Rumor Wacana IPO Sejumlah Bank Digital Diproyeksi Jadi Sentimen Positif di Pasar

Ussindonesia.co.id – JAKARTA. Pergerakan saham perbankan digital menunjukkan variasi yang menarik sepanjang tahun terakhir. Meskipun demikian, sejumlah analis ternama justru melihat peluang cerah dan merekomendasikan beberapa saham bank digital ini untuk dicermati oleh investor.

Salah satu emiten bank digital yang menonjol adalah PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI), yang mencatatkan pertumbuhan harga saham paling impresif. Dalam setahun terakhir, harga saham BBHI melesat 56,32% dan ditutup pada harga Rp 1.485 dalam perdagangan Rabu (8/10/2025). Kinerja cemerlang ini menempatkan BBHI sebagai pemimpin di antara rekan-rekan sejenisnya.

Tidak kalah siginifikan, saham PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) juga mengalami pertumbuhan substansial. Tercatat, harga saham BBYB melonjak 43,18% dalam setahun terakhir, mencapai Rp 378 pada penutupan perdagangan hari ini. Selanjutnya, PT Bank Amar Indonesia Tbk (AMAR) menunjukkan kenaikan harga saham sebesar 11,21%, menjadi Rp 238. Saham PT Krom Bank Indonesia Tbk (BBSI) juga menguat 11,30%, ditutup di Rp 4.630 pada hari yang sama. Terakhir, PT Bank Aladin Syariah Tbk (BANK) juga turut menghijau dengan kenaikan 1,88% ke harga Rp 815.

Namun demikian, ada pula beberapa saham perbankan digital yang mengalami koreksi harga. Saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) tercatat turun 27,53% sepanjang tahun terakhir, dengan harga penutupan di Rp 2.080. Penurunan juga dialami oleh saham PT Bank Raya Indonesia Tbk (AGRO) yang memerah 18,87%, kini ditutup pada Rp 236. Sementara itu, saham PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP) menunjukkan penurunan 18,18% dalam periode yang sama, mengakhiri perdagangan di Rp 54.

Kepala Riset Korea Investment and Sekuritas Indonesia, Muhammad Wafi, mengungkapkan bahwa terlepas dari pergerakan harga saham yang bervariasi, prospek sektor perbankan digital secara umum mulai menunjukkan perbaikan signifikan. Ini terutama didorong oleh tren penurunan suku bunga acuan. Wafi memproyeksikan bahwa penurunan biaya dana (Cost of Fund/CoF) akan semakin meringankan beban operasional, sekaligus membuka potensi ekspansi kredit mikro dan retail digital yang lebih besar.

“Bulan ini bisa dibilang awal momentum re-entry, meski investor tetap harus selektif. Pilihlah emiten yang sudah mulai mencetak keuntungan dan memiliki ekosistem digital yang kuat,” ujar Wafi kepada Kontan, Rabu (8/10/2025). Ia menambahkan, kenaikan harga saham BBHI yang memimpin didorong oleh fundamentalnya yang solid, terlihat dari pertumbuhan kredit dan dana murah (CASA) yang signifikan. Selain itu, valuasi BBHI yang sempat terkoreksi pada 2023 turut menciptakan ruang rebound yang besar tahun ini.

Senada dengan Wafi, Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer, menilai bahwa saham bank digital berada di titik yang menarik saat ini. “Ada potensi pasar mulai memperhitungkan pertumbuhan yang lebih menarik di sektor ini, setelah beberapa bank digital menunjukkan kinerja operasional yang mulai konsisten,” jelas Mifta. Kenaikan kuat pada saham BBHI, di tengah pelemahan relatif beberapa bank digital lainnya, kemungkinan besar disebabkan oleh aksi profit taking di tengah euforia pasar sektor ini.

Rumor Potensi IPO Bank Digital Mendongkrak Sentimen Sektor

Kabar mengenai rencana PT Superbank Indonesia untuk melantai di bursa saham atau melakukan Initial Public Offering (IPO) kembali menguat. Namun, Juru Bicara Superbank menolak berkomentar atas rumor atau spekulasi pasar ini. “Fokus kami adalah menjaga kinerja yang kuat melalui solusi keuangan inovatif, pertumbuhan jumlah nasabah, serta kolaborasi dengan ekosistem terpercaya untuk mendorong pertumbuhan inklusif di Indonesia,” ujar Juru Bicara Superbank saat dihubungi Kontan.

Selain Superbank, PT BCA Digital, atau dikenal dengan blu by BCA, juga dikabarkan berminat untuk mencatatkan saham perdananya melalui IPO. Sebagai anak usaha PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), bank digital ini telah beroperasi sekitar lima tahun dan berhasil mencetak laba. Terkait isu ini, Direktur Utama BCA Digital, Lanny Budiati, secara tegas menyatakan bahwa fokus pihaknya saat ini bukanlah untuk melakukan IPO. “BCA Digital belum ada rencana untuk IPO,” terang Lanny singkat.

Meskipun kedua bank digital tersebut menampik kabar rencana IPO dalam waktu dekat, jika terealisasi, wacana IPO Superbank dan BCA Digital berpotensi menjadi sentimen positif yang kuat bagi sektor perbankan digital secara keseluruhan. “Pasar akan melihat benchmark valuasi baru dan menjadi pemicu minat investor ke tema digital banking lagi. Namun, daya tariknya tergantung pada harga penawaran serta narasi profitabilitas yang disajikan. Kalau valuasinya terlalu premium, potensi euforianya terbatas,” jelas Wafi. Ia menambahkan, masuknya dua bank besar ini bisa menjadi validasi sektor dan menarik minat ke pemain eksisting, terutama BBHI dan ARTO yang sudah lebih dulu memiliki merek kuat di publik.

Hal senada disampaikan Mifta. Mifta menyebut bahwa wacana IPO Superbank dan BCA Digital dapat menjadi pemicu dan turut memancing minat investor untuk mencermati saham bank digital. Jika valuasi dan prospek bisnisnya menarik, kata Mifta, investor pasti akan merespons secara positif.

Rekomendasi Saham Perbankan Digital

Muhammad Wafi merekomendasikan investor untuk mencermati saham perbankan digital saat ini. Ia melihat sentimen yang cenderung positif namun tetap dengan kehati-hatian. Penurunan suku bunga acuan dan percepatan ekonomi domestik menjadi katalis utama, namun investor masih menantikan bukti konsistensi profitabilitas dari para pemain di sektor ini.

Wafi merekomendasikan saham BBHI untuk dibeli dengan target harga Rp 1.840. Begitu pula saham ARTO direkomendasikan “Buy” dengan target harga Rp 2.250, dan saham BBYB untuk “Buy” dengan target Rp 500. Sementara itu, untuk saham AGRO, AMAR, dan BANK, ia merekomendasikan “wait and see“.

Di sisi lain, Miftahul Khaer menyarankan investor agar masuk secara bertahap ke saham bank digital yang memiliki rekam jejak operasional yang kuat dan likuiditas memadai. Investor juga disarankan untuk memantau indikator penting seperti rasio biaya terhadap pendapatan (Cost to Income Ratio), tingkat kredit bermasalah digital (Non-Performing Loan/NPL digital), dan pertumbuhan nasabah aktif. “Saham ARTO secara momentum teknikal masih menarik di rentang Rp 2.000 dengan target Rp 2.200,” pungkasnya.