
Bayangan kelam kembali menyelimuti pasar penawaran saham perdana (IPO) di Amerika Serikat. Harapan akan kebangkitan yang baru saja bersemi, terancam layu seketika akibat penutupan sebagian operasional pemerintah federal AS. Padahal, sentimen positif investor dan serangkaian debut sukses di Wall Street baru saja menyuntikkan energi segar bagi aktivitas pencatatan saham baru.
Pergolakan politik di Washington mencapai puncaknya pada Rabu (1/10) waktu setempat, saat Kongres dan Gedung Putih gagal mencapai kesepakatan pendanaan. Akibatnya, Pemerintah AS terpaksa menghentikan sebagian besar operasionalnya. Bagi pasar modal, konsekuensinya sangat nyata: Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC), sebagai regulator utama, kini hanya beroperasi dengan staf esensial terbatas. Ini berarti, seluruh proses pengajuan dan peninjauan dokumen IPO praktis terhenti.
Sejumlah perusahaan yang telah siap sedia melangkah ke bursa saham, kini harus menelan pil pahit. Raksasa pesawat listrik Beta Technologies dan perusahaan makanan bayi Once Upon a Farm milik selebriti Jennifer Garner, misalnya, terpaksa menunda ambisi mereka. Ini terjadi di tengah momentum IPO yang seharusnya mulai memanas, menandakan musim gugur yang menjanjikan bagi pasar saham perdana.
Pembekuan ini merusak harapan yang baru tumbuh, bahwa tahun 2025 dapat menjadi era kebangkitan IPO sejati. Selama hampir tiga tahun terakhir, pasar IPO global memang tertekan oleh bayang-bayang suku bunga tinggi dan volatilitas pasar yang tak menentu. Kini, secercah optimisme itu kembali diuji.
Michael Ashley Schulman, mitra sekaligus CIO Running Point Capital Advisors, menegaskan dampaknya: “Shutdown membuat SEC lumpuh, artinya tidak ada tinjauan prospektus, tidak ada komentar yang diproses, dan tidak ada lampu hijau untuk IPO,” ujarnya kepada Reuters pada Rabu (1/10).
Schulman menggambarkan situasi ini dengan lugas, “Ini seperti masuk ke purgatory birokrasi di saat paling buruk, tepat ketika pasar IPO mulai mencair dari kebekuan panjang.” Sebuah metafora yang sempurna untuk menggambarkan betapa krusialnya waktu pembekuan operasional ini bagi geliat pasar modal.

Sebelum terganjal penutupan pemerintah, pasar IPO di AS sesungguhnya telah menunjukkan kinerja impresif. Hingga 29 September, total dana yang berhasil dihimpun mencapai USD 52,94 miliar dari 263 pencatatan saham perdana, menjadikannya pencapaian tertinggi sejak tahun 2021, berdasarkan data dari Dealogic. Angka ini membuktikan adanya minat besar dari investor dan potensi pertumbuhan yang signifikan.
Beberapa IPO terbesar tahun ini melibatkan nama-nama beken seperti raksasa LNG Venture Global, perusahaan buy now pay later Klarna, dan pionir komputasi awan berbasis AI CoreWeave. Di sisi lain, perusahaan asuransi jiwa Ethos Technologies juga baru-baru ini mengajukan dokumen IPO, meski belum memberikan tanggapan terkait kondisi terkini bersama Once Upon a Farm dan Beta Technologies.
Bahkan, prospek pipeline IPO hingga akhir 2025 menuju 2026 tampak cerah, diwarnai oleh daftar panjang nama-nama besar. Sebut saja produsen alat kesehatan Medline, layanan pembayaran digital PayPay yang didukung SoftBank, serta platform manajemen perjalanan bisnis Navan. Semua potensi ini kini berada di ujung tanduk.
Matt Kennedy, Senior Strategist Renaissance Capital, menyuarakan kekhawatiran yang sama: “Shutdown ini sudah mulai menggeser jadwal beberapa kesepakatan yang masih bimbang. Jika berlangsung lebih dari sepekan, pasar IPO akan benar-benar terhenti dan memutus momentum pemulihan yang kami harapkan.” Pernyataan ini menjadi pengingat pahit tentang betapa rapuhnya kebangkitan pasar dan urgensi kesepakatan politik.