BEI sebut implementasi non-cancellation period buat redam praktik saham gorengan

PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mengungkapkan penerapan kebijakan Non-Cancellation Period pada sesi pra-pembukaan (pre-opening) dan prapenutupan (pre-closing) ditujukan untuk meredam praktik manipulasi harga saham atau saham gorengan.

Non-Cancellation Period merupakan periode tertentu pada Sesi Pre-opening dan Sesi Pre-Closing yang memungkinkan pesanan yang telah masuk untuk tidak dapat diubah dan/atau dibatalkan, namun input pesanan jual atau beli yang baru tetap dapat dilakukan.

Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, mengatakan kebijakan ini salah satu upaya untuk memangkas praktik goreng saham yang kerap terjadi di sesi pre-opening. Menurutnya, dari hasil kajian BEI, kebijakan ini dinilai mampu menekan ruang gerak pihak-pihak tertentu dalam memanipulasi harga.

“Dari kajian memang itu bisa meredam upaya pihak-pihak tertentu untuk memanipulasi pembentukan harga [atau saham gorengan] di pre opening,” ujar Jeffrey di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (17/12).

Non-Cancellation Period telah memasuki hari ketiga penerapan. Pada hari pertama implementasi, yakni Senin (15/12), Jeffrey menjelaskan, aktivitas transaksi di sesi pre-opening menunjukkan peningkatan signifikan.

“Non-cancellation period ini udah hari ketiga. Tetapi di hari pertama penerapan non-cancellation untuk pre opening, hari itu value transaksinya Rp 450 miliar, frekuensinya 67 ribu transaksi di pre opening tanggal 15 Desember,” kata dia.

Sebagai perbandingan, rata-rata transaksi pre-opening pada pekan sebelumnya tercatat lebih rendah sebesar Rp 333 miliar dengan 45 ribu transaksi.

Dengan demikian, BEI mencatat adanya lonjakan aktivitas setelah kebijakan tersebut diberlakukan.

“Artinya penerapan non-cancellation period meningkatkan value 35 persen di pre opening dan meningkatkan frekuensi 48 persen,” imbuh Jeffrey.

Meski demikian, Jeffrey menegaskan BEI masih membuka ruang untuk melihat lebih jauh respons investor terhadap kebijakan ini.

“Kalau di internal kami, yang kami tangkap respon dari investor itu cukup positif untuk penerapan non-cancellation period,” sebut Jeffrey.

Selain membahas kebijakan perdagangan, Jeffrey juga memaparkan perkembangan jumlah investor pasar modal. Data terbaru per 17 Desember 2025, jumlah investor telah melampaui 20,4 juta.

“Per kemarin. Investor pasar modal sudah tembus 20.416.710,” ucapnya.

Ia menyebutkan, profil investor relatif tidak mengalami pergeseran signifikan, namun penambahan investor baru sepanjang tahun ini tercatat sangat besar.

“Artinya ada penambahan investor tahun ini lebih dari, sudah mencapai 5 juta. Lebih dari 5,1 juta. Dari awal tahun sampai kemarin itu jumlah investor baru di pasar modal sudah lebih dari 5,1 juta,” tutur Jeffrey.