BEI temui pimpinan MSCI, minta perubahan metodologi tak diskriminatif

Ussindonesia.co.id JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) menyampaikan progres terbaru terkait perubahan metodologi Morgan Stanley Capital International (MSCI) di tahun 2026.

Asal tahu saja, MSCI tengah meminta pertimbangan dari pelaku pasar terkait penggunaan laporan komposisi kepemilikan bulanan (Monthly Holding Composition Report) yang diterbitkan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai sumber tambahan dalam menghitung porsi free float untuk saham-saham Indonesia. 

Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengatakan, Bursa telah bertemu langsung dengan pimpinan penyedia indeks MSCI di New York, Amerika Serikat (AS). Pertemuan itu diwakili Direktur Utama BEI, Iman Rachman, yang ditemani bersama jajaran SRO lainnya.

Sebelum terbang ke New York, BEI juga telah mengirimkan surat ke MSCI untuk menyampaikan pertimbangan penting terkait wacana tersebut.

“Kami juga dengar dari banyak pelaku, asosiasi juga sudah menyampaikan concern,” ujar Jeffrey kepada wartawan di Gedung Bursa Efek Indonesia, Rabu (17/12/2025).

Resmi Melantai di BEI, Saham Superbank (SUPA) Langsung ARA

BEI sendiri menghormati kewenangan dari penyedia indeks MSCI. Namun, BEI meminta agar wacana MSCI itu tidak diskriminatif dan juga berlaku universal ke sejumlah indeks global negara lain

Namun, di sisi lain BEIjuga ingin mendengar apa saja pertimbangan dari MSCI terkait wacana tersebut, khususnya terkait free float emiten.

Menurut Jeffrey, Bursa Indonesia sudah menerapkan kriteria free float yang lebih ketat dibandingkan dengan beberapa bursa negara lain.

Misalnya, di Indonesia, kepemilikan saham di atas 5% oleh satu pihak sudah tak dihitung dalam formula free float. Bursa di negara lain yang menggunakan ketentuan seperti itu adalah London Stock Exchange dan Stock Exchange of Thailand (SET).

Sementara di sejumlah bursa lain, kepemilikan saham di atas 10% oleh satu pihak masih masuk penghitungan formula free float. Jeffrey pun mencontohkan, Bursa Malaysia, Filipina, dan Jepang lebih longgar daripada peraturan Indonesia.

“Kami belum tahu keputusannya. Kami juga menawarkan apa yang bisa kami sampaikan, data yang bisa kami berikan, supaya MSCI lebih percaya diri dengan data yang ada di Indonesia” ungkapnya.

Asal tahu saja, berdasarkan dokumen resmi MSCI, perusahaan asal Indonesia umumnya mengungkapkan pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih dari total saham dalam laporan kepemilikan mereka.

Sementara data KSEI melaporkan kepemilikan di bawah di bawah 5% dan memberikan klasifikasi pemegang saham sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih rinci terkait pemegang saham. 

Meski begitu, MSCI menegaskan, laporan KSEI tidak dapat digunakan secara independen dalam memperkirakan free float, karena data tersebut tidak mengidentifikasi pemegang saham individual dalam setiap kategori. Sebagai contoh, KSEI hanya menampilkan total kepemilikan di bawah kategori ‘Korporasi’ tanpa menyebutkan nama pemegang saham spesifik. 

BEI Buka Kunci CARE, NATO, RLCO, dan AYAM, Saham Langsung Melonjak

Selain mengusulkan Laporan Komposisi Kepemilikan KSEI dijadikan referensi, MSCI juga mengusulkan free float untuk saham-saham Indonesia akan dihitung berdasarkan nilai yang lebih rendah dari dua metode, yaitu: 

Pertama, free float yang dihitung dari data kepemilikan yang dilaporkan dalam keterbukaan informasi, laporan dan siaran pers, sesuai dengan metodologi MSCI Free Float Data. 

Kedua, free float yang diestimasi dari laporan KSEI, dengan mengklasifikasikan seluruh saham script atau tidak tercatat di data KSEI dan kepemilikan korporasi (lokal dan asing) serta kategori others (lokal dan asing) sebagai non free float. 

Alternatif lain, MSCI mengusulkan estimasi free float berdasarkan data KSEI, yakni dengan mengklasifikasikan saham script dan kepemilikan ‘korporasi’ (tanpa menghitung others) sebagai non–free float. 

Inilah Saham Di BEI yang Berpotensi Terjadi ​Santa Claus Rally Akhir 2025