
Mengawali pekan dengan sentimen positif, nilai tukar rupiah menunjukkan performa kuat terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pada penutupan perdagangan Selasa, 7 Oktober 2025, rupiah di pasar spot berhasil menguat 0,13% secara harian, menembus posisi Rp 16.561 per dolar AS. Tren penguatan ini juga tercermin pada kurs referensi Jisdor Bank Indonesia, di mana rupiah melonjak 0,23% secara harian ke level Rp 16.560 per dolar AS.
Pengamat mata uang terkemuka, Ibrahim Assuaibi, menyoroti beberapa faktor pendorong di balik pergerakan positif rupiah ini. Salah satunya adalah ketidakpastian yang timbul dari “shutdown” pemerintah AS yang telah memasuki hari keenam. Kegagalan negosiasi akhir pekan untuk mencapai kesepakatan pendanaan telah mengakibatkan sebagian besar institusi federal AS ditutup, dan Senat masih belum mampu mengumpulkan 60 suara yang diperlukan untuk meloloskan langkah-langkah pendanaan jangka pendek. Kondisi ini secara tidak langsung menciptakan sentimen ketidakpastian global yang dapat mempengaruhi dinamika mata uang.
Selain itu, gejolak geopolitik global turut mewarnai pergerakan nilai tukar rupiah. Perhatian tertuju pada Jepang, di mana Sanae Takaichi berhasil terpilih sebagai pemimpin Partai Demokrat Liberal (LDP). Kemenangan ini menempatkannya di jalur potensial untuk menduduki kursi perdana menteri Jepang berikutnya. Takaichi dikenal sebagai pendukung setia belanja fiskal yang agresif dan secara terbuka mengkritik upaya Bank of Japan (BOJ) sebelumnya dalam menaikkan suku bunga sebagai langkah yang kurang tepat, mengindikasikan preferensinya terhadap kebijakan moneter yang lebih longgar di masa depan.
Beralih ke situasi domestik, Bank Indonesia (BI) melaporkan adanya penurunan pada cadangan devisa. Hingga akhir September 2025, total cadangan devisa tercatat sebesar US$ 148,7 miliar, sedikit lebih rendah dibandingkan posisi akhir Agustus 2025 yang mencapai US$ 150,7 miliar. Ini menandai penurunan signifikan sebesar US$ 2 miliar dalam satu bulan.
Ibrahim Assuaibi menjelaskan bahwa fluktuasi cadangan devisa tersebut utamanya dipengaruhi oleh dua faktor kunci: pembayaran utang luar negeri pemerintah dan intervensi kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah oleh Bank Indonesia. Langkah ini diambil BI untuk meredam dampak dari tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global, ujarnya pada Selasa, 7 Oktober 2025.
Menatap prospek esok hari, Ibrahim Assuaibi memproyeksikan bahwa rupiah akan bergerak fluktuatif pada Rabu, 8 Oktober 2025. Meskipun demikian, ia memperkirakan nilai tukar rupiah akan ditutup dalam tren melemah, bergerak di rentang Rp 16.560 hingga Rp 16.600 per dolar AS.