
Ussindonesia.co.id , JAKARTA – Sederet emiten berkocek tebal merancang strategi pembelian kembali saham atau buyback di tengah fluktuasi tinggi pasar modal menjelang akhir tahun ini.
Terbaru, aksi buyback saham diumumkan oleh PT Astra Internasional Tbk. (ASII), PT United Tractors Tbk. (UNTR), dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG).
Rencana buyback saham oleh emiten batu bara PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) senilai Rp2,49 triliun baru saja disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) perseroan, Senin (3/11/2025).
Dalam keterangan resminya, manajemen ITMG menuturkan RUPSLB telah menyetujui rencana buyback dengan jumlah sebesar-besarnya Rp2,49 triliun yang berasal dari kas internal perseroan sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk biaya perantara pedagang efek dan biaya lainnya, dengan asumsi buyback dilaksanakan secara keseluruhan.
Pembelian saham kembali akan dilakukan melalui Bursa Efek, baik secara bertahap maupun sekaligus, dan diselesaikan paling lambat 12 bulan dari tanggal Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa.
Menurut manajemen ITMG, terdapat tiga pertimbangan perseroan untuk melakukan buyback. Pertama, ITMG memandang bahwa harga saham saat ini belum sepenuhnya mencerminkan nilai fundamental dan prospek jangka panjang perseroan.
Nilai fundamental tersebut mencakup posisi keuangan yang solid serta kemampuan ITMG untuk mempertahankan kinerja operasional yang berkelanjutan. Selain itu, ITMG memiliki strategi pengembangan usaha yang diyakini dapat mendukung pertumbuhan jangka panjang, sehingga pelaksanaan buyback ini diharapkan dapat memberikan sinyal positif kepada pasar.
Kedua, pelaksanaan buyback diharapkan dapat memberikan tingkat pengembalian yang lebih baik bagi pemegang saham, meningkatkan kepercayaan investor, serta mencerminkan keyakinan manajemen terhadap prospek usaha ITMG di masa mendatang.
“Ketiga, pelaksanaan buyback juga diharapkan dapat mendukung stabilitas harga saham perseroan di Bursa Efek,” tulis manajemen, Senin (3/11/2025).
ITMG berkeyakinan pelaksanaan buyback tidak akan memberikan pengaruh yang negatif terhadap kinerja dan pendapatan perseroan karena saldo laba dan arus kas yang tersedia saat ini mencukupi untuk kebutuhan dana pelaksanaan buyback.
Hingga 30 Juni 2025, ITMG mengantongi kas dan setara kas US$1,04 miliar. Adapun, saldo laba ITMG yang belum dicadangkan mencapai US$1,41 miliar.
Buyback Saham ASII & UNTR
Aksi serupa juga dilaksanakan oleh dua entitas usaha Grup Astra setelah menyampaikan laporan keuangan per 30 September 2025. PT Astra International Tbk. (ASII) dan PT United Tractors Tbk. (UNTR) kompak menggulirkan program pembelian kembali saham (buyback) dengan total nilai anggaran maksimal Rp4 triliun.
Manajemen ASII menyampaikan pembelian kembali saham dilakukan dalam kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan. Program tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan OJK No.13/2023, Surat OJK No. S-102/D.04/2025 tanggal 17 September 2025, dan Peraturan OJK No.29/2023.
“Jumlah nilai pembelian kembali saham sebanyak-banyaknya Rp2 triliun,” tulis manajemen Astra dalam keterbukaan informasi, dikutip Senin (3/11/2025).
Dana tersebut berasal dari internal Astra dan bukan dari pinjaman atau dana hasil penawaran umum. Lebih lanjut, program buyback saham ASII akan berjalan dalam 3 bulan dengan perkiraan jadwal dimulai pada 3 November 2025 hingga 30 Januari 2026.
“Perseroan berkeyakinan bahwa pelaksanaan pembelian kembali saham tidak akan memberikan dampak negatif yang material terhadap kinerja operasional dan pendapatan perseroan, karena perseroan pada saat ini memiliki modal dan arus kas yang cukup untuk membiayai pembelian kembali saham dan kegiatan usaha perseroan.”
Hingga 30 September 2025, ASII tercatat memiliki kas dan setara kas Rp54,69 triliun. Sementara itu, saldo laba yang belum dicadangkan mencapai Rp214,17 triliun.
: Laba Bersih Astra (ASII) Susut Jadi Rp24,47 Triliun per Kuartal III/2025
Senada dengan induk usahanya, PT United Tractors Tbk. (UNTR) juga mengumumkan rencana pembelian kembali atau buyback saham dengan nilai maksimal Rp2 triliun.
Berdasarkan keterbukaan informasi, jumlah saham yang akan dibeli tersebut tidak akan melebihi 20% dari modal ditempatkan dan disetor perseroan, serta tetap memperhatikan ketentuan free float saham tidak akan menjadi kurang dari 7,5%.
Pembelian kembali saham UNTR akan dilaksanakan pada 31 Oktober 2025 hingga 30 Januari 2026. Sesuai ketentuan yang berlaku, pembelian kembali saham hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 bulan setelah keterbukaan informasi.
Perseroan dapat menghentikan pelaksanaan buyback saham sewaktu-waktu atas pertimbangannya sendiri, dalam hal terdapat kondisi-kondisi antara lain seperti telah terpenuhinya jangka waktu 3 bulan, dana yang telah dikeluarkan perseroan mencapai Rp2 triliun, atau keputusan perseroan untuk menghentikan buyback saham.
“Dalam pelaksanaan pembelian kembali saham, perseroan akan menggunakan dana internal perseroan dan bukan dari pinjaman atau dana hasil penawaran umum,” tulis manajemen dalam keterbukaan informasi, Kamis (30/10/2025).
Per akhir September 2025, total aset dan total ekuitas UNTR masing-masing tercatat sebesar Rp178,7 triliun dan Rp102,6 triliun. Keduanya meningkat secara tahunan, masing-masing dari Rp169,48 triliun dan Rp98,17 triliun pada periode yang sama di tahun sebelumnya.
Manajemen juga menyatakan bahwa perseroan meyakini pelaksanaan buyback saham ini tidak akan memberikan dampak negatif yang material terhadap kinerja operasional dan pendapatan karena pada saat ini UNTR memiliki modal dan arus kas yang cukup untuk membiayai buyback saham dan membiayai kegiatan usaha perseroan.
United Tractors Tbk. – TradingView
Tak hanya itu, emiten perbankan berkocek tebal juga melaksanakan aksi buyback saham di tengah tingginya volatilitas pasar. Salah satunya, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA).
BCA mengumumkan akan melakukan pembelian kembali saham atau buyback senilai maksimal Rp5 triliun. Executive Vice President Corporate Communication and Social Responsibility BCA Hera Haryn mengatakan aksi buyback sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Periode buyback saham dimulai sejak 22 Oktober 2025 sampai dengan 19 Januari 2026 yaitu maksimum selama 3 bulan sejak tanggal keterbukaan informasi,” kata Hera dalam paparan kinerja keuangan kuartal III/2025 pada Senin (20/10/2025).
Hera menambahkan jumlah nilai shares buyback adalah sebesar-besarnya Rp5 triliun. Pelaksanaan shares buyback ini, lanjutnya, tidak memiliki dampak material bagi kinerja keuangan dan kegiatan usaha perseroan.
Lebih lanjut, Hera menyebutkan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, BCA senantiasa mematuhi prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan mematuhi segala peraturan/ketentuan yang berlaku.
Hingga kuartal III/2025, BBCA tercatat meraih laba bersih senilai Rp43,4 triliun. Nilai itu tumbuh 5,7% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp41,1 triliun.
: Ragam Kinerja Bank Besar (BBCA, BMRI, hingga PNBN) Kuartal III/2025
Senada, PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) berencana kembali melakukan pembelian kembali alias buyback saham yang telah dikeluarkan dan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Manajemen Allo Bank menyampaikan bahwa langkah ini dilakukan setelah perseroan masih memiliki sisa dana sebesar Rp119,38 miliar dari program buyback sebelumnya. Rencana ini merupakan kelanjutan dari pembelian kembali saham yang telah diselesaikan perseroan sejak 30 Juli hingga 29 Oktober 2025.
Allo Bank menegaskan bahwa pelaksanaan buyback ini sesuai dengan ketentuan Peraturan OJK No.13/2023, POJK No.29/2023, serta Surat OJK No.S-102/D.04/2025 tentang kebijakan pembelian kembali saham dalam kondisi pasar yang berfluktuasi signifikan.
Buyback akan dilakukan secara bertahap mulai 30 Oktober 2025 hingga 29 Januari 2026, dengan pembiayaan menggunakan saldo laba ditahan. Total nilai pembelian kembali saham diperkirakan sebesar-besarnya Rp119,38 miliar, yang merupakan bagian dari total alokasi dana buyback sebesar Rp200 miliar.
Manajemen menjelaskan, langkah ini dilakukan untuk menjaga stabilitas harga saham agar lebih mencerminkan kinerja fundamental perseroan. Selain itu, buyback diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor serta menjaga keharmonisan antara kondisi pasar dan fundamental Allo Bank.
“Perseroan berencana untuk menyimpan saham yang telah dibeli kembali untuk dikuasai sebagai saham treasury untuk jangka waktu sebagaimana diatur dalam POJK 29/2023,” sebutnya.
: Rapor Kuartal III/2025: Rugi GOTO dan Blibli (BELI) Susut, Bukalapak (BUKA) Cetak Laba
Di sektor teknologi, PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA) melanjutkan aksi buyback tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Buyback saham akan dilaksanakan secara bertahap maupun sekaligus mulai 24 Oktober 2025 hingga 23 Januari 2026.
Rencana tersebut merupakan lanjutan dari buyback saham perseroan pada 7 Juli sampai 6 Oktober 2205. Dari total anggaran Rp1,13 triliun, masih tersisa anggaran sebesar Rp420,79 miliar.
Sebelumnya, manajemen BUKA menegaskan bahwa perusahaan memiliki likuiditas yang memadai untuk melaksanakan aksi korporasi ini tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap kinerja keuangan. Manajemen juga berharap buyback saham ini dapat memperkuat struktur modal dan mencerminkan keyakinan perseroan terhadap nilai intrinsik saham BUKA.
“Perseroan berkomitmen untuk menjaga keyakinan terhadap nilai pertumbuhan jangka panjang. Langkah ini diambil untuk menjaga kestabilan antara fundamental perseroan dan fluktuasi kondisi pasar,” tulis manajemen BUKA.
: Rekomendasi Saham dan Pergerakan IHSG Hari Ini, Jumat 31 Oktober 2025
Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan menilai buyback merupakan langkah yang bisa sangat positif, khususnya bila dilakukan saat kinerja perusahaan sehat dan kas berlebih, karena dapat menciptakan nilai tambah bagi pemegang saham.
“Namun perlu dicermati, jika buyback terjadi di tengah arus kas yang ketat atau ketika perusahaan masih membutuhkan dana besar untuk ekspansi, pasar dapat menilai langkah ini sebagai minimnya peluang pertumbuhan organik atau bahkan penggunaan kas yang kurang optimal,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (27/10/2025).
Dari sisi perdagangan, Ekky menjelaskan buyback dapat mengurangi free float sehingga likuiditas turun apabila porsi pembelian cukup besar. Namun, untuk emiten berkapitalisasi besar seperti BBCA, menurutnya dampaknya sangat terbatas karena volume dan basis investor yang luas.
“Bagi emiten dengan kapitalisasi kecil hingga menengah, penurunan free float dapat meningkatkan volatilitas harga dan membuat pergerakan saham lebih mudah dipengaruhi oleh akumulasi pihak tertentu,” tandasnya.
Ekky menjelaskan bahwa secara umum alasan utama emiten melakukan buyback adalah karena manajemen menilai valuasi saham sudah terlalu murah, baik dilihat dari rasio price earning ratio (PER), price to book value (PBV), maupun dibandingkan harga wajarnya.
Dengan begitu, buyback lebih merupakan upaya menangkap peluang undervaluation, bukan karena earning per share (EPS) atau return on equity (ROE) yang sudah meningkat.
“Indikator profitabilitas justru biasanya membaik setelah aksi buyback dilakukan akibat jumlah saham beredar yang berkurang,” pungkasnya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.