Jurus Cuan Deretan Saham Multibagger Milik Taipan DCII, DSSA, hingga BRPT

Ussindonesia.co.id , JAKARTA — Sejumlah saham konglomerat berhasil mencatatkan kinerja fenomenal, mengukir status sebagai saham multibagger dengan lonjakan return berkali-kali lipat sepanjang tahun ini. Emiten-emiten yang terafiliasi dengan konglomerat ternama seperti PT DCI Indonesia Tbk. (DCII) hingga PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) menjadi sorotan utama di pasar modal. Lonjakan harga saham ini didorong oleh beragam faktor pendorong yang menarik perhatian para investor.

Berdasarkan data terkini dari Bursa Efek Indonesia (BEI) per Kamis (25/9/2025) pukul 14.00 WIB, beberapa saham unggulan ini telah menunjukkan kenaikan yang luar biasa sejak awal tahun. Harga saham DCII, misalnya, telah melonjak 608,37% secara year to date (ytd). Tidak kalah perkasa, saham PT Dian Swastika Sentosa Tbk. (DSSA) meroket 203,72% ytd, dan BRPT naik 290,22% ytd. Sementara itu, PT Chandra Daya Investasi Tbk. (CDIA) mencatatkan kenaikan fantastis sebesar 818,42% ytd, diikuti oleh PT Multipolar Technology Tbk. (MLPT) dengan lonjakan 749,86% ytd.

Deretan saham-saham multibagger ini merupakan bagian tak terpisahkan dari kelompok usaha milik konglomerat terkemuka di Indonesia. Saham DCII terafiliasi dengan nama besar Toto Sugiri dan Anthoni Salim. Sementara itu, DSSA berada di bawah naungan Grup Sinar Mas, dan MLPT tergabung dalam Grup Lippo yang dikendalikan oleh keluarga Riady. Lebih lanjut, BRPT dan CDIA adalah emiten-emiten strategis besutan taipan Prajogo Pangestu.

: Saham Konglomerat Multibagger CDIA, MLPT, DSSA, DCII Gendong IHSG ke Atas 8.000

Pengamat Pasar Modal Indonesia, Reydi Octa, menjelaskan bahwa lonjakan harga saham yang mencapai status multibagger ini dipicu oleh beberapa faktor kunci. “Reputasi dan nama besar di balik konglomerasi itu sendiri menjadi magnet kuat bagi investor. Ini sangat relevan dalam tren trading jangka pendek dan menengah saat ini, di mana investor cenderung melihat rekam jejak dan reputasi baik di balik emiten tersebut,” ungkap Reydi kepada Bisnis pada Kamis (25/9/2025).

Selain reputasi, aksi korporasi strategis juga menjadi pendorong utama. Rencana akuisisi, merger, atau diversifikasi bisnis yang dilakukan oleh emiten-emiten ini mampu memicu partisipasi publik yang masif dalam menaikkan harga saham. Bahkan, meski aksi korporasi tersebut belum sepenuhnya terealisasi, euforia di pasar modal dapat langsung mengerek harga saham dalam waktu singkat. Tak hanya itu, ketersediaan free float yang terbatas atau jumlah saham yang sedikit di publik turut berkontribusi. Kondisi ini menyebabkan permintaan menjadi besar dan harga lebih mudah terkerek saat terjadi euforia investasi.

DCI Indonesia Tbk. – TradingView

Fenomena lonjakan harga saham emiten-emiten konglomerat ini juga memiliki dampak signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Chief Economist Mirae Asset Sekuritas, Rully Wisnubroto, menuturkan bahwa performa gemilang saham tersebut menjadi penopang kekuatan IHSG yang baru-baru ini mencatatkan level tertinggi sepanjang sejarah atau all time high (ATH). IHSG telah ditutup pada level 8.126,55 pada perdagangan Rabu (24/9/2025) dan berhasil menguat 14,78% sepanjang tahun 2025 berjalan.

“Jadi, jika tidak ada saham-saham tersebut, mungkin IHSG masih berada di bawah 7.500,” tegas Rully dalam Media Day Mirae Asset yang diselenggarakan secara daring, Selasa (23/9/2025). Pernyataan ini menggarisbawahi betapa vitalnya peran sahamsaham konglomerat ini dalam menopang kinerja indeks acuan pasar modal Indonesia.

Melihat lebih dekat, Analis Samuel Sekuritas Juan Harahap dan Jonathan Guyadi menilai saham DSSA mendapatkan dorongan signifikan saat berhasil masuk ke dalam indeks bergengsi seperti Morgan Stanley Capital International (MSCI) dan FTSE Global Equity Series. “Masuknya DSSA ke indeks global telah memberikan saham ini dorongan likuiditas, momentum yang kuat, dan minat investor, yang pada gilirannya menarik arus masuk asing,” tulis Juan dan Jonathan dalam riset mereka beberapa waktu lalu.

Secara fundamental, DSSA diyakini memiliki kombinasi portofolio yang kokoh, mencakup sektor telekomunikasi dan teknologi yang berkembang pesat, serta eksposur kuat di energi terbarukan. Kombinasi ini menjanjikan dukungan pertumbuhan jangka panjang yang solid. Namun, investor juga perlu mencermati beberapa risiko yang menyertai saham DSSA, seperti persetujuan regulasi untuk pusat data, tantangan eksekusi proyek energi terbarukan, dan fluktuasi harga batu bara yang bisa memengaruhi kinerja.

: Aturan Baru Kebijakan Energi: Ekspor Batu Bara hingga Gas Diatur Satu Pintu

Beralih ke DCII, Analis PT Indo Premier Sekuritas Aurelia Barus menyebutkan bahwa DCII memiliki sumber pendapatan yang stabil berkat basis kontrak jangka panjang (3-5 tahun) dengan tingkat perpindahan konsumen yang sangat rendah. Dalam periode 2017-2024, EBITDA DCII tumbuh impresif dengan CAGR 58%. Pada paruh pertama 2025, DCII mencatatkan margin EBITDA sebesar 65,6%, sebuah angka yang kompetitif dibandingkan pesaingnya yang berkisar antara 44-74%. Keunggulan ini sebagian besar berkat kehadiran DCII yang lebih awal di industri pusat data.

Namun, Aurelia juga mengingatkan bahwa margin tersebut berpotensi kembali normal seiring dengan meningkatnya persaingan di sektor ini. Dari sisi keuangan, rasio utang terhadap ekuitas DCII yang sebesar 0,4 kali menunjukkan posisi yang sehat, memberikan ruang bagi perusahaan untuk memanfaatkan momentum ekspansi di masa depan. Perlu dicatat, belanja modal untuk membangun 1 MW pusat data diperkirakan mencapai sekitar US$10 juta. “Saat ini, saham DCII diperdagangkan pada valuasi yang sangat tinggi, yakni 651x EV/EBITDA, jauh di atas perusahaan sejenis yang berada di kisaran 18-30x. Sementara EV/MW-nya mencapai US$394 juta, berbanding perusahaan sejenis yang umumnya di angka US$8-102 juta,” jelas Aurelia, menyoroti valuasi premium yang melekat pada DCII.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.