JAKARTA — Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, mendesak Bank Indonesia (BI) untuk memperluas fokus kebijakan moneternya, tak hanya pada instrumen keuangan non-emas seperti Surat Berharga Rupiah Indonesia (SRBI). Misbakhun menekankan pentingnya peran aktif BI dalam memperkuat cadangan emas nasional sebagai strategi jangka panjang untuk meningkatkan stabilitas ekonomi.
Dalam Seminar Nasional “Di Balik Kilau Emas: Siapa Penjamin Simpanan di Bullion Bank?” di Universitas Paramadina, Jakarta (5/8/2025), Misbakhun menyatakan, “BI harus lebih aktif dalam memperkuat sistem cadangan emas. Basis cadangan emas yang kuat akan secara signifikan memperkuat posisi bank sentral dalam kebijakan moneter.” Ia menilai kebijakan moneter Indonesia selama ini terlalu bergantung pada instrumen non-emas, padahal cadangan emas yang solid dapat menciptakan ketahanan ekonomi yang jauh lebih stabil.
Saat ini, total cadangan emas nasional Indonesia mencapai sekitar 220 ton. Namun, distribusi kepemilikannya masih terpecah. BI mengelola sekitar 80 ton, Pegadaian 100 ton, dan Bank Syariah Indonesia (BSI) sekitar 40 ton. Jumlah ini masih jauh di bawah Singapura yang memiliki sekitar 240 ton, meskipun negara tersebut tidak memiliki tambang emas. Misbakhun menyoroti perbedaan ini dengan mengatakan, “Cadangan emas fisik kita masih jauh lebih kecil dibandingkan Singapura.”
Selain itu, Misbakhun juga menyarankan perluasan peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menjamin simpanan emas masyarakat di bullion bank. Mengingat keberhasilan LPS dalam menjaga stabilitas keuangan nasional melalui penjaminan simpanan perbankan, Misbakhun berpendapat model serupa dapat diterapkan pada aset emas. Ia mencontohkan, “LPS ke depan bisa diberi mandat untuk menjamin simpanan berbasis emas, seperti halnya mandat penjaminan polis asuransi yang dimulai tahun 2028.”
Meskipun belum ada regulasi spesifik terkait penjaminan simpanan emas, Misbakhun melihat potensi besar dari sistem bullion yang sudah berjalan. Ia optimistis DPR dapat merumuskan kerangka hukum yang mendukung jika praktik bullion terbukti berjalan baik. Dengan demikian, Indonesia dapat melakukan perdagangan kontrak derivatif emas internasional, misalnya melalui London Bullion Market Association (LBMA) atau Chicago Mercantile Exchange (CME), tanpa harus mengekspor emas fisiknya.