BI Borong SBN Rp289,9 Triliun: Strategi Debt Switching Pemerintah?

Ussindonesia.co.id, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung pembiayaan anggaran pemerintah melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN). Hingga 18 November 2025, total pembelian SBN oleh BI telah mencapai angka yang signifikan, yaitu Rp289,91 triliun. Strategi utama yang digunakan adalah skema debt switching.

Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan debt switching? Secara sederhana, ini adalah mekanisme pembelian surat utang pemerintah yang telah jatuh tempo, yang kemudian digantikan dengan surat utang baru dengan jangka waktu (tenor) yang lebih panjang.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengungkapkan bahwa dari total Rp289,91 triliun tersebut, mayoritas berasal dari program debt switching pemerintah, dengan nilai mencapai Rp212,6 triliun. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan pembelian SBN di pasar sekunder.

Baca Juga: Investor Asing Lepas SBN Rp10,49 Triliun, Rupiah Makin Terbebani

“Bank Indonesia membeli SBN sebagai wujud sinergi yang erat antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal,” tegas Perry dalam konferensi pers daring pengumuman Rapat Dewan Gubernur November 2025, Rabu (19/11/2025).

Lebih lanjut, Perry menjelaskan bahwa pembelian SBN di pasar sekunder tetap dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan sesuai dengan kaidah kebijakan moneter. Langkah ini bertujuan untuk menjaga stabilitas perekonomian Indonesia dan memastikan kredibilitas moneter tetap terjaga.

Baca Juga: Utang Luar Negeri Indonesia Turun jadi Rp7.091 Triliun, Efek SBN Kurang Peminat

“Pembelian SBN di pasar sekunder dilakukan sesuai mekanisme pasar, secara terukur, transparan, dan konsisten dengan program moneter yang telah ditetapkan,” imbuhnya.

Sebagai informasi tambahan, pada akhir tahun sebelumnya, Bank Indonesia dan pemerintah telah menyepakati pelunasan utang hasil burden sharing era pandemi Covid-19 yang jatuh tempo pada tahun 2025 senilai Rp100 triliun. Pelunasan ini akan dilakukan melalui mekanisme debt switching demi menjaga kesehatan profil utang pemerintah secara keseluruhan.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Suminto, sebelumnya juga menjelaskan bahwa mekanisme debt switch merupakan transaksi yang terjadi di pasar sekunder. Hal ini akan berdampak pada pengurangan target penerbitan SBN di pasar primer pada tahun 2025.

“Tujuan debt switch salah satunya adalah untuk menjaga keseimbangan portofolio SBN dan meningkatkan likuiditas di pasar,” ungkap Suminto pada Senin (30/12/2024).

Jenis SBN dan tenor yang dipilih nantinya akan disesuaikan dengan kebutuhan Bank Indonesia dalam melakukan operasi moneter untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Perlu ditegaskan bahwa debt switch bukanlah hal baru. Ini merupakan transaksi lazim dan reguler yang dilakukan di pasar keuangan global maupun domestik.

Dalam rangka pengelolaan portofolio utang negara, pemerintah secara rutin melakukan transaksi debt switch di pasar sekunder, baik dengan investor SBN di pasar global maupun domestik, melalui mekanisme penawaran umum maupun secara bilateral.

Dalam konteks pelunasan utang burden sharing, Bank Indonesia membutuhkan SBN untuk melaksanakan operasi moneter serta sebagai underlying untuk instrumen keuangan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, seperti Sekuritas Rupiah BI (SRBI).

Ringkasan

Bank Indonesia (BI) secara aktif mendukung pembiayaan anggaran pemerintah dengan membeli Surat Berharga Negara (SBN) hingga Rp289,91 triliun per 18 November 2025, terutama melalui skema debt switching. Skema ini mengganti surat utang pemerintah yang jatuh tempo dengan surat utang baru berjangka waktu lebih panjang, dengan mayoritas pembelian SBN berasal dari program debt switching pemerintah senilai Rp212,6 triliun.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, menekankan bahwa pembelian SBN ini adalah wujud sinergi antara kebijakan moneter dan fiskal, yang dilakukan dengan prinsip kehati-hatian untuk menjaga stabilitas ekonomi dan kredibilitas moneter. Mekanisme debt switching juga membantu menjaga keseimbangan portofolio SBN, meningkatkan likuiditas pasar, dan merupakan transaksi lazim di pasar keuangan global dan domestik, termasuk dalam pelunasan utang burden sharing era pandemi.