Bursa Saham AS di Wall Street Lesu Tertekan Kenaikan Yield Obligasi

Ussindonesia.co.id , JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat melemah yang berpusat di distrik keuangan Wall Street pada perdagangan Senin (1/12/2025) waktu setempat tertekan lonjakan imbal hasil obligasi AS (US Treasury) dan data manufaktur. Kondisi ini menunjukkan dampak perang tarif yang diusung Presiden Donald Trump. Investor di pasar keuangan kini menanti keputusan suku bunga acuan dari Federal Reserve (The Fed) pekan depan untuk menentukan arah ekonomi.

Melansir Reuters pada Selasa (2/12/2025) indeks Dow Jones Industrial Average ditutup turun 295,65 poin atau 0,62% ke level 47.420,77. Sementara itu, indeks S&P 500 melemah 23,22 poin atau 0,34% ke posisi 6.825,87. Sedangkan Nasdaq Composite terkoreksi 68,69 poin atau 0,29% ke level 23.297,00.

Survei Institute for Supply Management (ISM) menunjukkan aktivitas manufaktur AS kembali terkontraksi pada November untuk bulan kesembilan berturut-turut. Pabrik-pabrik menghadapi penurunan pesanan serta kenaikan harga, seiring tekanan tarif impor yang masih membayangi sektor tersebut.

: Semarak IPO Desember, Menunggu 13 Kejutan Bersama SUPA

Pasar sebagian besar telah memperhitungkan pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada akhir rapat kebijakan dua hari yang berakhir 10 Desember mendatang. Berdasarkan alat pemantau FedWatch milik CME Group, peluang pemangkasan 25 basis poin mencapai 87,4%.

“Pasar sejatinya masih digerakkan oleh kinerja emiten selama musim laporan keuangan, tetapi kini fokus sepenuhnya beralih ke The Fed,” kata mitra sekaligus Kepala Riset Struktur Pasar Ekuitas di Themis Trading Joe Saluzzi.

Dia menilai tren kenaikan pasar saham secara umum masih berlanjut hingga akhir tahun, meski kemungkinan bergerak lebih lambat dan cenderung menguat secara bertahap.

Meski sejumlah pembuat kebijakan menyampaikan sikap berhati-hati, sinyal dovish dari beberapa anggota pemungut suara FOMC dalam beberapa pekan terakhir, ditambah laporan bahwa Penasihat Ekonomi Gedung Putih Kevin Hassett menjadi kandidat kuat pengganti Ketua The Fed Jerome Powell, semakin meningkatkan ekspektasi pelonggaran moneter dalam beberapa bulan ke depan.

Powell dijadwalkan menyampaikan pidato usai penutupan perdagangan. Namun, dia diperkirakan tidak akan membahas arah kebijakan moneter mengingat jarak waktu yang sangat dekat dengan jadwal rapat penetapan suku bunga.

: : Timah (TINS) Beri Sinyal Rasio Dividen 2025 Tembus 40%

“Saya kira pasar akan tetap mencari petunjuk, apa pun yang bisa ia sampaikan. Namun, sepertinya keputusan sudah hampir pasti,” ujar Saluzzi.

Investor juga menantikan rilis laporan tertunda indeks Personal Consumption Expenditures (PCE) periode September pada Jumat pekan ini, yang merupakan indikator inflasi utama acuan The Fed.

Di tengah ekspektasi pemangkasan suku bunga, imbal hasil Treasury AS justru naik mengikuti pelemahan obligasi pemerintah Jepang dan Eropa. Sentimen tersebut muncul setelah Gubernur Bank Sentral Jepang Kazuo Ueda memberi sinyal bahwa kondisi ekonomi kian mendekati waktu yang tepat untuk menaikkan suku bunga. Harga obligasi bergerak berlawanan arah dengan imbal hasil.

Kenaikan yield menekan sejumlah sektor di S&P 500 yang kerap dipandang sebagai substitusi obligasi, seperti real estate dan utilitas.

Tekanan juga terjadi pada saham-saham kripto. Coinbase merosot 5,1%, sementara saham Bitfarms yang tercatat di AS anjlok 6,9%, seiring bitcoin terperosok sekitar 7% hingga turun ke bawah US$85.000.

Berdasarkan data CoinGecko, kapitalisasi pasar kripto global telah menyusut lebih dari US$1 triliun sejak menyentuh rekor sekitar US$4,3 triliun.

Sementara itu, Strategy—pemegang bitcoin terbesar di dunia—terjun 7% setelah sempat anjlok lebih dari 12% di sesi perdagangan. Perusahaan tersebut juga memangkas proyeksi laba 2025 dengan alasan melemahnya kinerja harga bitcoin.