Wacana Free Float Saham Minimal 10%, AEI Beberkan Kesiapan Industri

Ussindonesia.co.id , JAKARTA — Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) menilai wacana kenaikan aturan batas minimum saham beredar di publik (free float) menjadi 10% berpotensi membuat 100 hingga 200 emiten tidak memenuhi aturan. Meski demikian, kebijakan ini diyakini dapat meningkatkan likuiditas dan menarik investor global. 

Direktur Eksekutif AEI Gilman Pradana mengatakan Indonesia kini memiliki standar free float paling rendah di regional. Untuk itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mempertimbangkan revisi untuk menyamakan standar dengan negara lain.

“Rencananya minimum free float akan dinaikkan jadi 10%. Kalau dibandingkan secara regional, Indonesia memang yang paling rendah. Jadi, ada niat untuk menyamakan standar dengan pasar lain,” ujarnya di Jakarta, Selasa (23/9/2025). 

: Harga Saham Ever Shine (ESTI) Terbang 175% Seiring Persetujuan Kuasi Reorganisasi

Gilman menilai bahwa kenaikan free float dapat berdampak positif terhadap pasar modal. Likuiditas saham akan meningkat sehingga memberi kenyamanan lebih bagi investor, termasuk investor global dengan modal besar.

Meski demikian, kebijakan tersebut juga menyimpan risiko bagi sebagian perusahaan. Gilman mengingatkan adanya kemungkinan 100 hingga 200 emiten tidak dapat memenuhi aturan jika batas free float meningkat ke level 10%.

: : Solusi Sinergi (WIFI) Sebut Alihkan Saham Garuda Prima Internetindo ke Pengendali

Untuk diketahui, batas free float saat ini berada di 7,5%. Sebanyak 907 emiten telah memenuhi ketentuan tersebut, sedangkan 47 emiten lainnya masih di bawah aturan. 

“Kebijakan ini ada dua sisi. Ada yang mendukung, ada yang keberatan. Misalnya, free float dinaikkan, berapa banyak perusahaan yang belum memenuhi? Kalau tidak salah, ada sekitar 40–50 perusahaan. Kalau naik jadi 10%, apakah bisa jadi ada 100–200 perusahaan yang tidak memenuhi? Ini tentu perlu dihitung dampaknya,” ucap Gilman.

: : BSS Parking Wacanakan IPO

AEI, lanjut dia, akan mendiskusikan lebih lanjut dengan pemangku kepentingan, termasuk Bursa Efek Indonesia (BEI). Otoritas juga kemungkinan akan memberikan masa transisi sebelum aturan diberlakukan penuh.

“Seingat saya, nanti ada masa jeda beberapa tahun. Jadi tidak serta-merta langsung diberlakukan. Ada masa inkubasi agar anggota bisa menyesuaikan,” ujar Gilman.

Menurut dia, tujuan utama dari kebijakan free float tetap untuk meningkatkan likuiditas, memperkuat kepercayaan pasar, dan menarik investor global. Namun, diperlukan solusi agar emiten menengah-bawah tidak tertekan dengan regulasi baru.

Gilman menambahkan AEI kini masih membahas sikap resmi asosiasi. Pembahasan dilakukan secara bertahap, mulai dari diskusi internal hingga ke forum publik.

“Di asosiasi, biasanya kita bahas dulu secara internal. Setelah itu, pasti ada mekanisme diskusi publik seperti FGD atau public hearing. Jadi, menurut saya, ini masih dalam proses, masih ongoing. Kita lihat saja perkembangan berikutnya,” ucapnya.