Indeks saham utama Amerika Serikat, Wall Street, mengalami penurunan signifikan pada penutupan perdagangan Selasa (7/10), dengan S&P 500 berakhir lebih rendah setelah sebelumnya sempat mencapai rekor tertinggi. Para investor saat ini mencermati gejolak politik yang terjadi di Prancis dan Jepang, serta potensi penutupan pemerintah AS (shutdown). Di sisi lain, harga emas berjangka mencatat sejarah baru dengan menembus level USD 4.000 per troy ons untuk pertama kalinya.
Mengutip laporan Reuters, tiga indeks utama Wall Street menunjukkan pelemahan. Rata-rata Industri Dow Jones (.DJI) anjlok 91,99 poin atau 0,20 persen, berakhir pada 46.602,98. Indeks S&P 500 (.SPX) turun 25,69 poin atau 0,38 persen menjadi 6.714,59. Sementara itu, Nasdaq Composite (.IXIC) memimpin penurunan dengan koreksi 153,30 poin atau 0,67 persen, ditutup pada 22.788,36.
Permintaan terhadap emas sebagai aset safe haven melonjak tajam, terutama didorong oleh ketidakpastian yang meliputi penutupan pemerintah AS yang telah memasuki hari ketujuh. Selain itu, ekspektasi pasar akan adanya penurunan suku bunga AS berikutnya juga turut memicu kenaikan harga logam mulia ini. Harga emas berjangka AS untuk pengiriman Desember ditutup pada USD 4.004,4, menguat 0,7 persen dalam sehari.
Di Eropa, mata uang Euro terus menunjukkan pelemahan terhadap dolar AS. Ini terjadi karena investor menantikan perkembangan lebih lanjut di Prancis, menyusul pengunduran diri Perdana Menteri Sebastien Lecornu secara tiba-tiba pada Senin (6/10) lalu. Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran serius mengenai prospek fiskal negara tersebut, menambah ketidakpastian di pasar global.
Saham raksasa kendaraan listrik, Tesla (TSLA.O), mencatat penurunan sebesar 4,4 persen, memberikan beban signifikan pada indeks S&P 500 dan Nasdaq. Penurunan ini terjadi setelah perusahaan meluncurkan versi yang lebih terjangkau dari SUV Model Y dan sedan Model 3 terlarisnya. Langkah strategis ini diambil Tesla dalam upaya membalikkan tren penurunan penjualan dan menyusutnya pangsa pasar. Akibatnya, indeks konsumen diskresioner (.SPLRCD) pun ikut terkoreksi 1,4 persen, memimpin penurunan di antara sektor-sektor S&P 500.
“Ketika saham teknologi dan saham-saham lainnya mencapai titik tertinggi sepanjang masa, dan emas juga mencetak rekor tertinggi sepanjang masa, sesuatu pasti akan terkoreksi,” ujar Jake Dollarhide, CEO Longbow Asset Management di Tulsa, Oklahoma, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (8/10). Pandangan ini menyoroti dinamika pasar yang tidak berkelanjutan ketika berbagai kelas aset mencapai puncak secara bersamaan.
Mengomentari performa Tesla, Art Hogan, kepala strategi pasar di B. Riley Wealth di New York, menyatakan, “Jika Anda melihat apa yang telah dilakukan Tesla sejak 2 April, itu adalah perubahan haluan total dalam hal harga saham. Sulit untuk membuat pengumuman dalam waktu dekat yang akan menandingi antusiasme harga saham tersebut.” Pernyataan ini menggarisbawahi tantangan Tesla untuk mempertahankan momentum positif harga saham di tengah rilis produk baru.
Di tengah gejolak pasar, ada beberapa saham yang berhasil menguat. Saham IBM (IBM.N) naik 1,5 persen setelah perusahaan mengumumkan kemitraan strategis dengan perusahaan rintisan kecerdasan buatan (AI) Anthropic. Kemitraan ini menunjukkan potensi pertumbuhan di sektor teknologi tertentu meskipun pasar secara keseluruhan lesu.
Secara global, Indeks MSCI untuk saham di seluruh dunia (.MIWD00000PUS) turun 3,93 poin atau 0,39 persen, ditutup pada 992,13. Ini mencerminkan sentimen negatif yang tidak hanya terbatas pada pasar AS, melainkan meluas secara global.
Sementara itu, di Eropa, Indeks STOXX 600 pan-Eropa (.STOXX) ditutup melemah 0,17 persen pada perdagangan Selasa. Saham unggulan Prancis (.FCHI) sempat menguat di awal perdagangan namun akhirnya berakhir datar. Kinerja ini mengikuti aksi jual tajam yang terjadi sehari sebelumnya pasca pengunduran diri mendadak Menteri Lecornu, yang terus memicu kekhawatiran di kalangan investor.