Saat investor asing rajin jual saham BBCA, BMRI cs. pada 2025

Ussindonesia.co.id , JAKARTA — Sejumlah saham seperti PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dan PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) menjadi saham yang paling banyak dijual asing pada 2025. Bagaimana kemudian nasibnya pada 2026?

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pasar saham Indonesia mencatatkan nilai jual bersih atau net sell asing sebesar Rp26,35 triliun sepanjang 2025 berjalan (year to date/ytd) atau sejak perdagangan perdana 2025 sampai perdagangan jelang akhir tahun, Selasa (16/12/2025).

Sejumlah saham menjadi paling getol dijual oleh investor asing pada 2025, terutama saham bank jumbo. Saham BBCA misalnya mencatatkan net sell asing sebesar Rp27,2 triliun sepanjang 2025. Kemudian, saham BMRI mencatat net sell asing Rp13,83 triliun.

Saham bank jumbo lainnya PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) mencatatkan net sell asing sebesar Rp7,93 triliun dan PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) mencatatkan net sell asing Rp4,24 triliun sepanjang 2025 berjalan.

Selain bank jumbo, saham lainnya yang mencatatkan net sell asing tinggi di pasar saham Indonesia yakni PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) dengan net sell asing sebesar Rp3,07 triliun dan PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) mencatatkan net sell asing Rp2,2 triliun sepanjang 2025.

Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan mengatakan arus dana asing memang keluar dari saham-saham bank jumbo pada 2025 didorong oleh tren suku bunga acuan yang masih tinggi. Kemudian, terdapat proyeksi bergesernya pergerakan dana asing pada 2026.

“Arah aliran dana asing pada 2026 memiliki peluang bergeser kembali ke saham-saham berkapitalisasi besar, terutama sektor perbankan jumbo,” kata Ekky kepada Bisnis pada Selasa (16/12/2025).

: Melirik Saham Grup Emtek EMTK, BUKA, SCMA Cs saat Superbank (SUPA) Listing di BEI

Pola pergeseran memang sudah terlihat sejak akhir 2025. Saham BBCA dan BMRI mulai kembali menyerap nilai beli bersih atau net buy asing dalam jumlah besar. Saham BMRI misalnya mencatatkan net buy asing sebesar Rp3,15 triliun dan BBCA mencatatkan net buy asing sebesar Rp451,51 miliar dalam sebulan terakhir.

Kondisi tersebut mencerminkan fase awal rebalancing setelah hampir setahun asing minim pergerakan dan malah melakukan rotasi ke sektor-sektor non-bank.

Pada 2026, peluang keberlanjutan arus masuk atau inflow asing ke saham bank jumbo akan semakin kuat, terutama karena tiga faktor utama. Pertama, lingkungan suku bunga global yang lebih rendah menjadi katalis penting. Sebab, perbankan adalah sektor yang paling sensitif terhadap penurunan biaya dana, baik secara langsung di margin bunga bersih (net interest margin/NIM) maupun sentiment-driven melalui arus modal masuk. 

“Jika The Fed memasuki fase pelonggaran lebih konsisten, investor global cenderung menambah eksposur pada saham-saham defensif dan likuid seperti BBCA, BMRI, dan BBRI,” ujar Ekky.

Kedua, dari sisi makro domestik, prospek pertumbuhan kredit, stabilitas rupiah, dan ekspektasi penurunan BI Rate juga menjadi kombinasi yang kondusif bagi sektor perbankan. 

Bank-bank jumbo memiliki lebih banyak leverage untuk menikmati pemulihan NIM dan kualitas aset dibanding bank lapis dua, sehingga secara risk-adjusted return menjadi kandidat utama capital inflow asing.

Ketiga, valuasi saat ini masih tergolong menarik. BBCA dan BMRI berada di bawah rata-rata valuasi historisnya, sehingga window re-rating cukup terbuka ketika laba kembali tumbuh positif pada 2026.

“Ini membuat inflow asing berpeluang lebih stabil dan terarah pada bank jumbo dibanding tahun sebelumnya,” kata Ekky.

Analis Kiwoom Sekuritas Miftahul Khaer menilai pada 2026 pergerakan dana asing akan cenderung lebih selektif dan berbasis fundamental. Menurutnya, kondisi tersebut sejalan dengan meredanya ketidakpastian suku bunga global serta ekspektasi pelonggaran moneter lanjutan dari The Fed dan Bank Indonesia.

Menurutnya, saham-saham bank jumbo seperti BBCA dan BMRI diproyeksikan kembali mendapatkan aliran dana asing pada 2026. Indikasi tersebut mulai terlihat pada akhir 2025, ketika arus dana asing perlahan kembali masuk ke saham perbankan besar.

“Kembalinya arus dana asing ke bank jumbo seperti BBCA dan BMRI di akhir 2025 ini kami kira sebagai sinyal awal rebalancing, dan berpotensi berlanjut pada 2026 apabila pertumbuhan katalis seperti kredit yang mulai membaik, kualitas aset, dan margin profitabilitas yang mulai rebound,” ujar Miftahul.

Adapun sentimen yang diperkirakan memengaruhi pergerakan dana asing pada 2026 antara lain stabilitas nilai tukar rupiah, arah kebijakan suku bunga global, prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia, serta dinamika perang dagang global.