposur ke batubara non-termal (metalurgi) yang memiliki target pasar berbeda. Namun, Wafi mengingatkan bahwa “Diversifikasi ini bisa jadi penopang, tapi butuh eksekusi dan timing yang pas karena harga batubara metalurgi juga fluktuatif.”

Lebih lanjut, Wafi menyarankan agar DOID tidak terburu-buru melakukan ekspansi ke luar negeri jika tingkat leverage dan arus kas masih ketat. Emiten ini sebaiknya memprioritaskan stabilisasi kinerja dan penguatan arus kas di dalam negeri terlebih dahulu. Ekspansi geografis tetap relevan untuk jangka panjang, tetapi memerlukan momentum yang tepat dan struktur pendanaan yang sehat. Hal ini relevan mengingat DOID sebelumnya telah mengumumkan batalnya rencana akuisisi tambang batubara metalurgi di Dawson Complex, Australia, pada pertengahan Agustus lalu karena tidak tercapainya kesepakatan terkait Material Adverse Change.

Mengakhiri analisisnya, Muhammad Wafi merekomendasikan “trading buy” untuk saham DOID, dengan target harga optimis di level Rp 400 per saham.