UU PPSK Direvisi: Kekuatan DPR Naik, Apa Dampak ke BI & OJK?

Ussindonesia.co.id , JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah diketahui tengah membahas secara intensif perubahan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Amandemen regulasi ini bertujuan utama untuk memperkuat fungsi pengawasan DPR terhadap tiga institusi penting di sektor keuangan negara: Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Salah satu poin krusial dalam rancangan perubahan ini menyangkut LPS, khususnya mengenai mekanisme pemberhentian anggota dewan komisioner. Pada pasal 69, yang sebelumnya mengatur tujuh alasan pemberhentian anggota dewan komisioner, kini diusulkan penambahan satu poin substansial. Ini termasuk pertimbangan presiden untuk memberhentikan anggota Dewan Komisioner LPS berdasarkan hasil evaluasi DPR dalam rangka tindak lanjut pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap dewan komisioner, sebagaimana termaktub dalam dokumen tanggal 8 September 2025 (pasal 69 ayat 1 huruf h).

Peran DPR dalam mengawasi LPS juga semakin terlihat pada aspek perencanaan kerja dan anggaran. Sebelumnya, pasal 86 mengatur bahwa Ketua Dewan Komisioner LPS wajib menyampaikan rencana kerja dan anggaran kepada Menteri Keuangan. Namun, dalam draf perubahan UU PPSK terbaru, kewajiban tersebut beralih ke DPR, yang nantinya akan memberikan persetujuan paling lambat tanggal 30 November tahun berjalan. Lebih lanjut, pasal 97 juga menegaskan bahwa Ketua Dewan Komisioner LPS wajib menyampaikan rencana kerja dan anggaran kepada presiden dan DPR, tidak lagi terbatas pada Menteri Keuangan.

Transformasi pengawasan ini juga merambah ke Bank Indonesia. Perubahan serupa diusulkan terkait pemberhentian anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia. Jika sebelumnya Dewan Gubernur BI dapat diberhentikan karena alasan seperti pengunduran diri, berhalangan tetap, melakukan kejahatan, atau tidak hadir secara fisik, kini draf amandemen UU PPSK menambah satu alasan penting: hasil evaluasi dari DPR. Hal ini menunjukkan penekanan yang lebih besar pada akuntabilitas dan pengawasan parlemen.

Secara menyeluruh, draf amandemen ini menegaskan bahwa DPR, dalam menjalankan fungsi pengawasannya, dapat melakukan evaluasi berkala terhadap Dewan Komisioner LPS, Dewan Komisioner OJK, dan Dewan Gubernur BI. Poin penting yang diusulkan adalah bahwa hasil rekomendasi evaluasi tersebut bersifat mengikat. Ini akan memberikan kekuatan hukum yang signifikan terhadap temuan dan rekomendasi DPR dalam memastikan tata kelola yang baik di lembaga-lembaga keuangan vital tersebut.

Menanggapi kabar pembahasan amandemen UU PPSK ini, Wakil Ketua Komisi XI DPR, Fauzi Amro, tidak menampik proses tersebut. Beliau hanya memastikan bahwa pembahasan masih terus berlangsung dan belum mencapai tahap final. “Belum final, lagi proses pembahasan,” tegasnya, mengindikasikan bahwa perombakan struktur pengawasan sektor keuangan ini masih dalam tahap penyempurnaan.