Ketegangan Dagang AS-China Tekan Harga Bitcoin, Investor Diminta Tetap Waspada

Ussindonesia.co.id JAKARTA. Gejolak di kancah ekonomi global kembali mengguncang harga Bitcoin (BTC), setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan rencana eskalasi tarif besar-besaran terhadap produk asal China. Kebijakan ini segera memicu kepanikan luas di pasar keuangan dunia, menyeret turun berbagai aset mulai dari saham hingga kripto.

Dalam rentang waktu singkat, nilai Bitcoin sempat anjlok signifikan hingga menyentuh level 105.000 dollar AS, sebelum kemudian menunjukkan sedikit pemulihan dan kembali naik tipis ke kisaran US$ 111.000. Penurunan tajam ini merupakan respons langsung terhadap pernyataan Trump yang berniat menaikkan tarif impor dari China menjadi 100% serta membatasi ekspor perangkat lunak penting. Sebagai balasan, China pun tak tinggal diam, berencana mengenakan biaya baru untuk kapal asal AS yang akan berlaku mulai 14 Oktober 2025. Langkah saling balas ini berpotensi serius mengganggu rantai pasok global dan menambah tekanan signifikan di pasar keuangan dunia.

Wakil Presiden Indodax, Antony Kusuma, menyoroti bahwa pelemahan harga Bitcoin secara jelas mencerminkan reaksi pasar yang sensitif terhadap meningkatnya ketegangan geopolitik dan risiko global yang menyelimuti. “Bitcoin memang sering disebut sebagai aset lindung nilai, tetapi dalam situasi ekstrem, ia justru bergerak layaknya aset berisiko tinggi. Gejolak pasar, likuiditas yang menipis, serta aksi jual beruntun pada posisi leverage secara kolektif memicu penurunan harga yang cepat, sebelum kemudian diikuti oleh pembelian algoritmik,” jelas Antony pada Minggu (12/10/2025).

Antony lebih lanjut menegaskan bahwa koreksi harga ini bukan indikasi fundamental Bitcoin melemah. Menurutnya, penurunan harga hanyalah respons jangka pendek terhadap dinamika situasi makroekonomi, bukan sinyal perubahan arah jangka panjang. Ia menambahkan, “Investor yang mampu mempertahankan perspektif jangka panjang justru dapat melihat momen volatilitas ini sebagai kesempatan emas untuk membangun posisi strategis dalam portofolio mereka.”

Melihat ke depan, Antony memperkirakan harga Bitcoin akan bergerak konsolidasi di kisaran US$ 112.000 hingga US$ 118.000 jika ketegangan antara AS dan China berhasil mereda. Namun, jika perang dagang ini terus berlanjut, ia memprediksi harga dapat berfluktuasi lebih lebar di rentang US$ 105.000 hingga US$ 120.000. Ia bahkan menambahkan pandangan optimis bahwa, “Penurunan di bawah US$ 105.000 justru bisa menjadi peluang menarik bagi investor jangka panjang.”

Lebih dari sekadar prediksi harga, Antony menilai bahwa kondisi pasar yang bergejolak seperti sekarang seharusnya menjadi pengingat penting bagi para investor kripto untuk memperkuat disiplin dan strategi portofolio mereka. “Pasar yang sehat bukan hanya yang terus menerus naik, tapi yang juga mampu bertahan dan beradaptasi dalam gejolak. Investor yang memahami mekanisme likuidasi dan perilaku pasar global akan menemukan peluang tersembunyi di tengah kepanikan yang ada,” tuturnya.

Meskipun volatilitas tinggi, pasar kripto global secara keseluruhan dinilai tetap tangguh. Di Indonesia, industri perdagangan aset digital juga menunjukkan kematangan yang semakin pesat, didukung oleh pengawasan ketat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang berperan krusial dalam menjaga stabilitas di tengah ketidakpastian global. Antony menutup dengan pesan penting bagi seluruh pelaku industri kripto tanah air.

“Fenomena ini menjadi pengingat signifikan bagi industri untuk tidak pernah berhenti memperkuat edukasi dan perlindungan konsumen. Di Indodax, kami secara konsisten memprioritaskan transparansi dan keamanan agar investor memiliki pemahaman yang seimbang antara risiko dan peluang yang ada,” pungkasnya.