
Ussindonesia.co.id – JAKARTA. Emiten pertambangan nikel terkemuka, PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau yang dikenal juga sebagai Harita Nickel, berhasil mencatatkan kinerja positif yang signifikan pada semester I-2025. Dengan proyeksi fluktuasi harga nikel dan permintaan kuat dari China, Harita Nickel diprediksi memiliki katalis penentu yang solid untuk kinerja hingga akhir tahun ini.
Pada paruh pertama tahun 2025, NCKL membukukan pendapatan yang impresif sebesar Rp 14,10 triliun. Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 10,16% secara year on year (YoY) jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya, yang tercatat sebesar Rp 12,80 triliun. Mayoritas pendapatan ini disokong oleh segmen pengolahan nikel yang berkontribusi Rp 11,09 triliun, sementara segmen penambangan nikel memberikan sumbangan sebesar Rp 2,99 triliun.
Melihat prospek ke depan, Analis Ina Sekuritas, Arief Machrus, mengungkapkan bahwa pertumbuhan NCKL di tahun 2025 akan didukung kuat oleh kontribusi optimal dari usaha patungan (joint venture) HPAL (High Pressure Acid Leach) yang lebih kokoh. Selain itu, peluncuran produk-produk baru serta rencana peningkatan kepemilikan saham di PT ONC (Obi Nickel Cobalt) menjadi setidaknya 20% juga akan menjadi pendorong utama. Arief menambahkan dalam risetnya pada 28 Agustus 2025, “Tambahan kapasitas dari proyek elektrolitik kobalt dan HPAL akan semakin mendiversifikasi pendapatan dan mendukung ekspansi margin perusahaan.”
Harita Nickel sendiri telah merancang sejumlah proyek strategis yang siap diluncurkan. Proyek PT Karunia Permai Sentosa (KPS) Tahap II dengan kapasitas 60ktpa diperkirakan akan beroperasi pada akhir 2025, disusul oleh Tahap III (65ktpa) pada awal 2026. Sementara itu, pembangunan pabrik kapur tohor, yang kini telah mencapai 58% dengan investasi sebesar US$ 70 juta, diproyeksikan mulai beroperasi pada kuartal IV-2025. Tidak ketinggalan, konsesi pertambangan Gane Tambang Sentosa (GTS) akan memulai uji coba produksi pada kuartal III-2025, menambah portofolio ekspansi bisnis NCKL.
Di tengah fluktuasi harga nikel, kepemimpinan biaya dan operasional NCKL yang tangguh menjadi kunci stabilitas pertumbuhan perusahaan. Indonesia, sebagai pemasok nikel global teratas, terus menjadi lokomotif industri ini, meskipun ekspansi berjalan lebih bertahap dari perkiraan. Sekitar 200 kt kapasitas HPAL baru direncanakan untuk tahun 2025, yang sebagian diimbangi oleh pengurangan produksi di Australia dan Tiongkok akibat biaya operasional yang tinggi. Produsen NPI (nickel pig iron) dan HPAL di Indonesia tetap menikmati margin positif, berkat ketersediaan bijih dan energi berbiaya rendah. Dalam lanskap ini, Harita Nickel memiliki keunggulan kompetitif yang kuat melalui keunggulan awal dalam teknologi HPAL dan kemitraan JV yang solid, memungkinkan margin yang lebih tinggi serta pertumbuhan jangka panjang yang didorong oleh permintaan industri Kendaraan Listrik (EV).
Arief kembali menegaskan bahwa “NCKL berada di posisi yang sangat baik untuk tahun 2025, didorong oleh pertumbuhan volume, margin yang stabil, dan tren industri yang sangat mendukung.” Senada, Analis Samuel Sekuritas, Juan Oktavianus, dalam risetnya pada 15 Agustus 2025, meyakini bahwa seluruh proyek NCKL telah aman dan sepenuhnya didanai oleh pembiayaan ekuitas saat harga nikel sedang tinggi. Kondisi ini secara signifikan mengurangi risiko eksekusi dan memberikan keunggulan kompetitif yang nyata, terutama di tengah tren penurunan harga logam saat ini. Juan mengidentifikasi katalis positif NCKL lainnya, yaitu pendapatan tambahan dari rencana ekspansi KPS, kontribusi dari tambang GTS, dan potensi penurunan biaya tunai HPAL berkat pabrik kapur tohor baru. Oleh karena itu, Juan menyatakan, “NCKL tetap menjadi pilihan utama kami di sektor ini, terutama karena biaya tunainya yang terendah.”
Meskipun demikian, ada beberapa risiko yang perlu diperhatikan oleh investor. Harga nikel yang lebih lemah dari perkiraan akibat permintaan yang lebih rendah dari China, serta potensi perubahan regulasi, dapat menjadi tantangan. Miftahul Khaer, Research Analyst Kiwoom Sekuritas, memprediksi bahwa akhir tahun nanti bisa menjadi momen krusial bagi NCKL, terutama jika beberapa smelter dan fasilitas baru mulai memberikan kontribusi penuh. “Manajemen NCKL memang sudah menyebutkan bahwa dengan selesainya pembangunan smelter baru di 2025, bisa berdampak pada volume penjualan nikel yang dapat meningkat,” ujar Miftahul kepada Kontan, Jumat (17/10). Namun, tantangan utama tetap ada pada harga nikel global yang diproyeksikan memasuki fase surplus akibat ekspansi kapasitas besar di banyak negara, yang berpotensi menekan margin keuntungan.
Dari sisi sentimen, kestabilan ASP (harga jual rata-rata) nikel ke depan akan menjadi perhatian utama. Keberhasilan integrasi fasilitas baru, serta kuatnya permintaan impor dari China atau kebutuhan bahan baku bagi industri EV, juga akan menjadi penentu penting. “Permintaan dari China tetap menjadi penopang utama, meski risiko oversupply global harus diwaspadai,” tutup Miftahul. Analis Arief Machrus memproyeksikan, pendapatan dan laba bersih NCKL tahun 2025 masing-masing akan mencapai Rp 29,06 triliun dan Rp 8,16 triliun. Sebagai perbandingan, pada tahun 2024, NCKL membukukan pendapatan Rp 26,97 triliun dan laba bersih Rp 6,38 triliun. Berdasarkan analisis mereka, Arief dan Juan merekomendasikan buy saham NCKL dengan target harga masing-masing Rp 1.400 dan Rp 1.300 per saham, sementara Miftahul merekomendasikan hold dengan target harga Rp 1.232 per saham.
Ringkasan
PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel mencatatkan kinerja positif pada semester I-2025 dengan pendapatan Rp 14,10 triliun, naik 10,16% YoY. Pertumbuhan didukung oleh kontribusi usaha patungan HPAL dan peluncuran produk baru. Proyek strategis seperti KPS Tahap II dan pabrik kapur tohor juga diharapkan beroperasi pada akhir 2025 dan kuartal IV-2025.
Analis merekomendasikan saham NCKL dengan rating yang bervariasi, antara lain buy dan hold, meskipun fluktuasi harga nikel dan potensi perubahan regulasi menjadi risiko yang perlu diperhatikan. Proyeksi pendapatan dan laba bersih NCKL tahun 2025 masing-masing mencapai Rp 29,06 triliun dan Rp 8,16 triliun, didorong oleh pertumbuhan volume, margin yang stabil, dan tren industri EV.