
Ussindonesia.co.id , JAKARTA — Bank Indonesia (BI) tercatat telah memberikan berbagai pelonggaran kebijakan moneter dan insentif sepanjang 2025, salah satunya dengan total pemangkasan suku bunga acuan (BI Rate) 125 basis poin (bps) hingga berada di level 4,75%. Bank sentral mengharapkan langkah ini dapat mengerek naik penyaluran kredit terkhusus di sektor riil.
Namun demikian, hingga November 2025, kredit perbankan tercatat hanya tumbuh 7,74% secara tahunan (year-on-year/YoY). Persentase tersebut masih berada di bawah proyeksi BI terkait pertumbuhan kredit sebesar 8% hingga 11%.
Wakil Ketua Umum Bidang Otonomi Daerah Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Sarman Simanjorang memandang bahwa dunia usaha masih was-was dalam melakukan ekspansi sepanjang tahun ini.
: Kredit Tumbuh Melambat, BI Lempar ‘Bola Panas’ ke Pemerintah
“Pelaku usaha dalam melakukan ekspansi masih penuh kehati-hatian terhadap kondisi ekonomi global dan lokal, sehingga permintaan kredit ke perbankan masih melihat kepastian dan peluang yang menjanjikan,” kata Sarman saat dihubungi Bisnis, Senin (22/12/2025).
Lebih lanjut, dirinya menggambarkan kondisi daya beli masyarakat yang belum pulih, geopolitik global yang masih bergejolak, perang tarif resiprokal, hingga pelambatan ekonomi global yang mempengaruhi dan menekan perekonomian nasional.
: : Pertumbuhan Kredit Masih di bawah Target BI, Bankir Beri Penjelasan
Dia menegaskan bahwa hal ini menjadi beberapa faktor yang memengaruhi permintaan kredit ke perbankan oleh dunia usaha masih di bawah perkiraan pemerintah pada 2025.
Terkait langkah pemerintah yang diharapkan dapat menggerakkan sektor riil ke depan, Sarman menilai bahwa percepatan agenda strategis nasional perlu segera dilakukan.
: : BI Buka-bukaan 2 Hal yang Bikin Pertumbuhan Kredit Bank Melambat
Percepatan itu mencakup program hilirisasi, pengembangan energi terbarukan, program 3 juta rumah, program Makan Bergizi Gratis (MBG), hingga pembangunan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes) Merah Putih. Dia juga menggarisbawahi pentingnya penyerapan anggaran pemerintah yang tepat waktu dan tepat sasaran.
“Semakin banyak peluang yang dimiliki oleh sektor swasta maka peluang untuk menambah modal akan semakin meningkat,” ujar Sarman.
Selain itu, pihaknya juga mengharapkan adanya kebijakan yang mampu mendorong penciptaan lapangan pekerjaan berkualitas, guna mendongkrak daya beli masyarakat.
Pemerintah didorong agar dapat merancang kebijakan fiskal dan moneter yang menghasilkan stabilitas (pro-stability), pertumbuhan (pro-growth), dan berpihak kepada masyarakat miskin (pro-poor).
“Kemudian peningkatan efisiensi biaya usaha serta pembinaan dan pemberdayaan UMKM, agar pelaku usaha ini juga memanfaatkan kredit perbankan yang ada,” tegasnya.