
Ussindonesia.co.id , JAKARTA — Sejumlah sekuritas mulai memberikan target untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dengan rentang antara 9.000 hingga 10.000 untuk 2026. Sejumlah saham juga tercatat menjadi pilihan untuk tahun depan.
Head of Research Kiwoom Sekuritas Liza Camelia Suryanata menuturkan pihaknya memiliki sejumlah pilihan saham untuk tahun 2026. Saham-saham tersebut di antaranya ASII, BBRI, BBCA, TLKM, JSMR, ENRG, JPFA, KLBF, hingga SSMS.
“Stockpick kami untuk 2026 ada ASII, dengan target harga Rp6.850. Katalis untuk ASII adalah perbaikan daya beli dan faktor suku bunga yang bisa menjadi rebound story untuk segmen otomotif Astra,” ujar Liza, Jumat (5/12/2025).
: IHSG Pekan Depan Diproyeksi Menguat jelang Pertemuan The Fed
Selain itu, lanjut Liza, agenda strategic review di semester I/2026 bisa jadi katalis penting bagi ASII dari segi valuasi fair to undervalue.
Saham selanjutnya adalah BBRI dengan target harga Rp4.620 per saham. Menurut Kiwoom Sekuritas, BBRI mulai menunjukkan perbaikan di segmen mikro, terutama dari normalisasi NPL dan dukungan stimulus kredit produktif. Dividend yield sekitar 8% dan valuasi fair to undervalue.
: : Top Gainers Sepekan: Saham ROCK Terbang 143,38% saat IHSG Kinclong
Kemudian saham BBCA dengan target price Rp9.100. Menurutnya, saham BBCA masih merupakan saham yang paling perform dibandingkan dengan big banks lain, agenda buyback, penyaluran kredit yang membaik, serta potensi turnover pada tahun 2026, dengan valuasi fair to undervalue.
Lalu saham JPFA dengan target harga Rp3.110. Liza mencermati JPFA akan terus membukukan pertumbuhan yang solid pada kuartal IV/2025, didukung oleh musim liburan akhir tahun yang diperkirakan dapat meningkatkan permintaan konsumen.
: : IHSG Sepekan Kinclong, Saham FILM, MORA hingga TLKM Jadi Penopang
Selain itu, harga jual yang lebih tinggi akibat aktivitas culling yang masih berlangsung dan pengurangan kuota impor GPS (Grand Parent Stock/bibit induk ayam) diperkirakan juga dapat mendukung pertumbuhan pendapatan.
Untuk saham KLBF, Kiwoom Sekuritas memberikan target price Rp1.700. Dia menuturkan intesitas curah hujan yang tinggi berpotensi meningkatkan permintaan pada produk healthcare. Sejauh ini, kata Liza, kinerja top line sembilan bulan 2025 KLBF sudah mencapai 75% dan bottom line mencapai 73% dari proyeksi Kiwoom Sekuritas.
“Kemarau basah yang diperkirakan hingga awal 2026 ini kami lihat masih bisa mendorong kinerja penjualan KLBF, yang mana kami perkirakan pertumbuhan 2026 untuk penjualan KLBF masih tumbuh kisaran 9%-10% dan bottom line tumbuh 8,77%,” ujarnya.
Kemudian untuk saham SSMS, Kiwoom Sekuritas memberikan target harga Rp1.920 per saham. Menurutnya, volume produksi berpotensi meningkat seiring kenaikan permintaan biodiesel B50, yang juga dapat mendorong naiknya ASP. Konsistensi realisasi dan distribusi program B50 menjadi faktor pendukung tambahan.
Selain itu, curah hujan tinggi membuat sejumlah perkebunan sawit di Sumatra terdampak dan berpotensi menurunkan pasokan. Dengan wilayah operasional yang berlokasi di Kalimantan, SSMS dapat diuntungkan dari kondisi suplai yang ketat. Hal ini membuka peluang ASP bergerak lebih tinggi.
Lalu untuk TLKM, Kiwoom Sekuritas memberikan target harga Rp4.000 per saham. Menurutnya, spin-off TIF menjadi katalis utama TLKM karena membuka peluang value unlocking dari aset fiber bernilai besar.
“Pemisahan bisnis fiber membuat kinerja lebih transparan, meningkatkan efisiensi, dan memungkinkan TLKM memperoleh valuasi lebih tinggi melalui re-rating aset infrastruktur serta peluang pendanaan/partnership strategis. Hasilnya, TLKM berpotensi mendapatkan peningkatan margin, struktur bisnis lebih ramping, dan valuasi lebih menarik,” ucap Liza.
Untuk JSMR, menurut Liza saham JSMR memiliki proteksi positif untuk 2026 didorong kenaikan trafik, pembukaan ruas baru, serta efek kenaikan tarif yang sudah dilakukan pada kuartal IV/2025.
Katalis utama bagi JSMR menurutnya tetap berasal dari penyesuaian tarif lanjutan dan potensi penurunan suku bunga yang dapat memperbaiki margin. Risiko bagi saham JSMR menurut Liza adalah adalah beban bunga yang masih tinggi serta peluang keterlambatan proyek.
Adapun saham terakhir yang menjadi top picks Kiwoom Sekuritas adalah saham ENRG, yang berpotensi positif di 2026 berkat ekspansi aset migas, peningkatan produksi 10%–15% YoY, serta pendanaan tambahan dari private placement/rights issue yang memperkuat modal untuk pemboran sumur baru.
Menurut Liza, kinerja ENRG sudah menunjukkan tren membaik dengan pertumbuhan penjualan, EBITDA, dan laba di 2025, sehingga peluang re-rating valuasi tetap terbuka. Selain itu, proyeksi pertumbuhan jangka menengah 2026-2030 dinilai solid, terutama dari kontribusi gas. Namun, risiko utama tetap berasal dari fluktuasi harga minyak–gas, eksekusi proyek, dan potensi dilusi dari aksi korporasi.