
Sepanjang tahun 2025 ini, pasar saham Indonesia diwarnai lonjakan impresif pada emiten-emiten sektor nikel. Para analis sepakat, fenomena ini tidak terlepas dari tingginya permintaan nikel global yang terus membubung, didorong kuat oleh ekspansi pesat industri kendaraan listrik (EV) serta program hilirisasi nikel yang gencar di dalam negeri. Kinerja beberapa saham nikel pun menjadi sorotan utama. Ambil contoh, harga saham PT Central Omega Resources Tbk (DKFT) meroket 261,90% secara year-to-date (YtD) hingga Jumat (10/10/2025), mencapai Rp 760 per saham. Lonjakan yang lebih fantastis bahkan diperlihatkan oleh PT Pam Mineral Tbk (NICL) dengan kenaikan 328,85% YtD ke level Rp 1.115 per saham. Tidak hanya itu, PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) juga menguat signifikan sebesar 51,66% YtD ke Rp 1.145 per saham. Sementara itu, saham PT Merdeka Battery Minerals Tbk (MBMA) turut menanjak 37,55% YtD ke Rp 630, dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) naik 25,41% YtD, bertengger di Rp 4.540. Reli ini dianggap wajar, mengingat prospek jangka panjang industri nikel yang diproyeksikan tetap cemerlang.
Menurut Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, Indy Naila, lonjakan saham emiten nikel ini utamanya dipicu oleh kuatnya permintaan global terhadap kendaraan listrik (EV) dan ambisi pemerintah Indonesia dalam program hilirisasi nikel. Indy menjelaskan, suplai yang masih terbatas di tengah permintaan yang melonjak menjadi katalis kuat pendorong kinerja saham-saham nikel. Transisi global menuju energi hijau semakin mengukuhkan posisi nikel sebagai mineral krusial. Perannya vital sebagai bahan baku utama dalam produksi baterai kendaraan listrik, mengingat kemampuannya yang luar biasa untuk meningkatkan kapasitas penyimpanan energi. Dari perspektif fundamental, Indy mengamati bahwa mayoritas emiten nikel memperlihatkan kinerja yang relatif solid. Walaupun beberapa perusahaan mencatat sedikit perlambatan dalam pertumbuhan laba bersih akibat fluktuasi harga nikel dunia, profitabilitas mereka secara keseluruhan tetap terjaga. “Secara fundamental, emiten nikel masih menunjukkan kondisi yang cukup baik dalam hal profitabilitas,” ungkap Indy, “meskipun ada pelemahan pada pertumbuhan laba bersih, angkanya masih positif, dan OPM (operating profit margin) serta NPM (net profit margin) tetap stabil.”
Namun, prospek nikel ke depan juga dibayangi oleh sejumlah tantangan. Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, memproyeksikan bahwa kinerja fundamental dan pergerakan saham emiten nikel akan sangat dipengaruhi oleh dinamika harga komoditas nikel. Tercatat, harga nikel dunia menurut Trading Economics justru melemah 14,99% YtD hingga Jumat (10/10/2025), berada di level US$ 15.215 per ton. Selain itu, faktor ketidakpastian global yang berkelanjutan dapat mendorong para pelaku pasar untuk bertindak lebih konservatif. “Tantangan hilirisasi nikel, khususnya terkait dinamika pendanaan, juga membutuhkan proses panjang,” tambah Nafan. Indy Naila menambahkan, kinerja industri nikel juga akan sangat bergantung pada permintaan dari Tiongkok, sebagai pasar utama logam nikel dunia. Apabila terjadi perlambatan ekonomi di Negeri Tirai Bambu, potensi kenaikan harga nikel bisa tertahan, terutama jika permintaan dari sektor industri dan otomotif mereka melemah. Keberlanjutan proyek-proyek pengolahan nikel di Indonesia juga akan terus menjadi perhatian serius bagi pelaku pasar. Di sisi lain, potensi oversupply atau kelebihan pasokan menjadi bayangan tersendiri. Masuknya produksi baru dari proyek-proyek besar, baik di Indonesia maupun di kancah global, berisiko menekan harga nikel dunia jika tidak diimbangi dengan pertumbuhan permintaan yang sepadan. Kendati demikian, Indy tetap optimistis. “Peluangnya masih sangat tinggi,” pungkas Indy, “mengingat permintaan yang besar untuk EV dan hilirisasi, sehingga potensi margin masih dapat menguat.”
Dengan mempertimbangkan dinamika pasar dan prospek industri nikel, para analis juga memberikan sejumlah rekomendasi saham nikel. Indy Naila merekomendasikan saham NCKL untuk dicermati, dengan menetapkan target harga di Rp 1.200 per saham. Senada, Nafan Aji Gusta menyarankan aksi ‘beli’ (buy) untuk saham DKFT dengan target harga Rp 870, serta ‘tambah’ (add) untuk saham NCKL pada target harga yang sedikit lebih tinggi, yakni Rp 1.215 per saham.