Grup Barito Prajogo Pangestu Jadi Mesin IHSG Selama September 2025

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan performa yang mengesankan pada September 2025, dengan lonjakan signifikan yang sebagian besar didorong oleh saham-saham Grup Barito Pacific milik taipan Prajogo Pangestu. Periode ini menandai penguatan indeks komposit sebesar 2,94% secara bulanan (MoM), sekaligus mengukuhkan kapitalisasi pasar mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah, menyentuh angka Rp14.890 triliun. Kontribusi nyata dari emiten-emiten Grup Barito terbukti vital, menempatkan mereka dalam daftar 10 besar top movers atau penggerak indeks selama bulan September.

Secara spesifik, PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) muncul sebagai kontributor utama dengan bobot 96,83 poin terhadap IHSG. Kenaikan harga sahamnya yang mencapai 71,23% menjadi Rp3.750 mendorong kapitalisasi pasar perseroan naik tajam menjadi Rp351,55 triliun. Menyusul di urutan keenam, PT Petrosea Tbk. (PTRO) mencatat lonjakan harga saham sebesar 78,76% ke level Rp6.775, dengan market cap tembus Rp68,33 triliun, menyumbangkan 18,33 poin ke indeks. Sementara itu, PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) menempati peringkat ke-10, dengan kontribusi positif sebesar 13,24 poin pada IHSG, didukung pertumbuhan saham 3,88% selama September dan kapitalisasi pasar fantastis senilai Rp1.254,25 triliun. Jika diakumulasikan, total kapitalisasi pasar BRPT, PTRO, dan BREN mencapai Rp1.674,13 triliun, yang berarti ketiga emiten ini menyumbang sekitar 11,24% terhadap total kapitalisasi pasar IHSG per September 2025.

Nafan Aji Gusta, seorang Senior Market Chartist dari Mirae Asset Sekuritas, mengapresiasi kinerja positif IHSG sepanjang September 2025 yang membukukan kenaikan bulanan. Ia memproyeksikan tren optimis ini akan berlanjut hingga akhir tahun, bahkan performa positif tersebut diperkirakan akan terus berlanjut pada Oktober hingga Desember, berdasarkan rata-rata kinerja lima tahun terakhir.

Lebih lanjut, Nafan menjelaskan bahwa beberapa sentimen akan memengaruhi pergerakan indeks komposit menjelang akhir tahun. Dari kancah global, kondisi ekonomi yang mulai menunjukkan resiliensi di tengah ketidakpastian yang berkelanjutan menjadi salah satu pendorong utama. Dampak pengenaan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia dinilai masih relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara lain seperti China, Kanada, atau India. Di samping itu, Gubernur The Fed Jerome Powell dinilai bersikap dovish dan sangat berhati-hati dalam menerapkan kebijakan pelonggaran moneter di tengah tekanan inflasi AS. Ia menambahkan, jika hasil US Core PCE per Agustus 2025 naik di atas 2,9% dan menjauhi target inflasi 2%, The Fed sangat mungkin untuk menurunkan suku bunga satu kali lagi sebesar 25 basis poin pada Oktober 2025.

Sementara itu, dari ranah domestik, Bank Indonesia (BI) telah menerapkan kebijakan moneter yang longgar dengan memangkas BI Rate sebanyak lima kali atau total 125 basis poin sejak awal 2025, dan diperkirakan akan melanjutkan penurunan suku bunga acuan pada akhir tahun. Selain itu, paket stimulus pemerintah yang bertujuan untuk memperkuat daya tahan ekonomi domestik juga menjadi sentimen positif yang berpotensi mendorong kenaikan IHSG.

Nafan menambahkan bahwa sentimen lain yang berpotensi mendukung arus modal masuk pada kuartal IV/2025 adalah strategi window dressing, di mana manajer investasi mempercantik portofolio sebelum laporan akhir tahun, serta fenomena Santa Claus rally yang merujuk pada tren kenaikan harga saham pada pekan terakhir Desember. Pembagian dividen interim oleh sejumlah emiten berlikuiditas tinggi menjelang akhir tahun juga diharapkan dapat menjadi daya tarik signifikan bagi investor, termasuk investor asing.

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.