The Fed Pangkas Suku Bunga lewat FOMC, Begini Dampak bagi Pasar Keuangan Indonesia

Bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed), telah resmi mengambil keputusan krusial dengan menurunkan suku bunga acuan federal funds rate sebesar 25 basis poin (0,25%). Penyesuaian ini menempatkan suku bunga di kisaran 4%–4,25%, sebagaimana diumumkan melalui pernyataan hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) terbaru.

Langkah pemangkasan suku bunga The Fed ini didasari oleh evaluasi terhadap pertumbuhan ekonomi AS yang menunjukkan tanda-tanda perlambatan pada paruh pertama tahun ini. Data menunjukkan bahwa lapangan kerja bertambah dengan laju yang lebih lambat, dan tingkat pengangguran sedikit mengalami kenaikan meskipun masih berada di level yang relatif rendah. Sementara itu, inflasi kembali meningkat dan tetap berada pada level yang relatif tinggi, menjadi fokus perhatian utama.

Dalam pernyataannya, FOMC menegaskan kembali komitmennya untuk mendukung pencapaian lapangan kerja maksimum dan mengembalikan inflasi ke target jangka panjang sebesar 2%. Keputusan ini mencerminkan upaya The Fed untuk menyeimbangkan tujuan-tujuan ekonomi makro tersebut.

Pernyataan Hasil FOMC Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) 17 September 2025

Selain penyesuaian suku bunga, The Fed juga memastikan akan melanjutkan kebijakan pengurangan kepemilikan aset (balance sheet runoff). Kebijakan ini mencakup pelepasan surat utang pemerintah AS (Treasury securities) dan sekuritas berbasis hipotek, sebagai bagian dari upaya normalisasi neraca keuangan bank sentral.

Meskipun keputusan pemangkasan suku bunga ini didukung oleh mayoritas anggota FOMC, terdapat satu suara yang berbeda (dissenting vote) dari Stephen I. Miran, yang berpendapat bahwa pemangkasan yang lebih besar, yaitu sebesar 50 basis poin, akan lebih tepat untuk kondisi ekonomi saat ini.

Federal Reserve Issues FOMC Statement September 17, 2025 (2:00 p.m. EST)​

Dampak bagi Indonesia
Keputusan The Fed untuk memangkas suku bunga memiliki resonansi yang kuat di pasar keuangan global, dan tentu saja, membawa implikasi signifikan bagi Indonesia. Perubahan kebijakan moneter dari bank sentral terbesar di dunia ini diperkirakan akan memicu serangkaian konsekuensi logis yang dapat memengaruhi stabilitas ekonomi dan pasar modal di Tanah Air.

Berikut ini perkiraan konsekuensi logis atas kebijakan moneter terbaru Bank Sentral AS ini:

  • Rupiah Berpotensi Menguat: Dengan menurunnya imbal hasil (yield) aset berbasis dolar AS, minat investor terhadap aset di negara berkembang, termasuk Indonesia, diperkirakan akan meningkat. Aliran modal asing yang masuk berpotensi memberikan dorongan positif terhadap nilai tukar rupiah.
  • Obligasi Pemerintah Lebih Menarik: Investor asing kemungkinan akan meningkatkan pembelian Surat Utang Negara (SUN) Indonesia. Peningkatan permintaan ini dapat mendorong harga obligasi naik sekaligus menurunkan imbal hasilnya (yield), menjadikan SUN lebih atraktif sebagai pilihan investasi.
  • Pasar Saham Dapat Sentimen Positif: Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang terdorong oleh arus modal asing yang mencari return lebih tinggi di pasar negara berkembang (emerging market), menciptakan sentimen positif di bursa saham domestik.

Ada RGD BI dan FOMC The Fed, Begini Proyeksi Arah IHSG

Kebijakan Bank Indonesia (BI)
Menyikapi perkembangan ini, Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan memiliki ruang gerak yang lebih luas untuk mempertimbangkan kebijakan pelonggaran moneter pada semester II. Namun, setiap langkah BI akan tetap mempertimbangkan secara cermat stabilitas nilai tukar rupiah dan tingkat inflasi domestik guna menjaga keseimbangan ekonomi makro.

Secara keseluruhan, pemangkasan suku bunga oleh The Fed membuka pintu bagi sejumlah peluang positif bagi Indonesia. Ini mencakup potensi stabilitas rupiah yang lebih kokoh, arus modal asing yang lebih deras ke pasar keuangan domestik, serta dukungan yang signifikan bagi upaya pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah dinamika global.