Direktur Utama Pertamina Geothermal (PGEO) Julfi Hadi Mengundurkan Diri

Ussindonesia.co.id JAKARTA. Kabar mengejutkan datang dari PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO). Di mana, PGEO mengumumkan pengunduran diri Direktur Utama PGEO Julfi Hadi.

Corporate Secretary PGEO Kitty Andhora mengatakan, PGEO telah menerima surat pengunduran diri Julfi Hadi selaku Direktur Utama.

Surat yang diterima perseroan terkait pengunduran diri Julfi Hadi itu tertanggal 25 November 2025.

“Selanjutnya, sesuai Pasal 8 ayat (3) POJK 33/2014, Perseroan akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam jangka waktu paling lambat 90 hari kalender sejak diterimanya surat pengunduran diri,” katanya dalam keterbukaan informasi tanggal 27 November 2025.

Kinerja Summarecon Agung (SMRA) Lesu, Laba Bersih Turun 41,39% per Kuartal III 2025

Sebagai informasi, PGEO cetak kinerja kurang memuaskan di sepanjang tahun 2025. Di mana, PGEO hanya cetak pendapatan naik 4,20% year on year (YoY) menjadi US$ 318,86 juta per kuartal III-2025.

Namun, pada periode yang sama, laba bersih PGEO tergerus 22,18% yoy menjadi US$ 104,26 juta.

Sebelumnya, Direktur Keuangan PGEO Yurizki Rio mengatakan, pelemahan kinerja bottom line PGEO disebabkan oleh kenaikan beban depresisasi sebesar 9,61% yoy menjadi US$ 91,49 juta seiring dengan beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lumut Balai Unit 2 pada Juni 2025.

PGEO juga mencatatkan kenaikan beban gaji dan tunjangan sebesar US$ 13,4 juta yoy sebagai hasil dari program Management and Employee Stock Option Program (MESOP) yang menelan biaya US$ 7,5 juta. “Kami melakukan investasi pada sumber daya manusia,” ujar dia dalam paparan publik, Senin (3/11/2025).

Selain itu, rugi selisih kurs sebesar US$ 10,22 juta juga menjadi penyebab penurunan laba bersih PGEO. Yurizki bilang, PGEO memiliki eksposur utang dalam mata uang yen Jepang (JPY), di mana mata uang tersebut sedang mengalami penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (US$), sehingga berdampak bagi emiten tersebut.

  PGEO Chart by TradingView  

Terlepas dari itu, PGEO mengklaim bahwa penurunan laba bersih yang terjadi masih dalam level yang wajar, mengingat perusahaan ini masih bisa membukukan EBITDA dan arus kas yang sehat sepanjang 2025 berjalan.

Yurizki melanjutkan, pihaknya akan fokus untuk melakukan upaya lindung nilai (hedging) untuk meminimalisir tekanan selisih kurs akibat volatilitas mata uang JPY. Upaya ini diklaim cukup berhasil, mengingat sampai Oktober 2025, rugi selisih kurs PGEO sudah berkurang menjadi sekitar US$ 8 juta—US$ 9 juta.

“Kami ingin menjaga supaya rugi selisih kurs ini tidak lebih dari US$ 10 juta,” imbuh dia.