Ussindonesia.co.id JAKARTA. Semester I-2025 telah ditutup, dan hampir seluruh konstituen indeks LQ45 telah mempublikasikan laporan keuangan mereka. Hasilnya? Mayoritas kinerja perusahaan sejalan dengan ekspektasi pasar. Berdasarkan data Bloomberg, dari 32 emiten yang telah melaporkan, kinerja keuangan mereka menunjukkan tren yang beragam, dengan performa yang sangat kontras antara perusahaan-perusahaan unggulan dan yang kurang beruntung.
Pertumbuhan pendapatan paling menonjol dicatat oleh PT Barito Pacific Tbk (BRPT), perusahaan milik Prajogo Pangestu. BRPT membukukan pendapatan sebesar US$ 3,22 miliar, melonjak 178,52% secara tahunan (YoY) dari US$ 1,15 miliar di periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan yang signifikan ini juga tercermin pada laba bersih, yang meroket 1.464,89% YoY menjadi US$ 539,82 juta pada Juni 2025.
Di sisi lain, PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) mencatat kinerja yang jauh kurang menggembirakan. Emiten tambang tembaga dan emas ini mengalami penurunan pendapatan yang drastis sebesar 88,21% YoY, hanya mencapai US$ 182,59 juta pada Juni 2025. Lebih buruk lagi, AMMN menderita kerugian bersih US$ 148,72 juta, berbalik dari laba US$ 475,254 juta di semester I tahun lalu.
Oktavianus Audi, VP Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia, memberikan analisisnya terhadap kinerja emiten LQ45. Ia menyatakan bahwa secara keseluruhan, kinerja perusahaan-perusahaan tersebut sejalan dengan ekspektasi. Sebanyak 13 emiten (43%) berhasil melampaui target Earning Per Share (EPS), sementara sisanya meleset. Audi menunjuk beberapa faktor penyebabnya, di antaranya kebijakan suku bunga yang masih ketat meskipun Bank Indonesia (BI) telah memangkas suku bunga acuan sebesar 50 basis points (bps).
Kinerja perbankan, misalnya, terdampak oleh hal ini. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) gagal mencapai target EPS, berbeda dengan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang berhasil melampaui target berkat basis CASA yang kuat. Penurunan harga komoditas seperti batubara dan minyak mentah juga turut memberikan tekanan, mengakibatkan EPS PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) tidak sesuai ekspektasi.
Namun, Audi juga mencatat sisi positif. Momentum libur dan konsumsi kebutuhan pokok yang solid, dibarengi dengan efisiensi operasional, berhasil menjaga margin beberapa perusahaan, seperti ICBP, INDF, UNVR, dan AMRT yang sukses melampaui target EPS. Faktor lain yang memengaruhi adalah capital expenditure (capex) dan kompetisi harga, terutama di sektor telekomunikasi yang menghadapi tekanan dari kompetisi tarif data dan tingginya capex untuk pengembangan infrastruktur.
Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, menambahkan bahwa beberapa perusahaan menunjukkan kinerja yang sedikit mengecewakan, meskipun harapan sebelumnya cukup tinggi. PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), misalnya, mengalami penurunan laba bersih sebesar 6,68% YoY menjadi Rp 10,97 triliun di semester I-2025, di tengah tekanan pendapatan yang turun 3,04% YoY menjadi Rp 73 triliun. Nico juga mencatat penurunan kinerja perbankan di tengah berbagai sentimen negatif yang mempengaruhi Himbara.
Meskipun demikian, ada beberapa perusahaan yang kinerjanya sesuai proyeksi Pilarmas Investindo Sekuritas, antara lain BBCA, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), dan PT Bank Jago Tbk (ARTO).
Efeknya Terhadap Pasar
Nico berpendapat bahwa sentimen positif pada saham-saham berkapitalisasi pasar besar di IHSG akan mendorong gairah pasar. Beberapa emiten di luar sektor perbankan yang masuk dalam 10 besar saham dengan kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan penguatan, memberikan harapan bagi pasar. Namun, harapan saat ini terutama tertuju pada bank-bank pelat merah yang memiliki porsi besar dalam kapitalisasi pasar, tetapi kinerjanya masih kurang optimal.
Indy Naila, Investment Analyst Edvisor Provina Visindo, menambahkan bahwa hasil rilis kinerja emiten big caps memiliki pengaruh signifikan terhadap pasar saham domestik. Namun, pergerakan IHSG belakangan ini masih didorong oleh beberapa saham konglomerasi, membuat IHSG cenderung sideways dan berpotensi terkoreksi karena investor cenderung mengambil momentum. Hal senada diungkapkan Audi, yang menilai penggerak IHSG didominasi oleh sektor di luar keuangan, mengingat sektor keuangan memiliki bobot terbesar (24%) terhadap IHSG dan masih mengalami tekanan di kuartal II-2025. Sementara sektor defensif cenderung solid berkat konsumsi kebutuhan pokok yang terjaga.
Kiwoom Sekuritas merekomendasikan beli BBCA dan BBRI dengan target harga masing-masing Rp 9.250 dan Rp 3.460. Mereka juga merekomendasikan beli TLKM (target Rp 3.240), beli ICBP (target Rp 14.000), dan beli KLBF (target Rp 1.720). Pilarmas Investindo Sekuritas merekomendasikan BBCA, INDF, ICBP, AMRT, CTRA, dan ARTO dari indeks konstituen LQ45. Sementara itu, Indy menyarankan investor untuk melirik saham perbankan seperti BMRI, BBNI, dan BBRI untuk jangka panjang.
Ringkasan
Laporan keuangan semester I-2025 dari emiten LQ45 menunjukkan hasil yang beragam. Beberapa perusahaan seperti BRPT mencatatkan kenaikan pendapatan dan laba yang signifikan, sementara yang lain seperti AMMN mengalami penurunan drastis dan kerugian. Secara keseluruhan, kinerja sebagian besar emiten sejalan dengan ekspektasi pasar, dengan sekitar setengahnya melampaui target Earning Per Share (EPS).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja emiten antara lain kebijakan suku bunga, penurunan harga komoditas, efisiensi operasional, dan persaingan. Meskipun beberapa perusahaan besar seperti Telkom mengalami penurunan laba, beberapa lainnya seperti BBCA dan Indofood menunjukan kinerja yang baik. Sentimen pasar dipengaruhi oleh kinerja emiten big caps, terutama bank-bank pelat merah, meskipun saham konglomerasi juga berperan penting dalam pergerakan IHSG.