Wall Street Anjlok: Data Penggajian Lesu, Shutdown AS Hantui Pasar

Ussindonesia.co.id NEW YORK. Indeks-indeks utama Wall Street memulai perdagangan Rabu (1/10/2025) dengan sentimen negatif, tertekan oleh rilis data penggajian sektor swasta yang jauh di bawah ekspektasi. Di saat yang sama, ancaman penutupan pemerintahan federal AS kian meningkatkan tirai ketidakpastian, mengaburkan pandangan bank sentral terhadap kondisi perekonomian.

Pada pembukaan perdagangan, indeks Dow Jones Industrial Average terpangkas 31,1 poin atau 0,07% menjadi 46.366,78. Senada, S&P 500 melemah 23,5 poin atau 0,35% ke level 6.664,92, sementara Nasdaq Composite anjlok 129,1 poin atau 0,57%, mengakhiri sesi di 22.530,94. Angka-angka ini mencerminkan kekhawatiran investor terhadap prospek perekonomian AS.

Menyusul laporan yang mengecewakan ini, para pedagang di pasar keuangan secara tajam meningkatkan prediksi mereka akan adanya penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin oleh Federal Reserve pada pertemuan mendatang. Pemicunya adalah Laporan Ketenagakerjaan Nasional ADP yang mengungkapkan bahwa jumlah lapangan kerja di sektor swasta AS justru menyusut 32.000 pada bulan sebelumnya, melanjutkan tren penurunan yang direvisi menjadi 3.000 pada Agustus.

Kontras dengan realitas tersebut, para ekonom yang disurvei oleh Reuters sebelumnya memperkirakan kenaikan lapangan kerja swasta mencapai 50.000, setelah mencatatkan pertumbuhan 54.000 pada Agustus. Disparitas ini menegaskan kondisi pasar tenaga kerja yang lebih lesu dari yang diantisipasi.

Situasi ini menempatkan pasar tenaga kerja dalam posisi yang dilematis. Data yang ada harus cukup lemah untuk membenarkan langkah Federal Reserve menurunkan suku bunga, namun di sisi lain, tidak boleh terlalu rapuh hingga memicu kekhawatiran akan perlambatan ekonomi yang lebih parah secara keseluruhan.

Menurut Jamie Cox, Managing Partner di Harris Financial Group, “ADP mungkin untuk pertama kalinya menjadi indikator yang lebih akurat tentang tingkat ketenagakerjaan yang sebenarnya.” Ia juga menambahkan bahwa “kebijakan pemerintahan Trump berupaya mengalihkan sebagian besar pertumbuhan lapangan kerja dari sektor publik ke sektor swasta,” memberikan konteks tambahan terhadap dinamika yang terjadi.

Sebagai lapisan ketidakpastian lainnya, perpecahan partisan yang kian dalam di Washington telah memicu risiko penutupan pemerintahan federal. Kondisi ini bukan hanya berpotensi menunda rilis data ekonomi vital, tetapi juga memperkeruh prospek pelonggaran kebijakan moneter oleh Federal Reserve, yang sangat dinantikan pasar.

Secara historis, penutupan pemerintah AS jarang menggagalkan kinerja pasar saham. Catatan dari Deutsche Bank menunjukkan bahwa S&P 500 bahkan mencatat kenaikan selama enam kali penutupan pemerintah terakhir. Namun, penutupan kali ini terjadi pada waktu yang krusial, bertepatan dengan valuasi saham yang sudah tinggi dan sentimen pasar yang tergolong rapuh.

Risiko semakin diperkuat jika penutupan ini berlangsung berkepanjangan. Data dari Vanguard menunjukkan bahwa dari tujuh kasus penutupan yang berlangsung selama 10 hari atau lebih, S&P 500 mengalami penurunan dalam empat kesempatan dan hanya naik tiga kali, mengindikasikan dampak negatif signifikan dari durasi yang panjang.

Dalam situasi yang tidak pasti ini, rilis laporan data penggajian nonfarm payrolls yang sangat dinanti pada hari Jumat kemungkinan besar akan ditunda. Oleh karena itu, para investor akan memfokuskan perhatian pada data PMI manufaktur dari Institute for Supply Management (ISM) untuk bulan September, yang dijadwalkan akan dirilis pada Rabu ini sebagai salah satu indikator kunci.

Lebih lanjut, penutupan pemerintah juga berpotensi mengguncang pasar tenaga kerja secara langsung jika lembaga-lembaga federal benar-benar melakukan PHK massal, sebuah langkah yang sebelumnya telah diisyaratkan oleh Presiden AS Donald Trump.

Selain data ekonomi, investor juga akan mencermati setiap komentar yang keluar dari Presiden Federal Reserve Bank of Richmond, Thomas Barkin. Pernyataannya akan menjadi petunjuk penting untuk melihat apakah ada perubahan nada dalam kebijakan The Fed, seiring para pembuat kebijakan berusaha menavigasi lanskap data ekonomi yang penuh ketidakpastian ini.

Di tengah kondisi pasar yang suram, saham Nike menjadi salah satu titik terang. Harga sahamnya melonjak 3,9% dalam perdagangan pre-market, sehari setelah perusahaan tersebut melaporkan pertumbuhan pendapatan yang mengejutkan di kuartal pertama, memberikan sedikit optimisme di antara sentimen negatif yang dominan.

Ringkasan

Wall Street mengalami penurunan di awal perdagangan karena data penggajian sektor swasta yang lebih rendah dari perkiraan dan ancaman shutdown pemerintah AS. Indeks Dow Jones, S&P 500, dan Nasdaq Composite semuanya mengalami penurunan. Pasar keuangan meningkatkan prediksi penurunan suku bunga oleh Federal Reserve setelah laporan ketenagakerjaan yang mengecewakan.

Ancaman shutdown pemerintah federal menambah ketidakpastian, berpotensi menunda rilis data ekonomi penting dan memperkeruh prospek kebijakan moneter. Investor juga akan memantau data PMI manufaktur dari ISM dan komentar dari Presiden Federal Reserve Bank of Richmond untuk mendapatkan petunjuk tentang kebijakan The Fed. Di tengah kondisi ini, saham Nike menjadi satu-satunya titik terang setelah melaporkan pertumbuhan pendapatan yang positif.