Ussindonesia.co.id – , JAKARTA — Bank Indonesia (BI) menyoroti perbedaan signifikan dalam data dana simpanan pemerintah daerah (pemda) yang tersimpan di perbankan, sebuah catatan yang berbeda jauh dengan rilis dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Per 30 September 2025, BI mencatat total dana simpanan pemda mencapai Rp233,97 triliun. Namun, data yang dikumpulkan Kemendagri dari 546 pemda per 17 Oktober 2025 hanya menunjukkan angka Rp215 triliun. Ini berarti, terdapat selisih data sebesar Rp18,97 triliun yang memunculkan pertanyaan besar di antara kedua lembaga tersebut.
Menanggapi perbedaan tersebut, Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan pada Rabu (22/10/2025) di Jakarta, bahwa Bank Indonesia mendapatkan data posisi simpanan perbankan dari laporan bulanan yang rutin disampaikan oleh seluruh kantor bank. Ramdan menegaskan, data tersebut direkam berdasarkan posisi akhir bulan dari masing-masing bank pelapor. Lebih lanjut, BI secara proaktif melakukan verifikasi ketat serta pengecekan kelengkapan data yang diserahkan, memastikan akurasi informasi yang mereka olah.
Data posisi dana simpanan perbankan yang telah diagregasi ini, menurut Ramdan, kemudian dipublikasikan secara transparan dalam Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) yang dapat diakses melalui situs resmi Bank Indonesia. Ini menunjukkan proses standar BI dalam pengelolaan dan publikasi data keuangan.
Kekhawatiran terhadap selisih data dana simpanan pemda ini mencapai puncaknya ketika Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa secara langsung meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk melakukan investigasi menyeluruh. Permintaan ini disampaikan dalam Rapat Pengendalian Inflasi Daerah, Senin (20/10), yang juga dihadiri Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian di Kantor Kemendagri, Jakarta. Purbaya berharap Kemendagri, yang memiliki otoritas dan akses terhadap laporan kas pemda, dapat mengidentifikasi faktor-faktor penyebab perbedaan data serta menelusuri jalur aliran dana yang mengendap. Adanya kecurigaan dari bendahara negara mengenai potensi kelalaian dalam pencatatan data oleh pemerintah daerah semakin mempertegas urgensi investigasi ini.
Menyikapi polemik ini, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Askolani, menyatakan kesiapannya untuk menelusuri secara mendalam data yang dimiliki oleh Bank Indonesia maupun Kemendagri. Meskipun demikian, Askolani menggarisbawahi bahwa saat ini Kemenkeu masih menjadikan data dari BI sebagai referensi utama. “Mesti rekonsiliasi, dua-duanya sih harus kami cek,” tegas Askolani saat ditemui di kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (21/10), menekankan pentingnya proses pencocokan data untuk mencapai angka yang akurat dan terpadu.
Sebagai langkah antisipatif dan solusi jangka panjang, Askolani juga menyampaikan bahwa Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah memberikan arahan langsung kepada seluruh pemerintah daerah. Empat poin utama arahan ini mencakup imbauan untuk mengakselerasi belanja, mempercepat pelunasan kewajiban kepada pihak ketiga, memanfaatkan secara optimal dana yang mengendap di bank, serta memantau ketat pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2025. Langkah-langkah ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pengelolaan keuangan pemda dan mengurangi potensi terjadinya kembali perbedaan data di masa mendatang.