MSCI Kocok Ulang Free Float Saham, Curi Start Rencana OJK

Ussindonesia.co.id , JAKARTA — Penyedia indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) sepertinya selangkah di depan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melakukan evaluasi ulang free float saham RI. Apabila rencana itu teralisasi, aliran modal keluar asing (foreign capital outflow) dari pasar saham Indonesia tidak akan terbendung.

Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Liza Camelia Suryanata menjelaskan penurunan rasio free float akibat revisi metodologi MSCI diperkirakan dapat memicu tekanan outflow asing.

“Ini terutama karena porsi kepemilikan yang signifikan dari corporates dan others berpotensi menurunkan bobot sejumlah emiten dalam indeks MSCI,” ujar Liza, Senin (27/10/2025).

: Efek Wacana MSCI ke IHSG, Saham-Saham Jumbo Terdampak

Menurut Liza, rencana perubahan penghitungan bobot ini berdampak pada saham-saham seperti milik Grup Prajogo Pangestu. Merujuk data BEI, saham BREN anjlok 3%, BRPT merosot 9,34%, CDIA jeblok 5,36%, CUAN turun 7,31%, dan PTRO amblas 9,44%.

Lebih lanjut, Liza menuturkan MSCI membuka konsultasi pasar terkait perubahan metodologi perhitungan free float khusus untuk saham Indonesia. Masukan pasar akan diterima hingga 31 Desember 2025, dengan hasil konsultasi diumumkan paling lambat 30 Januari 2026. 

Jika disetujui, aturan baru mulai berlaku pada MSCI Review Mei 2026 untuk konstituen IMI, dan langsung diterapkan untuk non-IMI atau calon konstituen baru.

Usulan Metodologi Baru Free Float khusus Indonesia akan menggunakan nilai terendah atau lower of dari dua pendekatan. Yaitu free float berdasarkan data kepemilikan publik dari laporan emiten seperti filings, press releases, disclosures. 

Pendekatan kedua adalah free float estimasi berdasarkan data KSEI, dengan asumsi saham script dikategorikan non-free float, kepemilikan ‘Corporates’ dan ‘Others’ diklasifikasikan non-free float, dan opsi alternatif yaitu hanya saham script dan corporates yang dihitung non-free float.

Senada, Economist KISI Asset Management Arfian Prasetya Aji menjelaskan rencana MSCI mengubah metode pembobotan tersebut berpotensi menurunkan bobot saham-saham Indonesia dalam indeks mereka. 

“Dampak terberat dapat menimpa saham-saham dengan kepemilikan yang sangat terkonsentrasi pada korporasi atau kelompok tertentu, karena free float mereka dapat dinilai lebih rendah di bawah sistem pembobotan baru tersebut,” ujar Arfian, Senin (27/10/2025). 

Rencana Free Float dari OJK

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menyampaikan bakal merevisi aturan free float saham. OJK menyampaikan dukungan atas wacana penerapan porsi saham publik atau free float minimal 30%. Namun, penerapannya diharapkan dilakukan secara bertahap agar tidak menimbulkan tekanan terhadap likuiditas pasar.

Seperti diketahui, Komisi XI DPR RI meminta otoritas pasar modal untuk mengerek minimum saham free float tiap emiten menjadi 30%. Angka tersebut meningkat drastis dibandingkan dengan aturan saat ini yang mencapai 7,5%.

: Pacu Likuiditas Pasar Modal, OJK Ungkap Progres Kajian Aturan Free Float

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menyatakan bahwa secara prinsip otoritas mendukung langkah DPR dalam memperluas kepemilikan publik di pasar modal Indonesia.

Menurutnya, peningkatan porsi saham yang beredar di publik dapat memperkuat transparansi serta memperdalam likuiditas perdagangan saham di bursa. Kendati demikian, penerapan aturan baru itu perlu dilakukan secara bertahap.

“Bertahap itu, bertahap ya. Kalau misalnya setuju enggak setuju kita pasti setuju, tapi bertahap,” ujar Inarno saat ditemui di Jakarta awal bulan ini.

Saat ini, berdasarkan ketentuan Bursa Efek Indonesia (BEI), free float minimum di Indonesia berada di level 7,5% atau lebih rendah jika dibandingkan dengan bursa global lainnya. Sebut saja London Stock Exchange, Filipina, dan SGX yang sudah menetapkan batas 10%, sementara Bursa Malaysia, Jepang, dan Hong Kong mencapai level 25%.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.