
Ussindonesia.co.id , JAKARTA – Harga saham emiten milik Grup Bakrie kembali mencuri perhatian investor pasar modal sepanjang 2025. Saham emiten keluarga asal Lampung itu lompat hingga ratusan persen secara tahun kalender.
Sebagai pengingat, kelompok ini juga menjadi penggerak pasar modal Tanah Air pada 2008 sebelum akhirnya jatuh akibat krisis utang Amerika yang menyeret pasar modal Tanah Air. Saham Bakrie yang banyak dilakukan repo untuk membayar ganti rugi korban lumpur Lapindo tidak mampu menutup valuasi utangnya sehingga terjadi jual paksa yang membuat harga jatuh dalam dan hingga kini belum bangkit seperti posisi 2008.
Kala itu terdapat tujuh saham Bakrie di pasar modal atau oleh kalangan investor disebut seven samurai. Emiten itu terdiri dari PT Bumi Resources Tbk. (BUMI), PT Energi Mega Persada Tbk. (ENRG), PT Darma Henwa Tbk. (DEWA), PT Bumi Resources Minerals Tbk. (BRMS), PT Bakrie & Brothers Tbk. (BNBR), PT Bakrieland Development Tbk. (ELTY), dan PT Bakrie Telecom Tbk. (BTEL).
: Grup Bakrie (BNBR) Kembali ke Bisnis Tol, Update Cara Kuasai 100% Ruas Cibitung dari Waskita (WSKT) Cs
Setelah 17 tahun berlalu, konglomerasi Bakrie telah menambah sejumlah emiten di pasar modal seperti PT Ancara Logistics Indonesia Tbk. (ALII), PT Visi Media Asia Tbk. (VIVA), PT Intermedia Capital Tbk. (MDIA), Bakrie Sumatera Plantations (UNSP), PT Vktr Teknologi Mobilitas Tbk. (VKTR) serta PT Graha Andrasentra Propertindo Tbk. (JGLE).
Kecuali BTEL yang delisting, sepanjang tahun kalender (ytd) saham keluarga Bakrie menunjukkan kinerja cemerlang dan memberikan capital gain jumbo kepada investor.
: : Laba Emiten Mobil Listrik Bakrie (VKTR) Longsor, Beberkan Calon Pendorong Kinerja 2025
Bumi Resources Tbk. – TradingView
Dalam perdagangan kemarin, saham BUMI lompat 16,67%. Sedangkan ytd, saham emiten batu bara ini memberikan capital gain 82,11%. Padahal, hingga September 2025 kinerja keuangan BUMI mengalami penurunan 76,1% yoy. Kinerja harga saham serupa terlihat dari entitas anak usahanya yang bergerak dalam tambang emas dan mineral yakni BRMS.
Emiten tambang yang kini berkongsi dengan Salim Group itu naik 2,55% pada perdagangan kemarin. Meski demikian, saham emas ini sudah memberi capital gain 150% jika dihitung secara tahun kalender (ytd).
: : Intiland (DILD) Prakarsai Proyek di IKN Nusantara Rp2,8 Triliun
Perusahaan tambang lain dalam Grup Bakrie yakni ENRG juga memberikan kinerja harga saham yang berlipat. ENRG ditutup pada level Rp910 pada perdagangan kemarin alias naik 0,55% secara harian. Meski demikian capital gain investor menjadi 276% jika dihitung ytd.
Capitan gain jumbo lainnya sepanjang tahun kalender (ytd) dalam Grup Bakrie disumbang DEWA (264.41%), BNBR (56,25%), serta ELTY (118,18%). Sedangkan emiten yang IPO setelah 2008 yakni ALII sudah cuan 81,94%, VIVA (357,14%), UNSP (109,68%), VKTR (228,68%) dan MDIA (218,18%).
Meski memberi cuan puluhan hingga ratusan persen, sebagian emiten Keluarga Bakrie ini masih berada dalam status Full Call Auction (FCA) dan harga sahamnya berada di bawah Rp50 seperti VIVA, MDIA, ELTY, hingga BNBR.
Lonjakan saham Bakrie sendiri ditopang oleh beragam sentimen seperti aksi korporasi, promosi di indeks bergengsi, hingga momentum lonjakan harga komoditas.
Terbaru misalnya saham BRMS masuk ke dalam daftar MSCI Global Standard Indexes. Hal itu terungkap dalam pengumuman resmi Morgan Stanley Capital International (MSCI) pada 5 November 2025. BRMS masuk bersama dengan emiten panas bumi Prajogo Pangestu, PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN).
Saham BUMI tercatat masuk ke dalam tiga indeks bergengsi di dalam negeri. Mengacu pada pengumuman Bursa Efek Indonesia (BEI), saham emiten tambang batu bara kongsi Grup Bakrie dan Grup Salim itu masuk dalam indeks LQ45, IDX80, dan Indeks Bisnis-27. Saham BUMI masuk ketiga indeks tersebut mulai 3 November 2025 sampai 30 Januari 2026.
Adapun, kontribusi likuiditas saham BUMI memberikan bobot sebesar 0,73% pada indeks LQ45, 0,71% pada IDX80, dan 1,14% pada Bisnis-27.
Emiten kongsi Grup Bakrie dan Grup Salim, PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) juga menjalin kesepakatan dengan PT Supreme Global Investment untuk mengakuisisi saham perusahaan tambang bauksit di Indonesia. Hal itu tertuang dalam kesepakatan bersama (term sheet) dengan PT Supreme Global Investment (SGI) yang ditandatangai pada 25 September 2025.
Term sheet itu menjadi dasar bagi BUMI untuk mengakuisisi 45% saham PT Laman Mining dari PT Supreme Global Investment. Sebagai informasi, PT Laman Mining merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan bauksit di Indonesia.
“Nilai pembelian saham ditetapkan sebesar US$59,1 juta yang akan dibayarkan dalam dua tahap,” tulisnya dalam laporan keuangan per 30 September 2025, dikutip Kamis (13/11/2025).
Lainnya, BUMI telah mengakuisisi 100% saham Wolfram Limited (WFL), perusahaan tambang emas dan tembaga asal Australia.
Investor asing juga aktif memborong bisnis komoditas kelompok ini. Pada perdagangan pekan lalu aliran masuk atau inflow dana asing masuk dengan deras di tengah momen Rebalancing indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI). Periode ini, saham BRMS termasuk yang menjadi incaran meski bukan yang utama. Periode ini, saham BBCA yang jadi idola investor asing.
Selain itu, MSCI juga menunjuk enam saham Indonesia untuk masuk dalam kategori MSCI Small Cap Indexes termasuk milik Grup Bakrie. Mereka adalah PT Dharma Satya Nusantara Tbk. (DSNG), PT Energi Mega Persada Tbk. (ENRG), PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF), PT MNC Digital Entertainment Tbk. (MSIN), PT Rukun Raharja Tbk. (RAJA), dan PT Solusi Sinergi Digital Tbk. (WIFI).
Energi Mega Persada Tbk. – TradingView
Head of Research KISI Sekuritas, Muhammad Wafi mengatakan aliran dana asing mengalir deras ke pasar saham Indonesia dipengaruhi oleh kombinasi faktor global dan domestik. Di global ekspektasi The Fed mulai longgar di 2026.
Dari domestik, stabilitas rupiah, surplus neraca dagang, serta valuasi saham bank jumbo dan blue chip yang sudah murah relatif ke regional.
“Fund flow sampai akhir tahun kemungkinan masih positif, tapi intensitasnya bisa melambat. Asing masih akan memanfaatkan momentum window dressing dan rebalancing akhir tahun,” kata Wafi kepada Bisnis pada awal pekan ini (10/11/2025).
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus juga menjelaskan sejumlah sentimen menjadi pendorong pembelian saham oleh asing di pasar modal Indonesia.
“Kalau kita bicara sentimen, The Fed sudah pangkas tingkat suku bunga kemarin, dan The Fed akan melanjutkan pertemuan pada Desember mendatang. Sejauh ini, ada potensi yang cukup besar bagi The Fed untuk memangkas kembali tingkat suku bunganya,” kata Nico pada beberapa waktu lalu.
Menurutnya, pemangkasan suku bunga Fed tersebut berpotensi terjadi lagi pada akhir tahun nanti. Lalu, katalis selanjutnya menurut Nico adalah pemangkasan tingkat suku bunga BI Rate pada akhir tahun ini.
Dia menuturkan hal ini akan membuat pasar menjadi semakin menarik, khususnya sektor-sektor yang memiliki koneksi terhadap penurunan tingkat suku bunga. Katalis ketiga, kata dia, sampai saat ini meskipun pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025 turun, tetapi angka tersebut masih di atas 5%.
“Harapannya adalah apa yang diberikan Pak Purbaya, Menteri Keuangan terhadap stimulus, semoga sudah mendapatkan hasil pada kuartal keempat ini,” ujarnya.
Di sisi lain, dengan rebalancing indeks MSCI, cukup banyak saham-saham yang memiliki fundamental baik, memiliki potensi valuasi di masa yang akan datang, yang akan menarik banyak investor asing untuk kembali masuk ke pasar saham Indonesia.
“Jadi kami pikir tentu investor asing perlahan tapi pasti, memperhatikan momentum, memperhatikan fundamental saham, memperhatikan potensi valuasi di masa yang akan datang, mereka akan masuk kembali,” kata dia.
—
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.