Prospek IHSG cerah di tahun 2026, ini daftar sektor dan emiten pendorongnya

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Sejumlah sekuritas mulai memproyeksikan IHSG bergerak menuju area 9.000 hingga 10.000 pada tahun 2026. Hal itu, seiring ekspektasi penurunan suku bunga global dan pemulihan ekonomi.

Investment Analyst Edvisor Provina Visindo Indy Naila mengatakan, proyeksi tersebut cukup realistis selama ada dukungan katalis ekonomi dan sektoral.

Indy bilang, IHSG berpotensi mencapai kisaran 9.000 sampai 9.500 pada tahun 2026 mendatang dengan salah satu pendorong utamanya adalah penurunan suku bunga yang dapat menggerakkan aktivitas ekonomi dan memperbaiki sentimen pasar.

“IHSG bisa mencapai level sekitar 9.000 – 9.500 menurut proyeksi kami, dengan keadaan suku bunga turun sehingga harapan ada pendorong ekonomi serta ke sektoril juga,” kata Indy kepada Kontan, Jumat (5/12/2025).

KB Bank Ajak Generasi Muda Kembangkan Ekonomi Kreatif Melalui Program GenKBiz

Menurutnya, sejumlah sektor berpeluang unggul tahun depan. Sektor perbankan, konsumer, bahan baku, dan properti diperkirakan masih dapat mencatat pertumbuhan positif seiring potensi peningkatan daya beli masyarakat.

“Sektor perbankan, konsumer, bahan baku dan properti berpotensi tumbuh di 2026 dengan harapan daya beli meningkat,” jelasnya.

Dari sisi emiten, Indy menyoroti beberapa saham yang dinilai menarik untuk dikoleksi pada 2026. Yakni, MIKA dinilai memiliki prospek kuat berkat perbaikan operating income dan sales growth. Selain itu, BMRI dan BBCA juga tetap atraktif karena sektor perbankan berada dalam tren positif, ditambah potensi stimulus pemerintah dan daya tarik dividen.

“MIKA menarik karena dari sisi operating income dan sales growth pertumbuhannya membaik. Lalu BMRI dan BBCA juga menarik karena sektor perbankan positif, harapan juga ada stimulus penggerak ekonomi dari pemerintah yang bisa mendorong kinerja keuangan. Ditambah lagi biasanya BMRI dan BBCA menawarkan dividen menarik,” tutur Indy.

  BBCA Chart by TradingView  

Meski prospek 2026 terlihat menjanjikan, investor tetap perlu mencermati sejumlah risiko. Indy menilai kekhawatiran inflasi pangan, pelemahan daya beli, perlambatan ekonomi, serta potensi arus dana asing yang berpindah ke emerging markets lain dapat membatasi ruang apresiasi IHSG.

“Kekhawatiran ada inflasi yang naik karena harga pangan dan daya beli yang melemah sehingga ada perlambatan ekonomi, serta potensi arus dana asing yang lebih memilih emerging markets lain,” tutup Indy.