
Ussindonesia.co.id Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) kemarin (3/10) dibuka menguat, meski pasar global tengah dibayangi potensi shutdown (penutupan) pemerintah Amerika Serikat (AS). Analis melihat pasar relatif belum banyak bereaksi menyikapi langkah Amerika Serikat tersebut.
Kemarin, IHSG naik 28,57 poin atau 0,35 persen ke level 8.099,65. Sementara itu, indeks LQ45 yang berisi 45 saham unggulan ikut menguat 2,05 poin atau 0,26 persen ke posisi 785,34. “IHSG berpotensi sideways (mendatar) di level 8.050–8.100,” ujar Head of Retail Research BNI Sekuritas Fanny Suherman.
Justru dengan fenomena shutdown tersebut, analis melihat IHSG tak menutup kemungkinan untuk mengalami tren penguatan. “Jika melihat ke belakang, ketika pemerintah AS mengalami shutdown terakhir pada 2018, IHSG justru mengalami kenaikan selama periode 35 hari penutupan pemerintahan AS tersebut,” ujar Tim Riset Lotus Andalan Sekuritas.
Dari mancanegara, Menteri Keuangan AS Scott Bessent memperingatkan risiko perlambatan ekonomi akibat shutdown. “Semakin lama berlangsung, semakin besar pukulan bagi kinerja ekonomi,” ujarnya, dilansir Reuters.
Di sisi lain, nilai tukar Rupiah melanjutkan penguatan terhadap USD pada perdagangan menjelang akhir pekan. Pada penutupan Jumat (3/10), rupiah naik 43 poin ke level Rp16.555 per USD, setelah sebelumnya sempat melemah 25 poin dari posisi penutupan hari sebelumnya di Rp16.598.
Pengamat Pasar Uang Ibrahim Assuaibi memperkirakan rupiah akan bergerak mendekati kisaran Rp16.550 pada pekan depan. Menurutnya, pelaku pasar cenderung mengabaikan kekhawatiran dampak langsung dari shutdown AS. “Untuk perdagangan Senin depan, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp16.520 – Rp16.560,” ujarnya.
Dia menambahkan, pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa shutdown AS hanya memberikan efek terbatas pada pasar keuangan. “Fokus investor kini lebih tertuju pada data ketenagakerjaan swasta AS, mengingat rilis data non-farm payrolls (NFP) September 2025 tertunda akibat penghentian operasional pemerintah,” bebernya.
Dari dalam negeri, penguatan rupiah juga ditopang oleh stabilnya inflasi. Data Badan Pusat Statistik mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) September 2025 mengalami inflasi bulanan 0,21 persen dan secara tahunan sebesar 2,65 persen, masih dalam sasaran 2,5 kurang lebih 1 persen. “Ke depan, diyakini inflasi akan tetap terkendali dalam kisaran sasaran 2,5 kurang lebih 1% pada 2025 dan 2026,” tegas Ibrahim.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai penghentian operasional sementara atau shutdown Pemerintah Amerika Serikat (AS) turut memberi dampak pada agenda perundingan dagang Indonesia-AS. “Dampaknya jelas, terkait dengan perundingan dagang kan dengan shutdown ya berhenti dulu,” ujar Airlangga.
Meski demikian, dia optimistis kondisi tersebut tidak akan memengaruhi hasil akhir perundingan. Menurutnya, mayoritas poin pembahasan dengan Amerika Serikat sudah disepakati.
Airlangga juga memastikan tidak ada efek lanjutan terhadap nilai tukar rupiah. Dia menegaskan operasional pemerintahan berbeda dengan mekanisme pasar keuangan. “Tidak (mengganggu rupiah, red), itu kan (shutdown) Pemerintah Amerika, beda,” tegasnya.