
Bank Indonesia (BI) memastikan skema burden sharing atau pembagian beban bunga bukan kebijakan cetak uang baru, melainkan untuk memperkuat likuiditas di pasar uang maupun perbankan.
Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, mengatakan skema yang dilakukan kini berbeda dengan saat pandemi COVID-19. Pertama, BI tidak akan membeli Surat Berharga Negara (SBN) jangka panjang di pasar primer.
Hal ini disebabkan sudah tidak berlakunya UU Nomor 2 Tahun 2020. Dengan begitu, peraturan BI kembali kepada UU No 3 Tahun 2004, di mana BI hanya bisa membeli Surat Perbendaharaan Negara (SPN) di pasar sekunder.
“BI tentunya dalam rangka membantu likuiditas pasar uang, likuiditas perbankan, itu kita akan tetap melakukan pembelian SBN terutama di pasar sekunder,” katanya saat ditemui di kompleks parlemen, Rabu (10/9).
Kemudian, Denny menjelaskan skema burden sharing untuk pendanaan program Asta Cita Prabowo, terutama program 3 juta rumah dan Koperasi Desa Merah Putih, yakni pembagian beban bunga pada imbal hasil SBN 10 tahun.
“Berapa yield-nya dikurangi dengan penempatan dana pemerintah di lembaga keuangan, itu kemudian dibagi dua. Hasilnya adalah separuh akan menjadi beban pemerintah, separuh akan menjadi beban bank Indonesia,” jelas Denny.

Nantinya, pembebanan kepada BI yakni dengan memberikan tambahan bunga pada rekening pemerintah yang ditempatkan di BI. Dengan demikian, Denny menegaskan bahwa skema tersebut bukan berarti BI akan mencetak uang baru.
“Yang kedua, tidak ada namanya BI mencetak uang baru, karena pembelian akan dilakukan di pasar sekunder. Berarti di pasar sekunder sebenarnya uangnya sudah ada, tinggal pergantian kepemilikan dari SBN tersebut,” tegasnya.
Terakhir, melalui skema ini, Denny menyebutkan BI mendukung program Asta Cita dengan meringankan beban pemerintah sekaligus masyarakat dengan menaikkan pendapatan bunga untuk rekening pemerintah di BI.
Adapun Surat Keputusan Bersama (SKB) antara BI dan Kementerian Keuangan terkait skema burden sharing sudah diteken pada pekan lalu. Namun, detail dari kebijakan ini akan disampaikan secara berkala ke depannya.
“Ini prinsipnya ya, nanti besaran-besarannya akan disampaikan secara berkala. Ini kan sebenarnya belum ada realisasi, tetapi secara mekanisme seperti itu dan tentunya SKB-nya baru ditandatangani, kalau tidak salah tanggal 4 atau 5 gitu ya,” pungkas Denny.