Menuju 2026, BI dan Bank Sentral Thailand uji ruang pelonggaran moneter

Ussindonesia.co.id JAKARTA — Bank sentral di Thailand dan Indonesia memasuki 2026 dengan arah kebijakan moneter yang semakin condong ke pelonggaran di tengah tekanan ekonomi global, risiko politik domestik, serta dampak tarif Amerika Serikat.

Melansir Bloomberg pada Kamis (18/12/2025), Bank sentral Thailand dan Bank Indonesia (BI) menetapkan kebijakan suku bunga pada Rabu kemarin. Bank of Thailand (BOT) memangkas suku bunga, sementara Bank Indonesia memilih menahan, seraya menyoroti berbagai risiko yang membayangi prospek ekonomi tahun depan.

Perbedaan utama dari keputusan tersebut terletak pada pergerakan mata uang. Meski sama-sama menghadapi tekanan, Thailand justru membutuhkan pelemahan baht, sementara Indonesia berupaya menarik arus modal masuk guna menopang penguatan rupiah.

: The Fed Buka Peluang Lanjutkan Pemangkasan Suku Bunga

Adapun, mata uang Baht tercatat telah menguat lebih dari 8% sepanjang tahun ini sementara rupiah melemah 3,03%.

“Langkah-langkah bertahap perlu diterapkan untuk mengelola pergerakan baht,” ujar Gubernur Bank of Thailand Vitai Ratanakorn dalam pidatonya pada Kamis (18/12/2025).

Vitai menyebut suku bunga acuan masih berpeluang diturunkan lebih lanjut, meski bank sentral harus menjaga ruang kebijakan yang semakin terbatas. Bank of Thailand juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan menjadi 1,5%, dengan alasan lemahnya permintaan domestik serta dampak tarif AS.

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan otoritas moneter akan terus menilai ruang untuk pemangkasan suku bunga lanjutan di tengah ketidakpastian global dan agenda Presiden Prabowo Subianto untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Ekonom Barclays Plc dalam catatan riset menyebut, alasan paling mungkin di balik keputusan Bank Indonesia kembali menahan suku bunga adalah depresiasi rupiah. 

“Kami melihat sedikit bukti bahwa bank sentral kini sepenuhnya puas dengan kinerja pertumbuhan ekonomi dan kredit hingga benar-benar menghentikan arah pelonggaran kebijakan,” jelasnya.

Thailand

Komite Kebijakan Moneter Bank of Thailand secara bulat memutuskan memangkas suku bunga repurchase tenor satu hari sebesar 25 basis poin menjadi 1,25%. Ini merupakan pemangkasan kelima dalam 14 bulan terakhir, sesuai dengan proyeksi 23 dari 24 ekonom yang disurvei Bloomberg.

“Dengan perlambatan ekonomi yang kian nyata serta meningkatnya berbagai risiko, kebijakan moneter dapat dibuat lebih akomodatif untuk memastikan kondisi keuangan mendukung pemulihan ekonomi dan meringankan beban utang kelompok rentan,” ujar komite dalam pernyataan resminya.

Pelonggaran lanjutan dinilai masih diperlukan seiring serangkaian guncangan yang dihadapi Thailand, termasuk dampak tarif resiprokal AS, banjir parah di wilayah selatan, serta bentrokan mematikan di perbatasan dengan Kamboja. 

Pasca-keputusan tersebut, baht dan indeks saham acuan Thailand—salah satu yang berkinerja terburuk secara global tahun ini—bergerak relatif stabil.

: Beda Arah dengan BI Rate, Bank Sentral Thailand Pangkas Bunga ke Level Terendah Sejak 2022

Perdana Menteri Anutin Charnvirakul telah membubarkan parlemen awal bulan ini dan menjadwalkan pemilu pada 8 Februari. Bank of Thailand telah memasukkan potensi keterlambatan anggaran selama dua hingga tiga bulan dalam proyeksinya, menyusul ketidakpastian politik.

Meski demikian, Vitai menegaskan kebijakan moneter saja tidak cukup untuk mengatasi normal baru pertumbuhan rendah Thailand, yang dibebani produktivitas rendah, utang tinggi, dan populasi menua.

Pemangkasan suku bunga sebelumnya disebut hanya mampu mendorong pertumbuhan PDB sekitar 0,2%, sehingga perlu dilengkapi dengan kebijakan yang lebih terarah untuk membantu debitur dan usaha kecil.

Indonesia

Bank Indonesia menahan BI-Rate di level 4,75% pada Rabu, sesuai perkiraan 22 dari 35 ekonom dalam survei Bloomberg. Sisanya memperkirakan pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin.

Keputusan ini menegaskan fokus Bank Indonesia pada stabilitas nilai tukar, di tengah keluarnya arus dana asing yang dipicu pertumbuhan ekonomi yang kurang menggembirakan serta kekhawatiran terhadap pembengkakan belanja negara untuk mendukung kebijakan populis Presiden Prabowo.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, permintaan kredit masih lemah karena pelaku usaha cenderung bersikap menunggu di tengah tingginya biaya pinjaman. Dia kembali mendorong perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit dan memperkuat insentif guna mendorong penyaluran pembiayaan dan pertumbuhan ekonomi.

: Adu Sentimen BI Rate Ditahan & Aliran Dividen Jumbo ke IHSG Akhir 2025

Bank Indonesia menyatakan akan mencermati prospek nilai tukar, inflasi, dan pertumbuhan dalam menentukan waktu pemangkasan suku bunga pada 2026. 

Tekanan harga, arus keluar obligasi, serta pasokan valuta asing yang lebih ketat—terkait rencana perubahan aturan penahanan devisa hasil ekspor—berpotensi menunda pelonggaran kebijakan, menurut para analis.

“Kami melihat hambatan yang cukup besar bagi BI untuk memangkas suku bunga pada Januari, bahkan Februari,” ujar ekonom Citigroup Inc. Helmi Arman, yang memundurkan proyeksinya untuk pemangkasan 25 basis poin masing-masing pada Maret dan Mei.