Reksadana Pendapatan Tetap: AUM Tembus Rp 200 Triliun di 2025?

Ussindonesia.co.id JAKARTA. Industri reksadana di Indonesia terus menunjukkan geliat positif yang signifikan sepanjang tahun ini. Hingga Agustus 2025, total dana kelolaan (Asset Under Management/AUM) telah melonjak impresif, didorong terutama oleh kinerja cemerlang reksadana pendapatan tetap.

Data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengonfirmasi pertumbuhan ini, mencatat Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana nasional sebesar Rp 554,26 triliun per Agustus 2025. Angka ini merefleksikan peningkatan substansial dari Rp 500,90 triliun yang tercatat pada awal Januari 2025, menandakan kenaikan lebih dari Rp 53 triliun dalam delapan bulan.

Momentum positif ini, menurut Wawan Hendrayana, Vice President Infovesta Utama, diperkirakan akan berlanjut hingga akhir tahun. Penurunan suku bunga menjadi faktor pendorong utama, terutama bagi reksadana berbasis obligasi. “Jika tren suku bunga terus menurun, instrumen obligasi otomatis menjadi lebih atraktif bagi investor,” jelas Wawan kepada Kontan pada Kamis (11/9/2025).

Bank Indonesia sendiri telah memangkas suku bunga acuan sebanyak empat kali sepanjang tahun ini, dengan peluang pemangkasan lanjutan masih terbuka. Sejalan dengan tren tersebut, dana kelolaan reksadana pendapatan tetap telah mencapai Rp 185 triliun per Agustus. Wawan memproyeksikan angka ini berpotensi menembus Rp 200 triliun pada penghujung tahun 2025, menggarisbawahi daya tarik instrumen investasi yang stabil ini.

Dalam konteks pertumbuhan industri, beberapa manajer investasi juga mencatatkan kinerja impresif. Salah satunya adalah STAR AM, yang dana kelolaannya dilaporkan telah menembus Rp 25,6 triliun hingga Juli 2025, menunjukkan vitalitas di berbagai lini pengelolaan aset.

Namun, tidak semua segmen reksadana menikmati pertumbuhan serupa. Reksadana saham, misalnya, masih menghadapi tekanan signifikan, dengan dana kelolaan yang hanya berkisar Rp 69 triliun. Selain itu, kinerja indeks dan produk ETF juga belum menunjukkan pergerakan yang berarti.

“Dulu, reksadana saham sempat menjadi primadona di kalangan investor. Namun, kinerja yang kurang memuaskan dalam lima tahun terakhir telah mengarahkan investor untuk beralih ke produk yang dianggap lebih aman dan stabil, seperti reksadana pendapatan tetap dan pasar uang,” papar Wawan, menjelaskan preferensi pasar saat ini.

Meskipun demikian, Wawan Hendrayana menegaskan bahwa saham tetap memegang peranan krusial sebagai tulang punggung investasi jangka panjang. “Apabila pasar modal kembali menguat (rebound), saham berpotensi besar untuk kembali menarik minat investor dan merebut kembali posisinya sebagai pilihan utama,” pungkasnya, memberikan pandangan optimistis untuk masa depan.