
PIKIRAN RAKYAT – Meski perekonomian global diperkirakan melambat tahun depan, Bank Indonesia (BI) dan pemerintah tetap optimistis bahwa ekonomi Indonesia dapat tumbuh lebih tinggi dari rata-rata negara lain. Proyeksi yang disampaikan menempatkan pertumbuhan ekonomi nasional pada kisaran 5,6–6,5 persen.
Perkiraan tersebut jauh di atas proyeksi pertumbuhan ekonomi global versi Dana Moneter Internasional (IMF) yang memprediksi ekonomi dunia hanya tumbuh sekitar 3 persen pada tahun ini dan sedikit naik menjadi 3,1 persen pada 2026. Perlambatan di sejumlah negara besar seperti Amerika Serikat (AS) dan China disebut sebagai faktor utama hambatan ekonomi global.
BI Targetkan Pertumbuhan 5,4 Persen sebagai Tahap Awal
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan optimisme tersebut dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa, 2 Desember 2025. Ia menilai kondisi Indonesia relatif lebih kuat dibandingkan negara besar lain.
“Kita optimistis, tahun depan Insya Allah perkiraan kita 5,6-6,4 persen. Ya 6,5 persen,” ujar Perry.
- Demi Target 5,5 Persen, BI Jabar Siapkan Diskon hingga Stimulus Ekonomi di Akhir Tahun 2025
Meski demikian, Perry menegaskan bahwa target jangka pendek adalah mendorong pertumbuhan ekonomi ke level 5,3–5,4 persen bersama pemerintah. Ia membandingkan dengan negara lain yang pertumbuhannya melemah.
“Kita ingin dorong bersama pemerintah ke 5,4 persen, ya. Kita tentu saja bersyukur, China (pertumbuhan ekonomi) hanya 4,6 persen. China lho. Eropa nyungsep, 1,7 persen, India turun, tapi masih di atas kita,” katanya.
Perry menilai capaian 5,4 persen sudah tergolong baik mengingat kondisi global masih dibayangi ketidakpastian, termasuk kebijakan tarif baru AS serta situasi geopolitik yang belum stabil.
Konsumsi, Investasi, dan UMKM Jadi Penggerak Utama
Untuk mencapai target pertumbuhan lebih tinggi, Perry menekankan perlunya memperkuat konsumsi rumah tangga, mempercepat realisasi investasi, meningkatkan ekspor, dan memperkuat sektor UMKM.
- Serap Tenaga Kerja Fresh Graduate, Upaya Stimulus Pertumbuhan Ekonomi Lewat Program Magang Kemnaker
Ia juga menyoroti pentingnya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. “Inflasi rendah, nilai tukar, InsyaAllah kita akan bawa nilai tukar kita secara rata-rata Rp16.500, bahkan Rp16.400 per dolar tahun depan. Tahun depan kita komitmen bangsa akan jaga terus untuk menjaga stabilitas nilai tukar,” tutur Perry.
Pemerintah: Pertumbuhan 6,5 Persen Masih Mudah Dicapai
Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan optimisme serupa. Menurutnya, pertumbuhan 6–6,5 persen masih relatif mudah dicapai, meskipun pertumbuhan 7–8 persen membutuhkan upaya ekstra.
“Kenapa saya berani bilang, ah kalau tumbuh 6 persen mah gampang, ya 6,5 persen nggak susah-susah amat. 7 persen, 8 persen baru butuh ekstra effort,” ujar Purbaya dalam Musyawarah Nasional Kadin Indonesia.
- Wujudkan Ekonomi Hijau Inklusif, Bank Mandiri Perkuat Strategi Pembiayaan untuk Sektor Energi Terbarukan
Peran Swasta Dinilai Harus Diaktifkan Kembali
Purbaya menegaskan pentingnya menggerakkan dua mesin ekonomi sekaligus, yaitu sektor pemerintah dan sektor swasta. Ia membandingkan dinamika pertumbuhan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurutnya, rata-rata pertumbuhan ekonomi 6 persen pada era SBY tidak lepas dari kuatnya peran sektor swasta, meski pembangunan infrastruktur tidak sebesar era Jokowi.
“Waktu zaman Pak SBY ekonomi tumbuh 6 persen rata-rata, Pak Jokowi 5 persen. Salahnya di mana? Pada zaman Pak SBY, dia tidak membangun infrastruktur besar-besaran. Kenapa bisa 6 persen, karena dia biarkan riil sektor tumbuh, privat sector tumbuh,” jelasnya.
Sebaliknya, pada era Jokowi, pertumbuhan ekonomi lebih banyak bertumpu pada belanja pemerintah. “Pada waktu zaman Pak Jokowi dia membangun infrastruktur dimana-mana tapi private sector perangnya sedikit, akibatnya tumbuhnya cuma 5 persen,” katanya.
Karena itu, pemerintah kini berupaya mengaktifkan kembali peran sektor swasta untuk bekerja berdampingan dengan pemerintah agar target pertumbuhan 6,5 persen dapat dicapai.***