Bitcoin gagal tembus US$93.500 di tengah ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed

Ussindonesia.co.id  Harga Bitcoin kembali melemah menuju kisaran US$90.000 setelah data ketenagakerjaan Amerika Serikat (AS) yang lebih kuat dari perkiraan menekan sentimen pasar.

Aset kripto terbesar itu gagal mempertahankan level yearly open 2025, meski ekspektasi pemangkasan suku bunga The Federal Reserve pada Desember masih tinggi.

Melansir Cointelegraph Kamis (4/12/2025), Bitcoin (BTC) berada di level US$92.536, melemah dari pembukaan tahunan 2025 pada sesi perdagangan Wall Street (waktu AS).

Wall Street Bergerak Tipis Kamis (4/12), Jelang Keputusan Suku Bunga The Fed

Poin-poin utama:

  • Data tenaga kerja AS yang solid belum memupus harapan pemangkasan suku bunga The Fed pada Desember.
  • Kinerja kripto makin menjauh dari pasar saham, yang diprediksi mengakhiri 2025 dengan kuat.
  • Bitcoin menghadapi beberapa level resistensi penting sebelum bisa keluar dari tren bearish.

The Fed “tak punya pilihan” selain menurunkan suku bunga

Data Cointelegraph Markets Pro dan TradingView menunjukkan aksi harga BTC melemah setelah klaim awal dan lanjutan pengangguran AS tercatat lebih rendah dari estimasi, mengindikasikan pasar tenaga kerja yang masih kuat.

Namun, ketahanan ekonomi ini tidak mengubah ekspektasi pasar bahwa The Fed akan memangkas suku bunga pada pertemuan 10 Desember.

Optimalkan Dana IPO, Jantra Grupo (KAQI) Gencar Tambah Bengkel Baru

Menurut analisis, terdapat kesenjangan yang kian melebar antara kinerja aset berisiko dan kondisi konsumen.

“The Fed tidak punya pilihan: bahkan ketika inflasi menyentuh 3%, mereka harus memangkas suku bunga untuk ‘menyelamatkan’ konsumen AS,” tulis The Kobeissi Letter di X.

“Konsumen sedang tertekan, sementara saham teknologi large cap melesat. Lebih banyak pemangkasan suku bunga akan datang di salah satu pasar saham terpanas dalam sejarah.”

Secara teori, pemangkasan suku bunga akan meningkatkan likuiditas dan menopang reli pada aset berisiko, termasuk kripto.

Sementara itu, situasi di Jepang turut menjadi sorotan setelah bank sentralnya menyuntikkan stimulus ekonomi US$135 miliar, tetapi bersamaan dengan rencana menaikkan suku bunga.

Kobeissi menyebut kondisi tersebut sebagai “free-for-all” atau situasi kacau kebijakan.

Wall Street Dibuka Naik Kamis (4/12), Investor Fokus ke Prospek Rate Cut The Fed

Di sisi lain, Mosaic Asset Company mengingatkan bahwa masih ada ketidakpastian besar terkait jalur kebijakan suku bunga The Fed ke depan.

“Meskipun peluang pemangkasan ketiga menurut pasar mencapai 89%, perbedaan pandangan soal jalur suku bunga makin melebar,” tulisnya dalam laporan.

“Hal itu bisa memicu volatilitas di pasar saham, namun indikator internal pasar masih mendukung potensi reli hingga akhir tahun.”

Analisis: Sinyal bearish Bitcoin “masih kuat”

Dengan indeks S&P 500 hanya terpaut 0,5% dari rekor tertingginya, Bitcoin justru kembali mencatatkan performa yang lemah dibandingkan aset berisiko lain.

Trader menilai terdapat beberapa level resistensi penting yang harus ditembus untuk membuka peluang pemulihan tren bullish.

Selain level penting US$93.500 sebagai yearly open, Bitcoin juga harus melewati area likuiditas menuju US$100.000 serta garis MA 50-mingguan (SMA dan EMA).

Unilever (UNVR) Bagi Dividen Interim Rp 3,3 Triliun, Cek Jadwalnya Sekarang!

Material Indicators menilai Bitcoin masih dalam ujian berat:

“Kami menunggu retest di MA 50-mingguan, tetapi BTC harus menembus resistensi di kisaran US$96.000–US$98.000 lebih dulu,” tulisnya.

“Terlalu dini menyebut ini sebagai pemulihan bull market. Kita butuh penembusan resistensi tersebut dengan RSI yang sehat pada penutupan mingguan.”

Dalam pembaruan analisis berikutnya, mereka menambahkan bahwa kegagalan Bitcoin mempertahankan level yearly open adalah indikasi kuat bahwa tesis bearish masih dominan.

Sebelumnya, Cointelegraph juga melaporkan sejumlah indikator harga BTC yang mencoba mengidentifikasi batas bawah dari fase bearish terbaru pasar kripto.