Ussindonesia.co.id JAKARTA. Analis rekomendasi investor membeli saham bank blue chip di Bursa Efek Indonesia (BEI). Harga saham bank blue chip ini diprediksi akan naik tinggi setelah pemotongan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dan kucuran dana pemerintah Rp 200 triliun.
Saham blue chip adalah saham lapis satu yang telah berpengalaman lama di pasar modal. Saham blue chip biasanya berasal dari perusahaan dengan fundamental keuangan yang kuat serta memiliki nilai kapitalisasi pasar besar mencapai puluhan hingga ratusan triliun atau lebih.
Di BEI, saham blue chip biasanya menjadi penghuni indeks mayor seperti LQ45. Lalu, saham blue chip apa yang menjadi rekomendasi beli oleh investor?
BYD Tetap Terlaris Agustus 2025, Cek Harga Mobil Listrik Atto Dolphin M6 Seal Terbaru
Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia Harry Su merekomendasikan beli:
- Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan target harga Rp 10.000 per saham
- Saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan target harga Rp 5.200 per saham
- Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan target harga Rp 4.000 per saham
- Saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dengan target harga Rp 4.500 per saham.
Faid Asad, Analyst Maybank Sekuritas merekomendasikan beli saham BBRI dengan target harga di level Rp 4.900 per saham.
Terpantau, saham BBRI melesat 8,76% dalam sepekan terakhir ke level Rp 4.220 per saham pada Rabu (17/9/2025). Saham BMRI juga tumbuh 2,50% dalam sepekan terakhir ke level Rp 4.510 per saham.
Sementara itu, saham BBNI melesat 8,54% dalam sepekan terakhir ke level Rp 4.450 per saham. Saham BBTN naik 9,02% ke level Rp 1.390 per saham dalam sepekan terakhir. Adapun saham BRIS melonjak 6% ke level Rp 2.650 per saham sejak sepekan yang lalu.
Daftar Menteri & Wamen Baru Hasil Reshuffle Kabinet Prabowo Jilid 2, Cek Gajinya
Sentimen positif saham bank blue chip
Lonjakan harga saham terjadi setelah kebijakan pemerintah yang memindahkan dana mengendap di Bank Indonesia (BI) sebesar Rp 200 triliun kepada bank-bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) berpotensi memberi dampak signifikan bagi saham-saham di sektor tersebut.
Ditambah lagi, emiten perbankan juga terpapar oleh sentimen penurunan suku bunga acuan atawa BI Rate yang kembali dilakukan Bank Indonesia (BI) menjadi 4,75%.
Seperti yang diketahui, pekan ini Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyalurkan dana milik negara senilai Rp 200 triliun yang tersimpan di BI kepada Bank BRI, Bank Mandiri , Bank BNI, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS).
Dana tersebut ditujukan untuk memperkuat likuiditas dan mendorong pertumbuhan kredit. Namun, Himbara tidak boleh menggunakan suntikan dana tersebut untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Kemudian, Bank Indonesia (BI) memotong suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 4,75% berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Rabu, 17 September 2025. Di atas kertas, kebijakan BI ini dapat membuat emiten-emiten bank memperoleh cost of fund yang lebih rendah.
Menurut Harry, bank-bank tersebut akan mendapat dampak positif dengan kebijakan pemerintah yang menyalurkan dana Rp 200 triliun ke emiten-emiten Himbara. Penyaluran itu berpotensi meningkatkan likuiditas sekaligus menurunkan load to deposit ratio (LDR) bank dari 93,5% menjadi 89,6%.
Hal ini akan memberikan kesempatan bagi perbankan untuk menyalurkan kredit lebih banyak.
“Namun, jika kredit disalurkan ke sektor berisiko, non-performing loan (NPL) bisa meningkat serta menekan kualitas aset dan margin bank,” ujar dia, Rabu (17/9/2025).
Faid Asad, Analyst Maybank Sekuritas menambahkan, emiten Himbara berpeluang mendapat dampak paling awal atas penyaluran dana Rp 200 triliun yang terjadi bersamaan dengan momentum pemangkasan suku bunga acuan BI. Namun, pada akhirnya seluruh industri akan merasakan dampak atas pengurangan kompetisi pendanaan yang nanti bakal mengurangi biaya pendanaan para pelaku usaha.
Menurut Faid, jika emiten Himbara tidak dapat sepenuhnya menyalurkan dana negara sebanyak Rp 200 triliun, maka emiten tersebut bisa mengurangi porsi dana mahalnya dengan tambahan likuiditas, sehingga akan terjadi perbaikan margin.
“Menurut kami, kebijakan ini merupakan gerakan yang positif ke sektor perbankan, tetapi kalau ada pelemahan rupiah, asing cenderung melakukan aksi jual,” tukas dia, Rabu (17/9/2025).
Senada, Harry menganggap pada dasarnya prospek saham bank menjanjikan berkat likuiditas yang meningkat dan suku bunga acuan BI yang berada di fase menurun.
Namun, kembali lagi, masih ada risiko penurunan kualitas aset, pelemahan pertumbuhan kredit, hingga tekanan jual asing yang terjadi pada saham-saham bank.
Dari situ, Harry lebih memilih saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) berkat kualitas aset yang baik, franchise Current Account Savings Account (CASA) yang tinggi, dan Return of Equity (ROE) yang tertinggi di sektor perbankan sebesar 25,2%.