
Kabar mengejutkan mengenai pergantian Sri Mulyani dari posisi Menteri Keuangan seketika mengguncang stabilitas pasar saham Indonesia. Pengumuman ini langsung memicu tekanan jual yang signifikan, mencerminkan respons cepat pasar terhadap perubahan kepemimpinan di sektor fiskal.
Hingga penutupan perdagangan bursa pukul 16.00, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot tajam 100,50 poin atau setara 1,28 persen, menutup hari pada posisi 7.766,85. Data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) lebih lanjut mengindikasikan dominasi sentimen negatif, di mana 463 saham mengalami penurunan harga. Sementara itu, hanya 252 saham yang berhasil menguat, dan 241 saham terpantau stagnan.
Menurut analisis Hans Kwee, seorang analis pasar modal, gejolak ini bukanlah tanpa dasar. “Dari awal tahun, investor asing telah menunjukkan kecenderungan capital outflow dari pasar Indonesia karena kekhawatiran defisit fiskal yang membengkak. Selama ini, Sri Mulyani dikenal memiliki reputasi yang sangat baik dalam menjaga disiplin defisit anggaran,” jelasnya kepada Jawa Pos, Senin (8/9).
Hans Kwee menekankan bahwa reputasi dan kredibilitas Sri Mulyani di mata pasar menjadi salah satu faktor krusial yang selama ini menahan tekanan jual yang lebih besar di pasar saham. Kepergiannya dari kabinet pun menimbulkan kekhawatiran mendalam. Ada spekulasi bahwa defisit anggaran negara berpotensi melebar jika penggantinya tidak mampu membangun kapabilitas dan kepercayaan pasar yang setara. “Artinya, jika nanti defisit anggaran melebar, kekhawatiran tekanan jual asing pada pasar saham akan semakin meningkat,” imbuhnya.
Sosok yang kini memikul beban berat tersebut adalah Purbaya Sadewa, yang resmi menggantikan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan. Tugas Purbaya ke depan diprediksi tidak mudah. Ia dituntut tidak hanya menjaga kesinambungan kebijakan fiskal yang telah berjalan, tetapi juga harus mampu meyakinkan pasar bahwa disiplin anggaran tetap menjadi prioritas utama pemerintah. Kondisi pasar saat ini sangatlah sensitif terhadap setiap dinamika politik dan arah kebijakan fiskal yang akan diambil.
Pengunduran diri Sri Mulyani sendiri dinilai banyak pihak tak lepas dari dinamika politik yang memanas belakangan ini. Tekanan terhadap mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu bahkan disebut semakin berat dalam beberapa bulan terakhir. Seorang dosen magister Fakultas Ekonomi Bisnis Unika Atma Jaya turut menyoroti bahwa gejolak politik yang terjadi saat ini merupakan tantangan besar bagi perekonomian, yang akhirnya berujung pada keputusan pengunduran diri Sri Mulyani. Ia menambahkan, “Apalagi rumahnya sempat dijarah. Jadi, beliau mungkin merasa sudah bekerja keras tapi tekanan terlalu berat,” menggarisbawahi beratnya situasi yang dihadapi mantan Menteri Keuangan tersebut.