Saham Konglomerat Multibagger CDIA, MLPT, DSSA, DCII Gendong IHSG ke Atas 8.000

Ussindonesia.co.id , JAKARTA —Indeks harga saham gabungan (IHSG) kembali pecah rekor all time high (ATH) di tengah dorongan yang kuat dari apresiasi harga saham emiten-emiten yang terafiliasi dengan para konglomerat Tanah Air. 

Pada perdagangan Selasa (23/9/2025), IHSG ditutup naik 85,16 poin atau 1,06% ke level 8.125,2. Posisi itu merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah. 

Di level 8.125,2, indeks komposit sudah bertumbuh 14,76% secara year-to-date (YtD). Secara persentage poin, IHSG sudah meningkat 1.045,3 poin.

Chief Economist Mirae Asset Sekuritas Rully Wisnubroto menerangkan, penguatan IHSG yang terjadi belakangan lebih disebabkan oleh kenaikan signifikan saham-saham konglomerasi, seperti PT DCI Indonesia Tbk. (DCII), PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA), PT Barito Pacific Tbk. (BRPT), PT Chandra Daya Investasi Tbk. (CDIA), hingga PT Multipolar Technology Tbk. (MLPT).

Kesamaan dari kelima saham tersebut adalah semuanya terafiliasi dengan kelompok usaha milik konglomerat Indonesia. Saham DCII dimiliki oleh Toto Sugiri dan Anthoni Salim. Sementara itu, DSSA merupakan bagian dari Grup Sinar Mas dan MLPT tergabung dalam Grup Lippo milik keluarga Riady. 

: Rekomendasi Saham dan Pergerakan IHSG Hari Ini Rabu 24 September 2025

Dua saham berikutnya BRPT dan CDIA sudah dikenal pelaku pasar sebagai emiten di bawah payung Grup Barito milik Prajogo Pangestu. 

Satu lagi kesamaan lima saham konglomerat itu ialah kinerja saham yang melonjak sehingga menjadi multibagger stocks atau memberikan return lebih dari 100%. 

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) per 23 September 2025, saham DCII meroket 612,59%, DSSA melonjak 208,11%, BRPT terbang 266,3%, dan MLPT melesat 749,86%, dan CDIA melambung 813,16% sepanjang tahun berjalan 2025. lima saham itu juga tercatat sebagai pendorong utama atau top leaders IHSG secara year-to-date (YtD).

Tak hanya melonjak tinggi, lima saham milik konglomerat itu juga berkontribusi terhadap kenaikan IHSG. BEI mencatat kontribusi saham DCII ke penguatan IHSG sebesar 304,66 poin, DSSA 295,58 poin, BRPT 152,03 poin, MLPT 59,12 poin, dan CDIA 46,96 poin. 

“Jadi kalau tidak ada saham-saham tersebut, mungkin masih berada di bawah 7.500,” kata Rully dalam Media Day Mirae Asset yang digelar daring, Selasa (23/9/2025).

IDX COMPOSITE INDEX – TradingView

Namun, Rully tidak menutup kemungkinan ihwal penguatan IHSG lebih lanjut ke depannya. Menurutnya, jika penurunan suku bunga acuan terjadi lagi di sisa 2025, sentimen positif akan kembali menggairahkan pasar saham.

Laju IHSG di level 8.000 juga membuat Rully memprediksi indeks akan tetap melaju di atas level 8.000 hingga akhir tahun. Hal itu mengingat reli IHSG yang masih terjadi hingga saat ini di level baru. Namun, Mirae Asset masih memasang target yang rendah bagi IHSG hingga akhir 2025 di level 6.900. 

“Jadi untuk sementara, level 6.900 sebenarnya mencerminkan dari kondisi fundamental berdasarkan saham-saham yang kami cover,” katanya.

Mirae Asset telah merevisi turun target IHSG mereka pada April 2025 lalu. Semula Mirae memasang target 8.000 bagi kinerja indeks komposit hingga akhir tahun, tetapi karena sejumlah ketidakpastian global saat itu, membuat Mirae menurunkannya ke level 6.900.

Hingga kini, target tersebut belum diubah oleh Mirae Asset sembari menunggu perbaikan fundamental emiten di dalam indeks. Untuk kondisi saat ini, Mirae Asset masih menyukai sejumlah saham seperti TLKM, TOWR, MTEL, JPFA, KLBF, hingga BRPT, sebagai top picks mereka.

: UU BUMN Baru Disahkan untuk Akomodir Danantara, Kini DPR dan Pemerintah Sepakat Rombak Lagi

Terpisah, Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia Harry Su mengatakan tanpa lima saham konglomerasi dengan kontribusi terbesar bagi indeks selama periode berjalan tahun ini maka pergerakan IHSG baru mencapai level 7.200 atau lebih rendah dari periode 2023.

Harry menjelaskan bahwa kelima saham itu memiliki rata-rata rasio price to earnings ratio (PER) hampir 500 kali, sedangkan rata-rata PER pasar saham Indonesia hanya sebesar 12 kali. Dengan demikian, terdapat kesenjangan yang cukup lebar.

Dengan fenomena itu, lanjutnya, daya tahan laju IHSG di level psikologis saat ini akan tergantung kepada para pemegang saham lima konglomerasi penggerak indeks komposit. 

“Tergantung komitmen dari shareholders untuk menopang harga-harga saham mereka dan apakah saham-saham tersebut dapat masuk ke MSCI sehingga dapat dibeli oleh passive funds asing,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (19/9/2025).

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.