Harga terkoreksi, mampukah BTC tembus US$ 100.000 pada akhir tahun 2025?

Ussindonesia.co.id – JAKARTA. Pergerakan harga Bitcoin (BTC) kembali menjadi sorotan menjelang akhir tahun setelah mengalami koreksi mingguan sebesar 6,48%. 

Tekanan jual yang meningkat memunculkan ketidakpastian di pasar, membuat pelaku pasar mencermati level teknikal penting, arus dana ETF, serta faktor makroekonomi global yang berpotensi memengaruhi arah harga selanjutnya.

Pada 15 Desember 2025, tekanan jual meningkat tajam dan memicu likuidasi posisi long senilai sekitar US$ 200 juta hanya dalam waktu satu jam. 

Kondisi tersebut mendorong harga Bitcoin turun menembus level support US$ 87.000 dan sempat menyentuh area US$ 85.000. Meski demikian, setelah koreksi tersebut, harga BTC mulai menunjukkan stabilisasi dan saat ini diperdagangkan di kisaran US$ 87.000.

Sampoerna Agro (SGRO) Serap Capex Rp 230 Miliar per September 2025

Analis Tokocrypto Fyqieh Fachrur bilang, meski terjadi pemantulan harga, tekanan dari pihak bearish masih relatif dominan. Namun, rendahnya volume jual mengindikasikan bahwa penurunan ini lebih menyerupai koreksi sehat dibandingkan perubahan tren besar.

Dari sisi fundamental, investor institusional tercatat menarik dana dari spot Bitcoin ETF. Namun, di sisi lain, akumulasi oleh korporasi masih terus berlangsung dan menopang optimisme jangka panjang terhadap Bitcoin.

Fyqieh menilai kondisi ini menunjukkan adanya perbedaan pandangan antara pelaku pasar jangka pendek dan jangka panjang.

“Penarikan dana dari ETF mencerminkan sikap hati-hati investor institusional terhadap kondisi makro saat ini. Namun, berlanjutnya akumulasi oleh korporasi menandakan bahwa kepercayaan terhadap fundamental Bitcoin sebagai aset lindung nilai jangka panjang masih cukup kuat,” ujar Fyqieh dalam keterangan tertulis, Kamis (18/12/2025).

Secara teknikal, Fyqieh menyebut area US$ 88.000 – US$ 89.000 menjadi zona krusial bagi Bitcoin. Jika mampu menembus dan bertahan di atas level tersebut, BTC berpotensi melanjutkan penguatan menuju area US$ 90.000 hingga US$ 95.000. 

Penembusan di atas US$ 95.000 dinilai dapat mengembalikan sentimen bullish dan membuka peluang uji ulang level psikologis US$ 100.000 sebelum akhir tahun.

Namun, risiko penurunan masih membayangi. Level support penting berada di US$ 85.000. Jika area ini gagal dipertahankan, Bitcoin berpotensi turun lebih dalam ke US$ 83.000, bahkan hingga US$ 80.500.

“Selama Bitcoin mampu bertahan di atas US$ 86.000, peluang pemulihan masih terbuka. Namun, kegagalan mempertahankan level tersebut bisa memicu fase konsolidasi lebih panjang dan menunda potensi reli hingga awal 2026,” jelasnya.

Selain faktor teknikal, pasar kripto juga masih dibayangi oleh sentimen global, termasuk rencana kenaikan suku bunga oleh Bank of Japan. Secara historis, kebijakan pengetatan moneter Jepang kerap memicu volatilitas di aset berisiko, termasuk Bitcoin, akibat berkurangnya likuiditas dari yen carry trade.

Dengan kondisi saat ini, Fyqieh proyeksi harga Bitcoin berada pada fase netral ke bullish. Bertahan di atas US$ 86.000 menjaga skenario pemulihan tetap valid, sementara penembusan di atas US$ 92.000 berpotensi menggeser outlook pasar kembali ke arah bullish menjelang akhir tahun.

“Pasar masih membutuhkan katalis yang kuat untuk menembus resistance besar. Selama belum ada dorongan volume dan sentimen yang signifikan, pergerakan Bitcoin cenderung bergerak sideways dengan volatilitas tinggi,” pungkas Fyqieh.

Transaksi Aset Kripto Melambat di Akhir Tahun, Begini Proyeksi di Tahun Depan