
Ussindonesia.co.id JAKARTA – Kekuatan investor domestik di sepanjang tahun ini mampu menopang pasar saham maupun obligasi ketika investor nonresiden rama-ramai melakukan aksi jual.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG tercatat menyentuh level tertingginya sepanjang masa (All Time High/ATH) pada Selasa (2/12/2025). IHSG menguat 0,8% ke level 8.617,04. Sejak awal tahun, IHSG menanjak 21,71%.
Adapun, apresiasi IHSG sejak awal tahun ini terjadi walaupun investor asing mencatatkan net sell atau jual bersih senilai Rp29,24 triliun.
Ekonom KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana menerangkan bahwa memang terdapat pergeseran minat investor ke pasar saham seiring dengan ekspektasi pertumbuhan ekonomi yang kuat.
Hal itu sejalan dengan target pertumbuhan ekonomi pemerintah untuk tahun 2026, yang ditargetkan sebesar 5,4% oleh Pemerintah dan DPR, serta 5,33% oleh Bank Indonesia. Meskipun demikian, Fikri menilai investor masih wait and see di tengah proyeksi tersebut.
“Saya lihat sebetulnya pasar wait and see di keduanya, baik dari saham maupun obligasi. Berarti pasar masih belum melihat bahwa ekonomi tumbuh dengan sangat kuat,” katanya, Selasa (2/12/2025).
: IHSG Meluncur di Zona Hijau, Saham CDIA, MINA, hingga IMJS Melesat Pagi Ini
Menurutnya, kinerja pasar saham belakangan ini lebih disebabkan oleh kenaikan saham-saham konglomerat, bukan didorong oleh saham-saham terlikuid dari keluarga blue chip. Oleh karenanya, dia menyebut bahwa IHSG masih memiliki potensi risiko di tengah reli yang terjadi belakangan.
Kondisi di pasar saham tersebut berbanding terbalik dengan kinerja pasar Surat Berharga Negara (SBN) Tanah Air yang tengah tertekan, dengan yield melemah ke level 6,31% pada perdagangan kemarin.
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David Sumual menyoroti peran sentral investor domestik di dalam menjaga pasar keuangan Tanah Air. Ia menilai, investor domestik memiliki daya tahan yang baik di tengah kinerja berkebalikan kedua instrumen investasi tersebut.
Hal ini sangat terasa di pasar obligasi. Kendati pasar SBN tengah mencatatkan kinerja yang lesu, daya tahan investor domestik mampu membuat yield SBN tidak jatuh begitu dalam.
“Di kedua pasar ini, sebenarnya domestiknya sudah lumayan dominan. Jadi enggak berpengaruh banyak ke harga walaupun asing keluar,” katanya, Selasa (2/12/2025).
Meski demikian, David menambahkan bahwa peluang masuk investor asing ke pasar SBN masih terbuka di sisa 2025. David bahkan memprediksi yield SBN di akhir 2025 bakal mencapai level 6,2-6,4%.
Investor asing, menurutnya, bakal mencermati kebijakan fiskal pemerintah ke depan, potensi pertumbuhan ekonomi, hingga posisi kurs rupiah terhadap dolar AS. Hal-hal tersebut yang bakal menggambarkan posisi Indonesia sebagai emerging market yang menarik.
“Mereka juga akan melihat attractiveness-nya. Enggak semata-mata dilihat dari sisi yield juga, tapi potensi ekonomi, risiko fiskal, hingga risiko kurs juga menjadi pertimbangan,” tutup David.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.