IHSG Terjun Bebas! Saham Konglomerat Rontok, Ada Apa?

Ussindonesia.co.id, JAKARTA — Pasar saham Indonesia kembali diwarnai sentimen negatif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terjungkal dalam ke zona merah pada penutupan sesi I perdagangan hari ini, Jumat (17/10/2025), setelah dihantam berbagai faktor pendorong pelemahan. Penurunan ini mencerminkan kekhawatiran yang tengah menyelimuti bursa domestik maupun global.

Berdasarkan data dari RTI Business, IHSG anjlok signifikan sebesar 180,46 poin atau setara dengan 2,22%, mematok level 7.944,28 pada jeda siang. Sepanjang paruh pertama perdagangan, indeks komposit ini bergerak dalam rentang yang cukup lebar, dari 7.936,72 hingga 8.140,59, menunjukkan volatilitas yang tinggi di kalangan investor.

Pelemahan IHSG sebagian besar dipicu oleh koreksi tajam pada harga saham emiten-emiten konglomerat yang sebelumnya menjadi motor penggerak indeks. Di antara deretan saham afiliasi Prajogo Pangestu, tercatat PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) merosot 7,89%, PT Chandra Daya Investasi Tbk. (CDIA) ambruk 7,49%, PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN) jeblok 9,66%, PT Petrosea Tbk. (PTRO) terkoreksi 5,36%, dan PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) turut melemah 4,85%. Selain itu, saham PT Solusi Sinergi Digital Tbk. (WIFI), emiten afiliasi Hashim Djojohadikusumo, juga turut merosot 9,57%. Tekanan jual juga membebani saham-saham afiliasi Haji Isam, dengan PT Pradiksi Gunatama Tbk. (PGUN) yang mencapai batas auto reject bawah (ARB) setelah ambruk 14,99%, diikuti oleh PT Jhonlin Agro Raya Tbk. (JARR) yang juga terjun bebas 14,85%.

Ekky Topan, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, menjelaskan bahwa pasar saham Indonesia saat ini berada dalam posisi distribusi. Secara teknikal, tanda-tanda divergensi sudah terlihat sejak satu hingga dua pekan sebelumnya. Ia menambahkan, momentum penurunan ini mulai terasa sejak eskalasi perang tarif antara Amerika Serikat dan China kembali memanas pada pekan lalu, yang menjadi pemicu awal pelemahan pasar.

Selain ketegangan geopolitik, volatilitas pasar global semakin meningkat akibat adanya kabar mengenai potensi kredit macet di beberapa bank di AS. “Sebagai investor, melihat kekhawatiran yang meningkat, dan posisi saat ini sedang untung, ngapain? Ya taking profit, terutama di emiten-emiten konglomerasi yang jadi pendorong beberapa pekan ke belakang. Dari dalam negeri tidak ada isu apa-apa kok,” ujar Ekky, menyoroti aksi ambil untung sebagai respons alami investor terhadap situasi ini.

Sementara itu, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta, memberikan pandangan teknikal bahwa IHSG diperkirakan memiliki ruang kenaikan yang terbatas (limited upside) karena masih dalam fase konsolidasi. Meskipun MA20 dan MA60 menunjukkan tren penguatan, indikator Stochastics dan RSI masih berada di wilayah negatif, menandakan tekanan jual masih dominan. Sentimen pasar global juga turut memengaruhi, dengan potensi penutupan pemerintahan AS (US government shutdown) dan ketegangan perdagangan AS-China yang terus membayangi.

Di sisi lain, optimisme terhadap potensi penurunan suku bunga acuan The Fed (Fed Fund Rate) pada akhir Oktober terus meningkat. Namun, dari ranah domestik, pelaku pasar masih menantikan hasil rilis data investasi langsung asing (FDI) kuartal III/2025 yang diperkirakan akan terkontraksi. Data ini berpotensi memengaruhi pergerakan IHSG dalam jangka pendek, menambah daftar faktor yang perlu dicermati investor di tengah gejolak pasar saat ini.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Ringkasan

IHSG mengalami penurunan signifikan pada penutupan sesi I perdagangan, tertekan oleh koreksi tajam pada saham-saham emiten konglomerat seperti BRPT, CUAN, dan PGUN. Penurunan ini dipicu oleh kekhawatiran pasar terkait eskalasi perang tarif AS-China dan potensi kredit macet di bank-bank AS, yang mendorong aksi ambil untung oleh investor.

Analis menyebutkan IHSG berada dalam fase konsolidasi dengan ruang kenaikan terbatas dan tekanan jual yang dominan. Selain sentimen global, pelaku pasar juga menantikan rilis data investasi langsung asing (FDI) kuartal III/2025 yang diperkirakan terkontraksi, menambah faktor yang mempengaruhi pergerakan IHSG.