
Ussindonesia.co.id JAKARTA. Pasar kripto kembali diwarnai gejolak. Suasana “merah” menyelimuti bursa aset digital setelah Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, melontarkan ancaman keras untuk menaikkan tarif impor tambahan hingga 100% bagi produk-produk asal Tiongkok.
Menurut data dari Coinmarketcap, pada Selasa (7/10/2025), harga Bitcoin sempat mencatatkan lonjakan impresif hingga menyentuh US$ 126.000. Namun, euforia tersebut tak bertahan lama. Hingga Minggu (12/10/2025) pukul 15.57 WIB, harga Bitcoin tercatat menurun 0,12% menjadi US$ 111.493. Dalam kurun waktu sepekan, aset kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar ini telah anjlok signifikan sebesar 10,55%.
Tren penurunan ini tidak hanya terbatas pada Bitcoin. Total kapitalisasi pasar kripto global juga mengalami koreksi, merosot 1,23% ke angka US$ 3,71 triliun. Angka ini jauh di bawah puncaknya yang sempat menyentuh Rp 4,14 triliun pada Jumat (10/10/2025), mengindikasikan tekanan pasar yang lebih luas.
Kondisi pasar yang memanas ini tercermin pada Indeks Fear and Greed. Indeks yang menjadi barometer sentimen investor di pasar keuangan AS tersebut kini bertengger di level 31. Posisi ini jelas menunjukkan bahwa emosi investor sedang didominasi oleh “fear” atau ketakutan, menandakan kehati-hatian yang tinggi di tengah volatilitas.
Ketegangan Dagang AS-China Tekan Harga Bitcoin, Investor Diminta Tetap Waspada
Christopher Tahir, seorang Pengamat Kripto sekaligus Pengelola Channel Duit Pintar, memberikan pandangannya. Ia mencermati bahwa kemunculan kebijakan tarif baru yang digulirkan Trump terhadap Tiongkok secara langsung memukul selera risiko investor global. Ketegangan geopolitik semacam ini cenderung membuat investor beralih dari aset berisiko tinggi seperti kripto ke aset yang lebih aman.
Sebagaimana diketahui, pada Jumat (10/10/2025), Trump secara eksplisit menyatakan niatnya untuk memberlakukan tarif tambahan sebesar 100% untuk seluruh impor dari Tiongkok, sebuah langkah yang memicu kekhawatiran di pasar keuangan global.
“Selain itu, adanya gangguan sistem di Binance juga memicu penutupan posisi secara masif di pasar, memperparah tekanan jual,” tambah Christopher saat diwawancarai Kontan pada Minggu (12/10/2025).
Menurut Christopher, dalam jangka pendek, peluang terjadinya penurunan lanjutan masih terbuka lebar. Namun, ia memperkirakan koreksi yang terjadi tidak akan sebesar gelombang penurunan sebelumnya. Meskipun demikian, pasar diprediksi akan tetap bergerak dalam mode hati-hati, memantau setiap perkembangan.
“Koreksi besar ini sudah merupakan bentuk ‘deleverage’ posisi yang sangat signifikan. Oleh karena itu, kita perlu mengamati dengan seksama bagaimana kondisi pasar akan berkembang dalam sepekan ke depan,” jelas Christopher, menekankan perlunya observasi cermat.
Ke depan, faktor risiko global akan memegang peranan krusial sebagai penentu utama pergerakan pasar kripto. Sentimen investor terhadap aset berisiko, termasuk minat terhadap produk investasi inovatif seperti ETF kripto, akan sangat berpengaruh pada dinamika harga aset kripto. Perkembangan regulasi dan adopsi institusional juga menjadi perhatian penting.
Dalam kondisi saat ini, Christopher menyarankan para investor untuk tetap fokus mengumpulkan aset kripto utama dan melakukan trading jangka pendek secara strategis. Pendekatan ini diharapkan dapat membantu mitigasi risiko di tengah ketidakpastian.
“Kita sudah mendekati akhir dari siklus pasar tertentu, sehingga ada baiknya bagi investor untuk mulai mengurangi eksposur risiko secara bertahap,” pungkasnya, memberikan nasihat penting bagi para pelaku pasar.
Gara-Gara Trump vs Xi Jinping, Harga Bitcoin Terjun Bebas ke US$ 108.000